Jumat, 24 Mei 2019

BELAJAR DARI POHON YANG MERANGGAS

OBAT SAAT MERANGGAS


Mungkin tidak banyak orang yang mau memperhatikan siklus kehidupan pepohonan. Semua karena kebasan, tidak ada yang memaksa untuk memperhatikan. Selain itu juga karena memang tidak ada keuntungan material dengan memperhatikan gerak-gerik pepohonan, yang ada malah justru perbuatan itu adalah kesia-siaan. Ya tidak mengapa,toh hidup adalah pilihan dan pilihan itulah yang akan dinikmati oleh masing-masing pribadi.

Kembali ke soal siklus pepohonan (tertentu), ada saatnya mereka meranggas, yaitu meluruhkan semua daunnya untuk menjadikan pepohonan itu telanjang (meminjam istilahnya Alm. Gombloh). Dalam ketelanjangan, pepohonan itu sangat tidak menarik dan bahkan bisa jadi malah menjadi “sampah” pemandangan. Asumsi ini berangkat dari pengamatan saya, bahwa sangat jarang di saat musim kemarau, saat pepohonan meranggas, banyak yang berselfie dan diunggah ke media sosialnya. Namun saat pohon itu rimbun, banyak sekali yang mengagumi dan memuji keberadaan pohon tersebut. Di atas semuanya, si pohon tidak pernah pusing dengan situasi di sekitarnya (andaipun pusing, saya juga kurang paham..hehe)

Meranggasnya pepohonan adalah sebagai media pembaharuan, dari sesuatu yang “using” pada jamannya, menuju ke sesuatu yang baru, sesuai kondisi jamannya pula. Ada jeda waktu dalam meranggas, yang kalau boleh saya istilahkan sebagai saat bertapanya pepohonan. Dengan meranggas, maka penguapan dibatasi,karena daun-daun dbiarkan luruh. Dengan pembatasan penguapan, maka si pohon sedang bertahan dari ancaman kematian. Setelah usai bermeditasi atau bertapa, akan tiba saatnya kuncup-kuncup daun baru bermunculan. Dan ini juga sebagai penanda, bahwa, musim panas,musim kemarau sudah akan menutup episodenya.

TIPS AGAR GIGI TIDAK MERANGGAS


Bahasa alam, termasuk di dalamnya bahasa pohon dengan siklus meranggasnya, sering dipakai manusia untuk menandai siklus makrokosmos, siklus alam semesta. Dan semua bermanfaat untuk menjaga keberadaannya sebagai makluk hidup, semisal petani akan segera bersiap bertanam dengan hadirnya kuncup-kuncup daun dari pohon yang usai meranggas.
Usai meranggas adalah masa menggairahkan untuk pepohonan. Akan segera hadir dedaunan baru, warna yang  berubah, kemudian saat pagi, kemilausinar matahari akan berloncatan serta menari pada pucuk-pucuk dedaunan itu dan itu menjadikan manusia tertarik untuk kemudian mengabadikannya dalam bingkai hidup mereka.

Terkadang, dalam meniti jalan kehidupannya, manusia juga mesti “meranggas”, meniti jalan-jalan sepi, jalan-jalan sunyi, rute terjal dan juga kabut pekat keragu-raguan. Seolah harapan terhempas alam, dan tidak jarang ada manusia yang terjerumus dalam kubangan keputusasaan. Meranggasnya dedaunan pada pepohonan adalah “bertapa”nya pepohonan demi esok yang lebih baik. Maka, sebagai manusia (yang membaca dan merasa sebagai manusia lho ya,.)semestinya bisa meluangkan waktu untuk “bertapa”, untuk mempersiapkan esok yang lebih ceria dan cerah.

Dalam proses “pemeranggasan”, akan dilebur semua sisi-sisi serta energi negative dalam seluruh kehidupan manusia. Ada dendam,sakit hait,kemalasan, penolakan, kecemburuan, ketertutupan,keangkuhan,kemunafikan,…semua harus diluruhkan untuk kemudian menjadi sesuatu yang baru dan elok dilihat oleh seluruh semesta..

Selamat Meranggas..



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH