Sebuah
Nasehat dari Induk Ayam
Pagi yang cerah, udara dan langit seolah
berkompromi untuk memberikan keindahan untuk penghuni semesta. Kicau
burung-burung yang masih tersisa di alam bebas seolah ikut membuat suasana
semakin menyenangkan. Beberapa warga masyarakat sudah mulai beraktifitas sesuai
dengan panggilan hidupnya, dan ternyata pagi itu banyak senyum yang terlontar
dari wajah-wajah polos mereka.
“Wajah-wajah penikmat kehidupan yang sejati, tanpa terlalu berat
memikirkan persoalan dengan berlebih meskipun mereka juga memanggul banyak
persoalan”
Sambil
menggendong senik, beberapa ibu-ibu
sudah harus menyibak dinginnya pagi untuk dereb,beberpa
tukang angon bebek juga sudah menggiring bebek-bebek mereka menuju sawah-sawah
yang usai dipanen. Juga beberapa pak tani yang bersiul sambil memanggung pacul
menuju sawah mereka. Sungguh pemandangan yang mempesona, kehidupan alam yang
penuh harmoni dan cinta sejati.
“Itulah Nyanyian Kehidupan Sejati yang sudah ada sejak
perbakala. Namun Nyanyian itu sekarang mulai jarang diperdengarkan”
Tiba-tiba seekor induk ayam berteriak dan beberapa
anaknya berlarian menuju bawah sayap-sayapnya. Suaranya menyiratkan bahaya
sedang mengancam mereka. Dan ternyata memang iya, dari ketinggian,di pagi yang
cerah itu, seekor elang menukik cepat mencoba menyambar salah satu dari anak-anak
ayam itu. Beruntung sang induk mampu menjaga, mampu melindunginya, meski dengan
bertaruh nyawa. Elang itu kemudian kabur setelah ada beberapa ekor kambing
keluar kandang menuju tempat penggembalaan.
Dua unggas berlainan jenis/spesies itu pada pagi
yang indah sudah harus saling menyabung asa demi bertahan hidup. Si Elang,
sepagi mungkin mencari santapan dengan kemampuan istimewa yang diberi oleh Sang
Khaliq, sementara si Induk Ayam berjuang
semampunya menjaga keberadan diri dan calon keturunannya. Bukan masalah siapa
yang gagal dan berhasil, namun keduanya mengajari kepada kita, betapa hidup ini
adalah sebuah upaya bertahan demi menjaga eksistensi.
“Hidup adalah perjuangan, gagal atau berhasil itu tidak selalu
menjadi tujuan. Yang paling utama adalah seberapa jauh masing-masing telah
berjuang dan berupaya”
Keadaan kemudian kembali tenang, dan si induk ayam
mulai melepas anak-anaknya kembali. Mereka kembali bermain dan bekerja mencari
makan, sampai kemudian si induk menemukan makanan. Dengan suaranya yang khas,
si induk memanggil anak-anaknya, kemudian mereka berkumpul, menikmati makanan
hasil jerih induknya, karena bapaknya tak tahu entah ke mana.
Induk ayam itu mengajari manusia, betapa
perjuangan itu terkadang bukan untuk “diri” melainkan demi yang lain. Sudahkah
anda lebih berani berkorban seperti induk ayam itu?
Selamat Pagi Sahabat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar