Sebuah Satatan Ziarah Iman Selasa 22 Januari 2019
Cara
berpikir yang benar sangat menentukan irama dan arah hidup setiap manusia. Apa yang
dipikirkannya tentang sesuatu, itu yang akan mempengaruhi seluruh aspek
kehidupannya. Jika di dalam pikirannya yang ada hanya keuntungan semata, maka
dia atau mereka hanya akan bertindak demi keuntungan. Semua hal yang tidak ada
kaitannya dengan keuntungan, pasti akan ditinggalkannya. Dan yang lebih ironis
lagi, perihal keuntungan itu hanya disekitar harta.
Jika
manusia dalam kehidupannya dikuasahi cara berpikir berbagi, dengan dasar
falsafah bahwa manusia adalah keutuhan, maka dia atau mereka akan menempatkan “yang
lain” sebagai bagian dari dirinya. “engkau” adalah “aku” yang lain, ketika “engkau
melukai “aku” maka sejatinya “engkau” sedang melukai diri sendiri. Pun demikian,
jika “aku” menipu” yang lain,yang seolah bukan dirinya, sejatinya dia sedang
menipu “aku”nya sendiri atau dirinya sendiri.
Ingin Seperti Ibu dalam Video di atas? Klik INI
Dengan
cara berpikir ini, maka semestinya kesejahteraan “dia” adalah kesejahteraannya
juga, kesedihannya adalah kesedihanya juga, kelukaannya adalah kelukaannya
juga. Ini semua yang mesti diubah untuk siapapun, dengan CARA BERPIKIKIR
seperti ini, tidak aka nada yang saling melukai atau menyakiti, mengingkari
atau meninggalkan, karena semua sadar bahwa dia atau mereka adalah aku yang
lain..
Hidup
Berkelimpahan sebenarnya bukan terletak pada seberapa yang dimiliki, melainkan
seberapa dia atau mereka mampu dan bersedia membagi untuk yang lain. Hidup Berkelimpahan
bukan seberapa perhatian yang diterima melainkan seberapa perhatian yang
diberikan, ini semua syarat atau kunci kehidupan yang berkelimpahan. Sepanjang
berpikir bahwa aku harus memiliki maka di sana yang ada hanya
ketidakpuaan,namun ketika berpikir aku akan berbagi apapun yang kumiliki, di
sana ada keadaan terlepas dari “rantai” pikiran yang membelenggu.
Ada kisah
menarik yang ada di Lukas pasal 2, khususnya di ayat 16-21. Di sana kita akan
belajar, akan bercermin bagaimana “pola hidup” berkelimpahan. Ada kawanan
gembala, yang pasti secara harta mereka miskin, karena mereka hanya bekerja dan
bukan menjaga miliknya. Mereka sedang ada di padang, tempat yang jauh dari
pemukiman. Mereka nampaknya sedang beristirahat karena malam, mereka nampaknya
tidak memiliki harapan yang muluk-muluk, mungkin hanya butuh makan kenyang dan
anak istri mereka juga demikian, meski karena sedang dalam penjajahan mereka
juga berharap akan terbebaskan. Dalam situasi yang tserba terbatas itu,
muncullah peristiwa Illahi, hadirnya rombongan Malaekat yang memberi. Apa yang
diberi oleh Malaekat itu?Emas,perak,kemenyan,mur,uang,fasilitas?Bukan, Malaekat
itu memeberi berita atau kabar. Lalu apa reaksi para gembala?Cuekkah mereka,
marahkah mereka, meremehkankah mereka?Tidak, mereka merespon dengan serius. Respon
itu tidak sekedar manggut-manggut, namun kemudian ada tindakan, yaitu mencari
sesuatu yang dikabarkan kepada mereka.
Solusi Jitu Migrain KLIK INI |
Apakah
para gembala itu DISURUH atau didhawuhi?Tidak, para Malaekat hanya memberi
kabar,memberi informasi. Lalu mengapa mereka bergegas mencari apa yang
dikabarkan? Karena mereka memiliki cara pandang tentang HIDUP YANG
BERKELIMPAHAN. Bagi mereka, informasi adalah karunia, bagi mereka sapaan adalah
anugerah dan bagi mereka kehadiran Illahi adalah mujijat. Sementara para
Malaekat (utusan raja) berkabar karena memang tugas mereka menyampaikan warta. Dua
golongan yang ada dalam narasi lukas 2 ayat 16-21 adalah gambaran cara pandang
Hidup Berkelimpahan, tidak harus uang dan harta di sana.
Sekarang,
apakah bisa memiliki cara pandang seperti mereka?Bisa, asal mau. Bisa asal
berniat. Namun itu juga sulit,membaca tulisan sependek ini saja sudah pada
sambat..Iya kan? Kalo mau sambat, tulis di kolom komentar, gasah WA,esemes atau
telpon..hahaha..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar