Kamis, 04 Februari 2016

Dia sudah Tidak merdeka..

TENTANG WARNA

Manusia itu makhluk yang pandai (itu menurut manusia sendiri lho ya, menurut makluk lain saya ngga paham blass). Karena kepandaiannya, manusia bisa memberi nama apa saja di sekitar kehidupannya, menentukan rencana hidup, merancang apa saja. Semua yang ada di muka bumi itu dinamai oleh makhluk yang  namanya manusia, bahkan nama Yang Maha Kuasapun yang memberi manusia.

Tulisan ini hanya akan berkisah tentang secuil pengalaman saya tentang warna. Sebenarnya warna itu netral, dia tidak berpolitik,bernegara dan bahkan beragama. Manusialah yang membuat warna menjadi milik tertentu. Milik partai politik X untuk warna merah dan untuk partai Y warnanya adalah cokelat. Warna sejatinya tidak bernama jika manusia tidak memberinya nama. Dia bebas dan tidak bisa dipagari oleh apa saja, termasuk manusia. Namun, karena manusia itu makhluk paling munafik dan egois, semuanya hendak dimiliki dan dikendalikan. Maka, warnapun dijadikan milik.

Di depan sebuah kios foto coppy, ada sebuah sekolah favorit di kota di mana saya tinggal. Kebetulan sedang mengadakan renovasi gedung. Kebetulan saat itu saya mendengar sebuah dialog. “Nanti kita cat warna Hijau saja tembok gedung sekolah ini..”Itu percakapan awal. Saya diam saja, namun kemudian terdengar sebuah pertanyaan,”Kenapa mesti hijau?”. Salah seorang yang lain bertanya dengan nada agak bingung. “warna Hijau itu warna yang disenangi atasan kita, kalau dengan warna hijau, semuanya lancar..”...

Benarkah percakapan tadi mewakili keberadaan negeri ini sekarang?Warna, yang sejatinya netral telah ditarik dalam pusaran politik dan agama. Warna itu menyimbolkan kepemilikan politik dan agama tertentu dan bahkan bisa dijadikan kendaraan meraih banyak hal. Warna telah terjajah oleh agama dan politik. Dan yang menajajah adalah –lagi-lagi- manusia. Netralitas warna telah ternodai, dan itu oleh manusia.

Kemerdekaan dan kebebasan warna semakin membuat buram wajah kehidupan. Karena warna telah dimiliki oleh kelompok tertentu,maka saat ada kelompok lain menempatkan warna itu tidak semestinya –menurut kelompok pemilik-, maka perseteruan lahir, dan kadang nyawa dan darah manusia menjadi taruhannya. Karena itu, dalam kehidupan bersama ini, manusia menjadi sangat takut dengan warna. Tanyakan kepada sekelompok suporter sepakbola, bagi mereka warna adalah kebanggaan dan warna lain bisa jadi musuh.

Warna..oh warna...aku pikir kau merdeka, namun nyatanya engkaupun terjerembab pada pusaran konflik kami, makhluk bernama manusia yang terlalu arogan dan ponggah dengan Kemanusiaan kami.
Maafkan kami warna..

Salam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH