Minggu, 21 April 2019

MENELIKUNG KERAGUAN




“Siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?”, Entah siapa yang memulai mengajukan pertanyaan dari ketiga perempuan yang pagi itu sedang bergegas menuju pemakaman, tempat di mana “Idola” mereka terbunuh dan kemudian dimakamkan. Tidak ada keterangan jelas untuk pembaca mengetahui, perempuan pertama yang mengapungkan pertanyaan tersebut, namun kemudian nampaknya pertanyaan yang merupakan bahasa keraguan itu, menjadi milik para perempuan itu. Dan Juga, akhirnya, keraguan personal dan kehidupan komunal menjadi keraguan bersama..

LUNNA Si Perempuan Hebat

Apakah ada yang salah dari pertanyaan tersebut? Jelas tidak. Pertanyaan itu sejatinya terlahir dari  kesadaran diri para perempuan itu, yang merasa sangat terbatas soal kekuatan fisik. Mereka sadar, karena mungkin ikut menguburkan, setidaknya melihat dari jauh, jenasah itu, sehingga tahu benar betapa besar batu yang dipakai untuk menutup pintu kubur itu.

Para perempuan itu saling menyadari keterbatasannya, namun demikian mereka tidak menghentikan langkah, meski sebongkah ragu menggoda mereka. Bisa dibayangkan jika sesampai mereka di makam, dan sudah siap dengan segala keperluan untuk meminyaki jenasah, agar tidak menimbulkan bau tidak sedap, namun mereka tidak bisa mesuk ke dalam kuburan itu. Kecewa, sedih dan juga marah.


Kaos Bagi Para Penikmat KOPI
@Rp.100.000
Minat WA 081328273206


Para perempuan itu tahu betul keterbatasan mereka, dan juga dengan polos mengungkapkan keraguan mereka. Soal keraguan ini yang bisa menjadi cermin untuk siapa saja, juga yang membaca tulisan ini siapapun dan dimanapun. Terkadang bukan ketidakberdayaan atau kelemahan yang mejadi penghalang manusia untuk menemukan “Sang Illahi”, namun justru keraguanlah yang menjadi penghalang terbesarnya. Manusia sejatinya tercipta sempurna, sebagai pribadi di hadapan Yang Illahi, artinya seberapun dan seperti apapun bentuknya, dia unik dalam bingkai kesempurnaan ciptaan, karena manusia tercipta beda satu dengan yang lainnya.


Karena kesadaran akan keunikan tadi, semestinya manusia bisa mengaktualisasikan dirinya, sesuai dengan “panggilan” dalam hidupnya. Dalam perspektif berpikir demikian, manusia bisa melakukan apa saja saat itu menjadi kebutuhan yang dirindukannya. Namun semua akan menjadi lumpuh takberdaya, saat virus Ragu itu menjangkiti manusia.

Demikian juga dengan para perempuan hebat yang sedang berjalan menuju pemakaman. Dalam gelora semangat untuk menunjukan sikat taat dan cinta kepada “Sang Idola”, tiba-tiba mampirlah si ragu, mencoba menghadang langkah mereka. Namun nampaknya para perempuan hebat itu tetap setia melanjutkan perjalanan mereka, meski ragu menggoda dengan segala upaya. Itulah kehebatan serta kekuatan para perempuan itu, sanggup meniti langkah menuju tujuan, mesti godaan deras menggoda.

Bisa  saja mereka berhenti, kemudian “rapat”, dan mengambil keputusan bersama. Dan dalam keputusan bersama itu, bisa terjadi juga  mereka akan menghentikan kobaran semangat menuju pemakaman, dan meminta bantuan “kaum yang lebih kuat” untuk menolong mereka. Namun nampaknya mereka, para perempuan itu, sadar bahwa mengehntikan langkah adalah kekalahan dari virus keraguan yang sedang mendera mereka. Oleh karena itu, mereka dengan segala keterbatasan tetap melanjutkan perjalanan. Saya curiga (mungkin bisa dikatakan yakin) bahwa dalam perjalanan mereka, para perempuan itu berdoa dalam hati atau batin, agar diberi kekuatan dan mujijat.



“Melanjutkan Perjalanan”, adalah strategi jitu untuk menelikung keraguan. Da itu semua dimainkan dengan sangat sempurna oleh para perempuan yang menuju pemakaman sang Idola mereka. Saat melanjutkan perjalanan, bukan berarti si ragu pergi jauh, namun justru semakin konyol dan edan menggoda mereka, semakin dekat ke lokasi (akan ) terjadinya mujijat, semakin kuatlah si ragu menggoda. Dan bisa jadi, para perempuan tadi semakin kuat berdoa, semakin “ndremimil”, sebuah istilah dalam bahasa Jawa yang artinya kurang lebih berdoa berulang dalam mulut secara lirih.

Dengan “Melanjutkan Perjalanan”, maka terjadilah pertempuran dasyat, antara “spirit keterbatasan” melawan “spirit kepercayaan”. Dasyatnya pertempuran laksana palagan Kurusetra, manakala mengejar waktu matahari terbenam. Spirit Keterbatasan dengan ragu sebagai actor utamanya akan terus dan terus memompakan sisi lemah para perempuan itu, sementara Spirit Kepercayaan” juga terus membisikan semangat agar perjalanan tetap dan terus dilanjutkan. Semakin dekat semakin dasyat pertempuran itu.

Adegan pertempuran usai, saat para perempuan itu sampai di lokasi pemakaman. Seperti apa lokasi tepat kompleks pemakaman itu saya kurang paham, karena belum pernah ke sana, namun bisa jadi kekalahan si ragu tidak saat sampai, namun saat para perempuan itu melihat. Apa yangt dilihat?Batu penutup kubur yang terguling. Narasi dari buku suci mengatakan, bahwa mereka melihat dari dekat baru yakin kalau batu penutup makam itu sudah benar-benar terguling.

Nampaknya kompleks makam itu di sebuah lereng, sehingga harus dalam jarak dekat bisa melihat. Bisa jadi dari kejauhan, dari lekukan-lekuan bukit, dari jauh para perempuan itu sudah melihat, bahwa pintu kubur sudah bergeser, dan itu yang memompa semangat mereka untuk segera sampai. Dan setelah MELIHAT dari dekatlah, mereka baru percaya dan pertempuran usai. Keraguan yang disponsori oleh viru ragu terhempas.

Tulisan ini juga saya peruntukan bagi kaum perempuan,yang di hari paskah 2019 ini memperingati hari kelahiran pelopor perjuangan kaum perempuan, Ibu Kartini. Bisa juga ibu Kartini ketika memperjuangkan ide hebatnya dihantui, digoda dan dihambat oleh keraguan, namun keputusan “Melanjutkan Perjalanan” menjadikan beliau menjadi tokoh yang dikenang sebagai pahlawan perempuan.

Wahai perempuan, engkaulah ibu semesta, dari rahimmulah dimulai kehidupan di jagad raya ini. aku yakin, seperti juga pengalaman para perempuan yang sedang menuju makam itu, bahwa keraguan sering menggodamu, keraguan sering menghadangmu dan juga keraguan sering mengecilkan semangatmu. Namun dalam semuanya, engkau tetap “Melanjutkan Perjalanan”, demi kelanjutan kehidupan. Esok, lusa dan di hari-hari yang akan terjelang, bayangan “batu besar” yang menutupi jalur perjalanan mencapai tujuan itu akan selalu ada, namun tetaplah melangkah, agar sampai di tujuan dengan menjumpai “batu penutup” itu sudah sirna.





Untuk
Perempuan Hebat Yang Selalu didekatku




1 komentar:

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    BalasHapus

FIKSI Di Malam PASKAH