Kehancuran itu semakin nampak nyata. Seolah tidak
ada yang bisa menghentikannya. Jangankan menghentikannya, sedangkan untuk
menahannya saja teramat sulit. Apapun dan siapapun nampaknya tidak mampu
menghentikan kehancuran itu. Sebenarnya ada "Sahabat" yang semestinya bisa menolong menahan
kehancuran itu, namun nampaknya diapun
gagal, malah justru mempercepat pembusukan yang menghancurkan.
Siapa sahabat yang sebenarnya masih bisa
diharapkan itu? Dia bernama agama. Tidak dari negeri ini, dia dari tempat yang jauh di seberang sana. Dia sebenarnya asing
di negeri ini,namun dia sudah mampu seolah menjadi penghuni asli negeri ini.
Dia
dulu dikenal santun,ramah,baik, bersahabat,mendamaikan,merukunkan dan semua
yang baik ada pada dirinya. Namun perlahan namun pasti, dia berhasil mengusir
penghuni asli negeri ini. Menurutnya, penghuni asli negeri ini salah, sesat,
kafir dan sinkretis. Makanya, perlahan namun pasti, si penghuni asli HANCUR
lenyap entah ke mana.
Sahabat yang dulu ramah itu sekarang berwajah
beda. Beku dan kaku. Dan jika ditatap dengan lebih mendalam, nampak kebengisan
di balik wajahnya yang ramah, santun dan berwibawa itu. Dulu ia sangat
memperjuangkan kerukunan namun sekarang justru menjadi tentara perpecahan. Di mana-mana
dia –sahabat itu- menebar virus persengketaan. Kerukunan yang sudah terpelihara
dan terjaga sekian waktu, bahkan seumur peradaban ini, dibuatnya busuk dan
pelan-pelan hancur.
Keramahan yang merupakan kekayaan kami, karena hanya itu
kekayaan kami, mulai diusiknya. Ramah dan rukun itu boleh dan diijinkan, asal
satu golongan. Sahabat itu mulai meninggalkan kami, dia malah mulai
mendatangkan sahabat-sahabatnya. Kalau tidak salah, sahabatnya itu bernama
Haram. Selalu dia berujar dan mengucapkan nama itu jika melihat keakraban kami.
Sungguh parah narasi kehancuran itu saat ini. Karena
membela si tamu asing bernama agama itu, keluargapun tercerai berai. Orangtua dipisahkan
dan dilarang karena berbeda. Dan katanya, menurut sahabat itu, semua disuruh
oleh temannya yang bernama haram. Akhh sungguh mengerikan. Pakaian kamipun
diusirnya, kata Kawan sahabatku itu, pakaian asli itu sesat, tidak sesuai
dengan tulisan di buku ajaibnya. Akh..tidak taulah..
Aku sendiri tidak begitu paham makna tulisan di
buku ajaibnya itu. Yang aku tahu, itu bukan tulisan yang biasa aku kenal. Namun
justru sahabat kami itu selalu berpijak pada tulisan di buku ajaibnya itu. Padahal,
tulisan itu sudah lama sekali usianya. Ribuan tahun mungkin. Bukan dalam alam
berpikir kami,namun berasal nun jauh dari negeri asal sahabatku tadi..namun
sungguh ironis, kami malah tunduk pada aturan-aturan yang ada di buku ajaib
itu.
Pakaian kami adalah kehidupan kami. Pakaian itu
bukan sekadar penutup tubuh kami, namun lambang hidup kami. Dengan pakaian itu
kami menghayati diri kami bersama dengan alam semesta dan juga Sang Pencipta. Namun,
sekali lagi, menurut sahabatku tadi itu tidak boleh karena tidak tertulis,
tidak tercatat di buku ajaibnya.
Akan seperti apa kehidupan ini selanjutnya??
kehancuran semakin nyaring bersuara...
......bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar