Senin, 15 Februari 2016

Belum Terlambat

USAI SENJA DI UJUNG FEBRUARI

Mobil baru menghiasi garasi di rumahnya yang merupakan warisan orangtuanya. Semenjak ia pulang dari kota, lelaki itu sibuk menata kembali rumah dan halamannya. Dari yang tidak terawat karena tidak berpenghuni menjadi rumah dan halaman yang rindang dan enak dipandang mata. Dari yang tidak pernah disinggahi dan bahkan orangpun enggan menengok ke arahnya, menjadi tempat yang selalu diharapkan dan ingin dikunjungi.

Lelaki itu umurnya sekitar 45 tahun. Dia seorang sarjana lulusan Universitas terkenal di kota Jogja dan menurut cerita, dia lulus cumlaude. Namanya Tatag Setyono. Lulus dari kuliah dia langsung bekerja di sebuah perusahaan terkenal di ibukota negara ini. Sekitar 20 tahun ia bekerja di kota dan bisa dipastikan bahwa setiap tahun dia pulang.  Namun semenjak kedua orangtuanya berpulang ke keabadian, dia jarang pulang. Dan pulang diluar waktu biasa,juga tidak biasa karena dia tidak kembali lagi.

Tatag orangnya ramah dan suka bergaul. Bergaul dengan siapa saja, orang tua, anak-anak, pemuda dan siapa saja. Dia sangat rajin, serajin dulu sebelum kuliah dan sukses di kota. Satu hal yang menjadi pertanyaan tetangga-tetangganya, bahwa seumuran Tatag, dia masih sendiri, belum berkeluarga. Selalu saat ditanya sanak saudara dan teman dekat, jawabnya hanyalah senyuman yang senantiasa tersungging dengan tulus.

Kerja dan kerja yang menjadi prioritas Tatag. Bertani dan berkebun, memelihara ayam,bebek, sapi dan kambing menjadi nafas kehidupannya. Yang unik dan menarik, sepulangnya dari Kota, Tatag  tidak membawa harta yang penting, hanya tas ransel lusuh dipundaknya. Katanya, saat beberapa tetangga dan sahabat-sahabatnya menanya hal itu, ia menjawab bahwa semua harta yang diperoleh saat kerja di kota, ia jual dan bagikan kepada yang membutuhkan.dia ingin pulang sama seperti saat ia berangkat.

Mobil yang sekarang mejeng di garasi rumahnya itu murni hasil kerja kerasnya mengolah tanah dan beternak. Awalnya banyak yang bingung, seorang sarjana lulusan terbaik, punya pekerjaan tetap dan posisi yang strategis di kota, pulang tanpa membawa apa-apa. Keputusan pulangpun menjadi bahan bisik-bisik di seantero warga desa itu. Namun Tatag tidak peduli, seperti namanya, Tatag,  yang dalam bahasa jawa berarti kuat dan tegar, dia setia dengan jalan hidup yang dipilihnya.

“Tag, kapan dirimu mau omah-omah, lha semua sudah lengkap gini?”, Tanya Jamali, sahabat karibnya semenjak sekolah Dasar.
“Lengkap apanya, Jam, lha nyatanya aku belum punya bojo,belum ada yang cocok”, jawab Tatag dengan santai. Selalu seperti itu jawab Tatag. Namun sejatinya jauh di lubuk hatinya, ada satu hal yang dia sembunyikan. Sesuatu yang akan dia jaga sampai ujung usianya.

Musim hujan hampir usai, sehingga frekwensi hujan sudah jarang.  Hijaunya hutan di sekitar desa itu sungguh membuat siapa saja kerasan di desa itu. Desa kecil yang di kelilingi perbukitan. Hanya ada satu akses jalan, di sebelah timur. Utara,barat,selatan dan sebagian timur desa itu adalah bukit yang hijau. Udara segar, kicauan burung, suara ayam hutan, lengkingan Kijang, menjadi nyanyian alam sejati.

Siang itu suasana desa sedikit agak lebih ramai dibandingkan hari-hari yang lain. Ada perlombaan antar gereja di desa itu. Beberapa kelompok gereja saling berkumpul untuk saling menyapa dan diperkuat dengan perlombaan olah raga. Karena ada acara yang lain, maka para peserta menginap di sekitar lingkungan desa dengan memasang tenda.

Tatag masih sibuk dengan aktifitasnya. Ke sawah dan ladang,memberi makan ternak dan juga mempersiapkan kebutuhan kesehariannya. Dan saat senjapun, saat beberapa temannya sudah menghampirinya untuk berangkat ke aula desa untuk melihat lomba paduan suara, Tatag masih sibuk di rumahnya. Hingga sekita jam 7 malam, Tatag mulai bersiap.

Setelah mandi, berganti pakaian yang bersih Tatag bersiap menuju Lokasi. Tidak juga dia naik sepeda motor, meski jaraknya sekitar 800an meter. Dia lebih suka jalan kaki, biar sehat katanya. Sedangkan sejatinya dia bisa memakai mobil,motor juga bisa. Di sisi lain, banyak warga desa itu yang nampaknya sudah lupa caranya berjalan kaki, karena berjlan dalam jarak puluhan meter saja selalu menggunakan kendaraan bermotor.

Suasana di aula desa sudah semarak. Lampu sangat terang dan banyak orang berkumpul. Banyak pedagang kaki lima di sekitar lokasi lomba paduan suara, dan banyak orang dari luar desa yang ada di lokasi itu. Nampak aparat keamanan, baik polisi dan hansip berjaga.

Tatag melangkah dengan tenang. Beberapa orang menyapanya dan dijawabnya dengan sebyuman. Beberapa anak kecil mendekat dan meminta dibelikan mainan, Tatag senang dengan anak kecil maka semua anak-anak yang di dekatnya dibelikannya mainan sederhana. Kemudian ia masuk. Suasana sungguh lebih meriah di dalam ruangan. Lampu dan ornamen sangat mendukung. Dia kemudian mencari tempat duduk. Hampir penuh, namun ia menemukan tempat duduk di balkon atas yang ada tiga bangku yang kosong.

“Maaf bu, apa di sini belum ada yang menduduki?”, Tanya Tatag kepada seorang ibu yang tidak dikenalnya. Tatag tinggal sendiri, karena teman-temannya, Jamali, Kroto, Yono, Suyat dan yang lain berbaur dengan banyak orang di luar. Mereka suka bebas dan malas di dalam untuk duduk.
“Tadi ada yang duduk mas, mbak-mbak dan anak kecil. Tapi sekarang tidak tahu ke mana.”, Jawab ibu-ibu itu.
Tatag diam dan kemudian memutuskan duduk di kursi kosong itu. Pemandu acara memulai berbicara dan lompa paduan suara akan segera di mulai. Riuh rendah penonton memberi aplaus saat peserta pertama mempersembahkan merdu suarnya dan kekompakannya. Tatag asyik menyimak lagu-lagu yang dinyanyikan, teringat saat muda dulu, ia juga pernah ikut perlombaan semacam itu. Dia sangat aktif dan karena keaktifannya, ia pernah jtuh cinta. Namun kisah berikutnya, tidak ada yang tahu, hanya dia yang tahu.
Setelah peserta kedua, ada jeda. Saat jeda diisi dengan tampilan grup band remaja dari salah satu gereja. Demi suaana panggung, grup band remaja ini nampaknya ingin tampil maksimal, lampu dimita dimatikan di sekitar penonton. Tepuk tangan menggelora saat lampu mati dan tampilah grup band remaja yang ternyata menyanyikan lagu populer di tahun 2000an. Lagu yang juga sangat menyentuh intuk Tatag. Dan saking asyiknya Tatag tidak sadar bahwa penghuni bangku di dekatnya sudah kembali. Namun masih dalam keadaan gelap..
“Mas, maaf ya, permisi lewat, kami mau duduk”, Sapa perempuan yang rambut panjangnya tidak ditali. Dia bersama dengan gadis perempuan, berusia sekitar 8 tahun. “Iya mbak, mari silakan, saya yang minta maaf, karena saya menduduki tempat duduk mbak”, Tatag menjawab tanpa  melihat ke arah perempuan itu dan juga melihatpun sulit mengenali karena gelap.
“Mas dari wilayah mana?”, Tanya perempuan itu.
“Taya dari sini saja mbak, lha mbak dari mana?”, Gantian Tatag bertanya.
Sebelum dijawab, lagu pertama band remaja itu usai maka riuhlah suara penonton di gedung itu. Tatag dan perempuan itupun ikut bertepuk tangan.Saat mendengar suara perempuan itu, tiba-tiba Tatag seperti ingat sebuah suara yang sangat dihafalnya, suara di sekitar awal 2000an. Suara yang mungkin telah luruh disapu jaman namun masih menggenang di telaga hatinya.

“Kok nggak jawab mbak, mbak dari wilayah mana?”,Tatag mencoba mencari tahu asal perempuan dan gadis kecil itu. Sebelum dijawab, gadis kecil itu meminta  perempuan itu kua di tas. “Buk, kue tanggonya mana, aku lapar”, Gadis kecil itu memisah percakapan Tatag dan perempuan itu.  Dan perempuan itu belum juga menjawab dari wilayah mana dia berasal.

“Ini adiknya ya mbak?”, Tatag mengalihkan tanya kepada perempuan itu.
“Ohh, bukan mas, ini anak saya. Anak kandung saya”, Jawab perempuan itu. “O...oo, saya kira adiknya mbak, maaf ya mbak” Lanjut Tatag. “Lha bapaknya tidak ikut ya?” Tatag mencoba menyelidik. Perempuan itu diam,diam agak lama.
“Bapak saya pergi om......”, Gadis itu malah yang menjawab. Tatag diam, dia menjadi serba salah. Suasana diam.
“Lha mas sendirian aja ta ke sini?”, Perempuan itu  balik bertanya. “Anak istri di mana mas?”.
Tatag diam, dan kemudian menjawab. “Saya masih sendiri mbak. Saya belum menikah,dan mungkin tidak akan menikah...Saya sudag terlanjur berjanji  mbak...”
Perempuan itu kemudian melanjutkan pertanyaannya, “Berjanji dengan siapa mas,kok menikah dan tidak menikah bergantung janji?”Nada pertanyaan perempuan itu juga nampak penuh selidik. Ramainya suasana di panggung tidak bisa menyibak hening suasan hati Tatag.  Dia sudah terlanjur berjanji bahwa tidak akan menikah jika tidak dengan perempuan yang telah hadir dalam hatinya 15 tahun yang silam. Hanya karena orangtua perempuan yang tidak setuju, semua impiannya dirasakan pudar. Tatag diam. Kemudian band remaja itu hampir usai tampil. Saat usai, lampu dinyalakan semua.  Terangnya sinar lampu membaut siapa saja bisa melihat sekelilingnya, begitu juga Tatag dan perempuan itu..
Mereka berdua kaget bukan kepalang. “Ajeng..!!!!!!!!”, Suara Tatag gugup. “Masss Tt..a..Tag...” Perempuan itupun gugup. Beberapa orang disekitar mereka memperhatikan mereka berdua. Ada diantara mereka yang nampaknya kenal mereka. Dan orang itu berkata, “Nahh, akhirnya kalian bertemu, silakan lanjut saja. Jalin kembali kisah kalian. Masih ada waktu dan kesempatan”
Tatag diam, perempuan itu diam. Anak gadis itu duduk diantara mereka berdua...dan Lomba Paduan Suarapun berlanjut.

untuk dia yang masih sendiri



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH