Sebuah Satatan Ziarah Iman Minggu 20 Januari 2019
Ketika
menyebut kata BERKAT dan BERKELIMPAHAN, maka angan kita semua langsung
melambung ke sesuatu yang berbentuk benda atau materi. Dan bisa jadi pula
kebanyakan orang (termasuk yang membaca tulisan ini) langsung membayangkan uang
dalam jumlah yang banyak,uang yang tanpa ada nomor serinya. Berkat dan konsep berkelimpahan seringkali dibonsai
maknanya hanya di sekitar uang dan segala sesuatu yang bersifat material. Kesuksesan
juga sering diberi makna seberapa materi (lebih tepatnya uang) yang
dikumpulkan. Jumlah yang dikumpulkan akan menjadi instrument pengukur seberapa
orang itu dinilai berkelimpahan atau dalam bahasa umum KAYA. Untuk materi yang
lain, semisal benda-benda lain seperti tanah,mobil,hewan,emas dan yang lain
juga menjdi alat ukur, namun tidak sehebat uang. Orang tidak akan pernah
berteriak tidak punya emas,hewan,tanah atau benda yang lain,namun akan selalu
mengatakan “Tidak punya uang..” atau “Ra nduwe duit..” dalam mengungkapkan
kebradaan hidupnya,meskipun ia bisa jadi punya tanah berhektar-hektar, mobil
banyak,hewan takterhitung dan perhiasan emas taktertimbang..
Di luar
uang, sepertinya belum termasuk dalam kategori berkat,dan karenanya jarang
orang yang sehat mengatakan berkelimpahan, amat jarang orang memiliki saudara
dan sahabat yang banyak mengatakan berkelimpahan, amat jarang orang yang
memiliki banyak saudara mengatakan berkelimpahan. Demikian juga dengan
kesehatan,kesempatan atau waktu, itu juga belum masuk ke dalam kategori berkat,
sehingga berkelimpahan waktu tidak pernah dipakai untuk dibagikan kepada orang
lain melalui diskusi, berembug,menyapa dan yang lainnya. Karena dalam pikiran
sebagian besar orang, waktu ini adalah waktuku, kesempatan ini adalah
miliku,maka untuk apa aku memberikan atau membagikannya kepada orang lain? Dan
pada akhirnya,sebenarnya tentang kelimpahan atau kekayaan itu bukan terletak
pada situasi yang Nampak, namun pada situasi yang tidak Nampak.
Berkelimpahan
atau Kaya adalah CARA BERPIKIR, sementara cara berpikir dipengaruhi banyak factor.
Ketika manusia berpikir bahwa hidupnya adalah bukan dari dirinya, bahwa hidup
yang dimilikinya adalah dari Sang Khaliq, maka seharusnya ia (manusia itu)
sadar, bahwa Sang Khaliqlah yang akan menguasahi kehidupannya, sehingga pasti
akan dicukupkan. Tugas manusia adalah bekerja serta mengerjakan apa yang
menajdi bagiannya, karena dengan bekerjalah Sang Khaliq akan mengalirkan apa
saja yang menjadi kbutuhannya.
Ini semua
tentang cara berpikir. Ketika cara berpikirnya dikuasahi oleh paham bahwa semua
yang ada dalam dirinya adalah miliknya yang mutlak, maka semua yang di luar
dirinya adalah murni perjuangannya, meskipun hidupnya 100% anugerah.
CARA
BERPIKIR pada diri manusia tidak turun langsung jadi dari langit, namun ia
hasil dari sebuah proses yang melintasi aneka waktu dan keadaan. CARA BERPIKIR
adalah kombinasi produk dari pengalaman perjumpaan, pengetahuan dan juga
doktrin-doktrin kehidupan. Ketika seseorang lahir dan tumbuh dalam lingkungan
sosial yang keras dan brutal, bahwa sebelum dimakan harus memakan lebih dahulu,
maka dalam alam ppikirnya hidup adalah pertarungan, makanan yang ada ditangan
orang sebelum dimasukkan ke dalam mulut adalah sah untuk dirampas.
Demikian
pula ketika seseorang terdidik dalam kondisi yang penuh toleransi, penuh
kesadaran saling pengertian, bahwa yang menjadi miliknya adalah sesuatu yang
mesti dibagi dengan sesamanya, maka ketika ia melihat makanan dipegang orang
lain, dalam pikirannya, itu adalah hak dia, dan aku tidak berhak akan barang
itu, sementara yang sedang memegang makanan akan berpikir, dia seperti aku,
sedang membutuhkan makanan seperti yang aku pegang, maka akan baik kalau aku
membaginya.
Mengapa
orang sering mengeluh miskin atau tidak punya uang?
Jawabannya
sederhana, karena dalam alam pikirnya uanglah kehidupannya, tanpa uang dia akan
merasa kesepian, tanpa uang dia tidak akan bisa melakukan apa-apa. Dan uang
akan menjadi virus super kejam yang tertanam dan tumbuh dalam pikiran manusia,
kemudin meresap serta mengkristal di bawah alam sadarnya, sehingga semua
kehidupannya (yang banyak dikendalikan oleh alam bawah sadar) dikendalikan oleh
uang. Uang menjadi segalanya dalam hidupnya, sehingga sulit membagi “uang” itu
untuk sesame. Dalam pikirannya, uang pulalah yang akan meuntun, mengantarkannya
mendapatkan segala yang didambanya, yang ironisnya keabadian pun sering
dikiranya mampu dibeli dengan uang.
CARA
BERPIKIR berkelimpahan menempatkan dirinya seutuhnya, 100%, sakkabehe dalam lingkup pemeliharaan
Tuhan. Ubarampe kehidupan yang ada padanya bersifat “bonus”, karena yang
menjadi pusat adalah KEHIDUPAN itu sendiri. Orang yang memiliki CARA BERPIKIR
BERKELIMPAHAN menempatkan hidup di atas segalanya, uang dan harta yang lain
bukan pokok, itu semua adalah instrument atau alat, itu semua bukan sparepart
namun aksesoris. Orang yang berpikir demikian akan bahagia menikmati hidupnya. Semua
adalah pengalaman yang indah, karena semua bukanlah milik yang mesti dirangkul
dan dimiliki sepenuhnya. Orang yang demikian, ketika mendapatkan akan bersyukur
dan menanamkan pikiran dengan siapa saja aku membagi berkat ini. Berbeda dengan
yang berpikir semua yang dimilikinya adalah miliknya, ketika mendapatkan
sesuatu dia akan berpikir bahaimana menyembunyikan semuanya atau bagaimana
menghabiskan semuanya demi dirinya. Hal yang sebaliknya juga demikian, orang
yang memiliki CARA BERPIKIR BERKELIMPAHAN, manakala kehilangan sesuatu yang ada
dalam dirinya, baik waktu,tenaga,pikiran dan juga harta benda termasuk uang, ia
akan bersyukur karena sudah bisa berbagi untuk sesame. Ini berbeda dengan yang
berpola pikir miskin, ketika sesuatu yang dimilikinya terhilang, ia akan marah
dan menghabiskan banyak enenrgi untuk memaki kejadian yang menimpanya.
Hidup
ditentukan oleh CARA BERPIKIR. Cara berpikirlah yang menentukan kehidupan
manusia. Jika cara berpikirmu curiga, maka anda akan menghabiskan banyak energy
hanya demi memuaskan hasrat curiga itu. Orang yang dikuasahi pikiran curiga,
yang menjadi bahagia dalam dirinya adalah ketika menemuka sedikit informasi
tentang yang dicurigainya. Energinya dihabiskan demi mendapatkan sesuatu dari
yang dicurigainya, maka hidupnya akan dipenjara oleh curiga itu, lama kelamaan,
dalam pikirannya tumbuh dan berkembang bahwa bahagia itu adalah ketika yang
dicurigainya ternyata benar.
Hidup
ditentukan oleh CARA BERPIKIR. Ketika uang anda tempatkan di pusat kehidupanmu,
maka hidupmu sejatinya bukan milikmu lagi, uanglah yang telah merampas hidupmu.
Demi uang anda bisa mempertaruhkan seluruh hidup, demi uang anda bisa rela
kehilangan persaudaraan, demi uang orang bisa kehilangan iman. Ketika CARA
BERPIKIRmu adalah tentang uang, maka sejatinya yang anda maksut berkelimpahan
adalah ketika punya uang dan ketika sedang tidak punya uang, maka kiamat seolah
sedang menyapa kehidupan.
BERKELIMPAHAN
dimulai dari cara berpikir….(bersambung)