Namaku Nikodemus, aku seorang Farisi, aku sangat lama
mempelajari Hukum Taurat, sekitar 13 tahun, baru aku bisa disebut Ahli Taurat. Mohan
dimengerti, meskipun aku asli Yahudi, namun namaku sangat Yunani. Ini pengaruh
penjajahan Aleksander Agung tiga ratus tahun sebelum kelahiranku, dan semua
menjadikan budaya kami bercampur, juga soal nama. Nikodemus, dari dua kata
Nikos yang berarti kemenangan, sementara
Demos berarti rakyat. Jadi kalau boleh aku mengartikan namaku, seseorang
yang diharapkan menjadi pejuang untuk
membawa kemenangan rakyat atau bangsa kami. Mungkin itu doa dan harap kedua
orangtuaku. Kalau kemudian ditanya, sudahkah aku melaksanakan makna dari
namaku, jujur aku tidak bernai menjawabnya.
LUNNA NIKODEMUS
Dalam peziarahanku dengan iman Yahudi yang kental dalam
hidupku, juga dalam pembelajaran tentang Kitab Musa, aku menemukan banyak hal
yang sebenarnya mengantarkanku untuk membela sosok yang baru saja aku minyaki
dengan minyak wangi, sosok yang sangat aku idolai, meski aku sangat kerdil
untuk memprokalmasikan di depan semua orang. Meski aku kerdil, ini pengakuanku,
naun berulang kali aku mencoba mengajak berdiskusi sesame ahli taurat, tujuanku
jelas, ingin menyadarkan mereka, bahwa membenci Rabbi Muda nan Revolusioner
dari Nazaret itu adalah sebuah kesalahan.
Berulang kali aku mencoba, namun seperti menghantam
karang-karang gunung Sinai, gagal. Meski gagal namun aku tidak berputus asa,
sesekali aku mencoba mendekati pemuda hebat dari Nazaret itu, hingga yang
paling aku ingat adalah ketika suatu malam, aku mengunjungiNya, aku
menjumpaiNya. Dalam percakapan sembari minum anggur dan juga menghisap cigarette,
aku diajarinya tentang Hidup Baru. Oiya, pemuda dari Nazaret itu penggemar cigarette
khas daerahnya, dan sesekali aku diberinya, aku mencoba serta menikmatinya. Sungguh
bahasa cinta yang unik dariNya.
Kembali ke ceritaku tentang pertemuanku, dan saat aku
sebagai orang yang bergelar Ahli Taurat, dipermalukan dengan bahasa lembut. Saat
aku selalu menggunakan akal pikranku untuk menjangkau ajaran Illahi melalui
Kitab suci, Dia, pemuda revolusioner dari Nazaret itu menamparkan dengan bahasa
hati, bahasa cinta. Tidak akan mungkin seseorang, siapapun dia, akan bisa
berjumpa dengan Allah kalau tidak lahir baru. Bagiku itu mustahil, bagaimana
mungkin yang sudah besar dan dewasa masuk lagi ke Rahim ibunya, namun ternyata
kelahiran baru itu adalah perubahan cara berpikir, perubahan orientasi hidup,
perubahan pandangan hidup. Dan aku ternganga dalam selaksa pesona.
Aku menulis tulisan ini, selagi aku dalam gundah
sekaligus sedih. Aku menulis tidak di
ruangan kerja, anmun di sebuah tempat sepi dalam kesendirianku. Aku masih
berdiam di sekitaran Bukit Tengkorak itu, setelah semua proses penyaliban dan
pemakaman usai. Aku diajak Yusuf yang dari daerah Arimatea, membantu menurunkan
jenasah Rabbi Revolusioner dari Nazareth itu, kemudian aku meminyakinya dengan
minyak mur dan gaharu, yang selalu aku bawa. Aku sadar, harga minyak yang aku
pakai meminyaki jenasah Rabbi dari Nazaret itu bisa untuk membeli empat rumah
di sekitaran desa Nazaret, namun aku melakukannya dengan sukacita.
AKUN FB NIKODEMUS
Usai meminyaki Jenasah Rabbi Dari Nazareth itu, aku hanya
bisa menyaksikan Yusuf dan beberapa pembantunya mengotong jenasah itu, kemudian
aku menyingkir ke tempat tersembunyi, tidak jauh dari lokasi penyaliban. Sempat
juga sekilas aku melihat si Yudas, yang memberikan kabar tentang keberadan
Rabbi asal Nazaret itu, hingga para rekanku ahli Taurat dan penguasa meudah
menangkapNya. Sekilas yang kuingat tentang si Yuada ituadalah wajah yang penuh
kepedihan dan kemudian sembari terisak,karena melewati jalan di dekat aku
berada, ia berlari ke arah barat daya, entah ke mana aku tidak pernah tahu.
Dalam dingin yang menusuk tulang, malam setelah
penyaliban itu aku diam di sebuah gubug reyot, entah milik siapa. Aku ingin
menunggui janasah Rabbi dari Nazaret yang aku yakini akan seperti janji Kitab
suci,dan juga janjiNya, bangkit dari orang mati, pada hari ketiga setelah
kematianNya. Malam pertama terasa berat dan menyiksaku, bekal makanan dan minum
ada, namun takjua bisa mengusir dingin dan gelisah yang mendera. Hingga pagi
aku merasa takbisa tidur dengan sempurna, karena berisik prajurit penjaga makam
itu yang mabok anggur semalaman. Aku terheran, mengapa kalau mereka tidak
percaya akan kebangkitanNya pada hari ketiga, namun mengutus prajurit untuk
menjaga makam itu?Apakah sekedar ketakutan jenasah itu diambil pra murid Rabbi
dari Nazaret itu?
Manusia kalau sudah didera benci, maka seluruh gerak
kehidupannya adalah kebencian. Manusia kalau sudah dikuasahi benci, maka detak
jantung dan tarikan nafasnya adalah dendam dan upaya untuk menghancurkan yang
dibencinya itu. Energi yang sebenarnya bisa dialihfungsikan untuk mendorong
daya ledak cinta kasih, menyublim habis demi mengikuti tarikan-tarikan benci. Dan
aku, aku masih berputar-putar antara meniti jalan kebenaran sesuai jeritan
nuraniku, juga masih bertahan dengan jabatanku yang dengannya aku mendapatkan
segala kemudahan dan penghormatan. Akh…harusnya aku berani seperti Rabbi dari
Nazaret itu!!
Sepanjang Sabbat, aku mengasingkan diriku di bukit
tengkorak, sendirian. Hanya beberapa prajurit penjaga, yang entah tahu atau
tidak keberadaanku. Juga yang aku heran, ke mana rimbanya para murid Rabbi dari
Nazaret ini? Simon yang berwajah sangar dengan watak berangasan, tidak terlihat
di penyaliban, meski dari beberapa kaak-kusuk, ia mengikuti rombongan paska
penangkapan di Kebun Getsmane. Yohanes sama sekali tidak terlihat, juga
Andreas. Si Thomas yang apatis dan juga fatalis, tidak juga aku lihat, malah si
Yudas yang sempat aku lihat, namun kemudian lari ke arah barat daya, seperti
catatanku sebelumnya.
Dan yang kusaksikan serta aku alami adalah sebuah
keajaiban saat siang di sabbat itu. Siang di tempat jauh dari rumah ibadah,
sungguh pengalaman yang istimewa untukku, yang selama ini selalu terpenjara
dalam tembok-tembok tempat ibadah dan juga penjara aturan-aturan itu. Sebuah keheningan
aneh, keheningan sempurna untuk alam semesta yang kujumpai.
Berisik para prajurit yang menjaga makam sirna, karena
pengaruh anggur yang mereka minum, mungkin terlalu banyak dan juga mungkin
membayangkan bayaran berlebih karena tugas istimewa menjaga makam dari sosok
yang dianggap musuh utama agama kami. Semua binatang liar penghuni Golgota juga
sama sekali tidak beraktifitas, mungkinkah mereka juga beragama Yahudi sehingga
takut dihukum para ahli taurat sepertiku?Nampaknya tidak, dan keheningan itu
adalah akibat dari energi ajaib dari Makam yang di dalamnya ada Jenasah Rabbi
dari Nazaret itu.
Seperti aku, semua makluk seolah mengarahkan semua
perhatian ke makam itu, sehingga semesta menjadi diam dalam keheningan purba. Juga
para kerabat Rabbi dari Nazaret itu taksatupun yang nampak, apalagi bapaknya,
sampai setua ini, tidak lebih dari jumalh jari satu tanganku akau menjumpai
bapak dari Rabbi itu. Mungkin semua sedang tenggelam dalam keharuan dalam balutan
duka yang terdalam, sehingga enggan melakukan apapun.
Dan saat matahari tenggelam di sabbat itu, aku semakin
berdebar dalam harap dan terbalut ragu. JanjiNya, paska kematian akan bangkit
saat memasuki hari ke tiga dan manakala matahari sudah terbenam, terpelosok di
punggung bukit nun jauh di ufuk barat, seharusnya ada keajaiban dari dalam
makam itu. Mataku tertuju ke makam, di mana jenasah Rabbi dari Nazaret itu
dimakamkan, sedari terang karena sisa-sisa cahaya matahari, hingga temaram dan
sempurna gelap. Tidak ada keajaiban. Dan gelisah semakin mendera aku, kudongakkan
ke atas, langit cerah, gemerlip bintang berlomba memacu cahaya yang adalah
miliknya.
Dalam kegudahanku, aku masih memeluk sebuah harap, bahwa
dari dalam makam itu, sebelum esok matahari kembali terbenam, aka nada mujijat
seperti cerita kitab suci. Biarlah aku menunggu dalam kesendirian, menunggu
dalam keresahan seorang diri. Malam ini biarlah menjadi malam terakhirku di
bukit ini, semoga esok aka nada cahay yang menyinari keraguanku. Aku hanya
berharap, di kemudian waktu, aka nada banyak orang meniti jalan sunyi dalam
penantian kebangkitanNya, menanti dengan iman meski ragu mendera sepanjang
masa.
Salam dariku
NIKODEMUS si Peragu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar