MENYUSURI SUNGAI
Suatu ketika, seorang kakek memanggil cucunya.
Ketika si cucu menghadap, kakek itu bertanya, “Cucuku, maukah engkau mengikuti
aliran sungai di depan rumah ini sampai puncak mata airnya?”. Dengan lugu, si
cucu menjawab, “Mau kek, sangat mau”. Kemudian kakek itu membisikan sesuatu dan
dijawab dengan anggukan oleh si cucu.
JALAN KEMANDIRIAN EKONOMI
JALAN KEMANDIRIAN EKONOMI
Pagi itu udara cerah, secerah wajah anak lelaki
kecil yang bergirang menuju sebuah sungai. Dengan bersiul ia meniti sungai itu
dari bawah, naik menuju ke atas. Seperti bisikan kakeknya bahwa ia harus
mencari sampai pucuk di mana sumber terakhir aliran sungai itu berasal.
Bebatuan dilewatinya, jurang terjal,arus deras, beningnya air gunung dengan
ikan-ikan yang bermain dengan riang , ilalang dan belukar yang menghiasi aliran
sungai gunung menemani perjalanannya. Letih mulai mendera bersamaan dengan sang
surya yang meninggi. Dirasakan bahwa masih jauh letak sumber air puncak sungai
itu.
Namun ia tetap meniti aliran sungai itu. Namun manakala letih semakin
mendera dan dirasa masih jauh sumber puncak sungai itu, rasa gamang dan
semangat yang menyala mulai mereda. Sampai suatu saat mesti menghadapi cekungan
sungai yang terlihat agak luas dan dalam. Meragu sejenak. Semakin letih dan
dipilihnyalah untuk tidak melalui cekungan itu. Mendaki lereng sungai untuk
menghindari cekungan itu. Kemudian ia melanjutkan penelusurannya menggapai mata
air puncak. Akhirnya, saat letih membuai seluruh raga, sampailah ia diujung
mata air sungai itu dan betapa terkejutnya
ia, karena dilihatnyalah Sang Kakek dengan senyum damai menyambutnya.
“Bagus sekali cucuku, egkau telah mencapai puncak
sumber air sungai ini”. Agak tersipu malu si cucu menanggapinya. Lalu kemudian
si kakek melanjutkan bicaranya, “Apa yang kau temukan di cekungan sungai itu?”.
Kaget si cucu karena ia menghindari cekungan sungai itu. Dengan jujur ia
menjawab bahwa cekungan sungai itu ia hindari. Dengan nada arif dan bijak, si
Kakek melanjutkan bicaranya. “Cucuku, mengapa kau hindari cekungan sungai
itu?Ketahuilah, perjalananmu meniti sungai sampai pada puncak mata air ini
adalah lambang perjalanan kehidupanmu.
Janganlah kau memilih untuk menghindari
hidup yang memang harus kamu lalui. Kamu
tidak sadar bahwa di ujung cekungan itu kakek telah menaruh air kelapa muda
siap diminum. Namun karena kau menghindarinya, kau takpernah menjumpai kelegaan
itu. Apapun itu, hadapilah.Termangu si cucu itu dan malulah ia.
Mungkin
dalam menghadapi kehidupan ini, kita sering seperti si cucu tadi. Menghindari permasalahan hidup dan
tidak mencoba menguraikan serta menghadapinya dengan bertanggung jawab.
(tulisan ini pernah dipublikasikan di www.satuharapan.com, dengan penulis yang sama)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar