Sabtu, 27 Februari 2016

Cara Aku Mengingatmu..


Pada Sebuah Pagi
Sebuah kenangan tentang sosok ibu (simbok)

Tidak seperti biasanya, aku terlelap ketika jarum jam belum melintasi angka 12. Mungkin letih,mungkin juga aku kekenyangan. Yang pasti aku terlelap, bersama kedua anak. Entah apa sebabnya pula, saat hampir dini hari, aku terjaga,kemudian sadar bahwa tugas dan tanggungjawab belum usai,maka segera kuberingsut menuju ruangan tempatku biasa berkarya.

Saat separo jalan aku mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabku,aku mendengar ayam jantan berkokok. Hal yang biasa tentunya, karena memang kokok ayam jantan pada pagi hari –dulu- sering dipakai sebagai penanda bahwa hari telah berganti. Suara itu tidak tidak sendiri ternyata, bersama dengan azan dan peringatan bahwa waktu  sudah tiba.

Bukan kedua suara itu yang menarik perhatianku. Justru dengan suara kokok ayam di waktu sepagi ini seolah memanggil ingatanku akan sebuah waktu. Yah,,,waktu dulu yang telah berlalu,waktu masih ada ibu (simbok). Dulu, sepagi ini beliau sudah bangun meski selalu berangkat tidur saat larut telah tiba. Dulu, beliau selalu paling awal membuka hari, saat semua orang di dalam rumah masih sibuk dengan segala mimpi dalam dekapan selimut kusam dan tikar robek yang terkadang baunya sangat khas dan sulit dilupakan.

Ibu, selalu menghadirkan rinduku. Rinduku untuk mengenang dan mengingatmu. Terkadang banyak hal kujumpai memanggil rinduku akan sosok dirimu. Sosok yang sabar dan penuh semangat bekerja, meski baru kutahu setelah berpulangmu bahwa ternyata dalam tubuhmu,kau simpan sembilu yang justru melukaimu. Seandainya dulu aku kau beri tahu dan aku kemudian berjuang, mungkin saat ini engkau akan masih bersama dengan kami. 

Masih bisa kberharap melihatmu menimang danmenggendong serta memanjakan dua cucumu  dariku. Karena aku tahu ibu, itulah yang selalu kaurindu.
Sepagi ini, dulu, engkau telah bersibuk diri di dapur. Menyalakan tungku, merebus air, erebus kedelai untuk membuat tempe. Takpernah engkau membangunkan kami, karena engkau selalu berpendapat,” Wong turu kui wong sing paling merdika, mula aja pisan-pisan ngganggu. Yen wis wancine tangi ngko lakyo tangi,,,”. 
Sungguh mulia kesadaranmu itu. Dan manakala aroma masakan sederhanamu hinggap di hidungku, terjagalah aku. Sebelum kau berangkat berkeliling menjajakan sayuran dan tempe buatanmu, kau berpesan “Sebelum berkarya, sarapanlah dulu”. Dan itu selalu aku lakukan meski aku juga tahu, hal itu malah takpernah kau lakukan. Kau berjuang sedari wagi sampai malam, mengelilingi desa demi desa tuk menjajakan sayuran dan tempe. 

Terkadang uang lembaran-lembaran kumal rupiah kau dapatkan,terkadang kepingan-kepingan logam,terkadang barteran barang-barang kau kumpulkan dan bahkan malah terkadang ada yang berbisik lirih,”Aku ngutang sik yo,,,”. Dan senyumu, walau letih terlihat dari sebening keringat di dahimu, masih kau sunggingkan.

Saat pagi ini, kepingan-kepingan kenanganku bersamamu terlintas jelas kembali. Suara air kau tuangkan dari Jun dan ember yang kau ambil dari sumur tetangga, dan itu kau lakukan manakala aku masih tertidur,jelas menggema kembali dalam ruangan kenangan ini. Sesuatu yang terkadang memanggil air mataku tuk menetes, meski lamban dari ujung mata ini. 
Kenangan yang juga akan terpanggil saat malam, sepulangku dari aktifitas harianku dan kudapati sosok bapak yang terggolek lemah dalam kelumpuhannya,kudapati pada tiga sosok yang terlelap,istri dan kedua anakku. Aku ingat pesanmu, sesaat sebelum kau akhiri derita akibat sakitmu, kau memintaku untuk menjaga bapak. Aku sudah lakukan bu,wis tak lakoni mbokk…Juga welingmu untuk segera membangun rumah tangga, juga sudah aku lakukan. Sekarang, gurauan dan teriakan saling berebut mainan dari dua buah kasihku selalu menemani hari-hariku ibu. Aku tidak tahu dengan jelas, apakah engkau bisa melihat dari alammu tentang keadaanku sekarang ini, harapku kau bisa dan dengan itu,kau bisa tersenyum meski kami takbisa menyapamu langsung. 
Terkadang, sengaja kukatakan pada kedua cucumu cerita-cerita tentangmu. Dan si kecil.yang oleh bapak dipanggil “Kunil” karena belum mau makan nasi,sampai usia dua tahun akan bertanya dalam ceracaunya,’bapak,,mbbbah mimi,,,mbahh mimi,,”Akh,,,betapa bahagiamu ibu andai saja kau dengar langsung suara itu meski aku yakin dan percaya, saat ini kau lebih bahagia.

Saat pagi seperti ini,aku selalu merindumu ibu. Sekarang,aku akan mantapkan langkah,akan kusediakan selalu waktuku, selalu sepagi ini untuk memanggil rinduku untukmu…
Kuangkat wajahku,kulihat benda penunjuk waktu. Ternyata sejam telah berlalu kugerakkan jemariku pada tuts computer portable ini. Dan di monitor juga menunjukkan hitungan waktu yang sama. Akh,,,ternyata rinduku padamu ibu,memanggil gairah semangat hidupku,,

Suara mercon itu kemudian mengakiri kenangan rinduku untukmu saat ini, dan juga diikuti tangisan si Kunil yang memanggilku tuk dibuatkan minuman. Salam kangen dari kami ibu…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH