SEBUAH
TELADAN KECIL
“Pak, kata ibu Guru, kita harus rajin menanam
tanaman, supaya banyak tanaman dan bisa membuat lingkungan hijau”, Demikian
anak tertuaku memberi penjelasan saat usai makan buah rambutan. Biji rambutan
itu ternyata disimpannya di sebuah botol minuman kemasan yang sudah tidak
terpakai. Dia bercerita bahwa ia ingin mengumpulkan biji-biji buah yang habis
dimakan dan akan di tanamnya.
Saat aku tanya,akan ditanam dimana dan caranya
seperti apa, dia menjawab polos. “Yang penting nanti kalau sudah terkumpul, akan
saya tanam di depan rumah itu, biar tumbuh dan jadi pohon buah. Nanti bisa
berbuah dan tinggal memetik”, anakku menjawabnya dengan polos.
“Lha ini ada banyak biji itu apa nanti cukup nak
tempatnya?”, Tanyaku kemudian. “Yang penting ditanam pak, makin banyak kan
makin baik”,Demikian dia menjawab.
Anak kecil yang sederhana dan hanya bertujuan
melaksanakan perintah guru di sekolah. Namun darinya ada sebuah keteladanan. Ketaatan
yang jujur dan mulia. Ketaatan yang di dalamnya tidak pernah bermain logika
orang dewasa. Bagi anak kecil, yang penting taat, yang penting melakukan
perintah. Namun selain taat, ada unsur penengertian yang mendalam dari tekadnya
menanam, yaitu bahwa ia hendak menjadikan lingkungan rimbun dan nanti tidak
usah selalu membeli buah, karena bisa memetik dari apa yang sudah ia tanam. Ada
harapan di dalam ketaatannya.
Jika saja kita semua mau belajar dari anak kecil
kita akan banyak memetik pelajaran berharga untuk kehidupan. Ada ketaatan di
sana, ada kesetiaan di dalamnya, ada pengharapan yang tertanam dari apa yang
dilakukannya. Sering orang dewasa terlalu bermain dengan logika dunia dan itu menghambat tekad mulia. Logika yang terkadang jika ditelusuri lebih dalam hanya
berujung pada materi dan harta, pada keadaan untung dan rugi. Mungkin jika yang
diminta mengumpulkan biji buah-buahan itu orang dewasa akan berpikir demikian, “Akh,
buat apa repot-repot ngumpulin, toh petani buah banyak, buat apa menanam,belum
juga tumbuh dan berbuah. Buang saja di tong sampah biji buah ini”,
Mungkin saudara yang membaca tulisan ini berpikir
seperti orang dewasa, silakan. Itu hak masing-masing pribadi, namun perlu
diingat bahwa kita ini hanya meminjam dunia ini untuk anak-anak dan cucu-cucu
kita. Maka, mari kita jaga semesta ini, meski dengan cara yang sederhana.
Salam cinta untuk semesta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar