Jumat, 12 Februari 2016

Cara Sederhana Menjaga Semesta

SEBUAH TELADAN KECIL


“Pak, kata ibu Guru, kita harus rajin menanam tanaman, supaya banyak tanaman dan bisa membuat lingkungan hijau”, Demikian anak tertuaku memberi penjelasan saat usai makan buah rambutan. Biji rambutan itu ternyata disimpannya di sebuah botol minuman kemasan yang sudah tidak terpakai. Dia bercerita bahwa ia ingin mengumpulkan biji-biji buah yang habis dimakan dan akan di tanamnya.

Saat aku tanya,akan ditanam dimana dan caranya seperti apa, dia menjawab polos. “Yang penting nanti kalau sudah terkumpul, akan saya tanam di depan rumah itu, biar tumbuh dan jadi pohon buah. Nanti bisa berbuah dan tinggal memetik”, anakku menjawabnya dengan polos.
“Lha ini ada banyak biji itu apa nanti cukup nak tempatnya?”, Tanyaku kemudian. “Yang penting ditanam pak, makin banyak kan makin baik”,Demikian dia menjawab.

Anak kecil yang sederhana dan hanya bertujuan melaksanakan perintah guru di sekolah. Namun darinya ada sebuah keteladanan. Ketaatan yang jujur dan mulia. Ketaatan yang di dalamnya tidak pernah bermain logika orang dewasa. Bagi anak kecil, yang penting taat, yang penting melakukan perintah. Namun selain taat, ada unsur penengertian yang mendalam dari tekadnya menanam, yaitu bahwa ia hendak menjadikan lingkungan rimbun dan nanti tidak usah selalu membeli buah, karena bisa memetik dari apa yang sudah ia tanam. Ada harapan di dalam ketaatannya.

Jika saja kita semua mau belajar dari anak kecil kita akan banyak memetik pelajaran berharga untuk kehidupan. Ada ketaatan di sana, ada kesetiaan di dalamnya, ada pengharapan yang tertanam dari apa yang dilakukannya. Sering orang dewasa terlalu bermain dengan logika dunia dan itu menghambat tekad mulia. Logika yang terkadang jika ditelusuri lebih dalam hanya berujung pada materi dan harta, pada keadaan untung dan rugi. Mungkin jika yang diminta mengumpulkan biji buah-buahan itu orang dewasa akan berpikir demikian, “Akh, buat apa repot-repot ngumpulin, toh petani buah banyak, buat apa menanam,belum juga tumbuh dan berbuah. Buang saja di tong sampah biji buah ini”,
Mungkin saudara yang membaca tulisan ini berpikir seperti orang dewasa, silakan. Itu hak masing-masing pribadi, namun perlu diingat bahwa kita ini hanya meminjam dunia ini untuk anak-anak dan cucu-cucu kita. Maka, mari kita jaga semesta ini, meski dengan cara yang sederhana.

Salam cinta untuk semesta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH