Selasa, 19 Maret 2019

ENTAHLAH



Sisa  hujan sepanjang malam masih Nampak terasa dengan tanah yang basah. Kabut tipis dini hari bergerak pelan, namun pasti, sepasti nasipnya yang segera akan terhempas manakala siang menyergap kehidupannya. Masih sepi, bahkan bolehlah dbilang senyap. Dan dingin masih memanjakan semesta.


Aku berjalan menyibak dingin, menerobos kabut, yang entah protes atau tidak, aku tidak tahu. Bukankah kabut memang terhadirkan hanya sebagai pelengkap, meski kehdadirannya adalah bagian dari proses semesta menghadirkan hujan?Adakah yang pernah berterimakasih kepada kebut?Adakah manusia yang  meluangkan waktu untuk sekedar berterimakasih terhadap kabut?Ah…nasipmu Kabut, meski hadirmu adalah keindahan, terimalah nasip naasmu yang takpernah terhargai dan terlukiskan namamu dalam sejarah manusia.

Seekor kelelawar bergegas mengejar seekor nyamuk yang mungkin bisa mengganjal lapar perutnya sampai siang berujung. Kuperhatikan sekilas, perjuangan si kelelawar dan juga si nyamuk. Entah siapa yang akan menjadi pemenang, yang pasti aku bisa belajar dari mereka, baha hidup adalah perjuangan, soal menang dan kalah, biarlah itu urusan yang berkuasa.


Deru kendaraan di jalan tol masih nyaring, pertanda bahwa sepi masih menguasahi semesta. Dan jalanan yang basah ini semakin meyakinkanku, betapa terkadang memang kehidupan ini ada kesepian purbakala yang abadi. Langkahku tetap menuju ujung, meski aku sendiri taktahu, ujung mana yang hendak aku tuju..namun biarlah kaki ini melangkah demi merangkul pagi..

Gemerisik dedaunan terbuai embun pagi yang luruh menghiasi suasana. Cericit unggas liar juga ikut menyanyikan zimfoni semesta, dan di sana ada keindahan,ada kedamaian, meski kesendirian harus terjalani. Suara ayam hutan jantan mulai riuh jauh di atas sebuah bukit, penanda siang akan segera hadir. Kokok ayam hutan  jantan adalah bahasa isyarat, bahwa hari segera berganti. Isyarat yang selalu terlahir secara naluriah, tanpa pernah mengenyam bangku kuliah..

Masih sepi, namun ketika tiba-tiba semilir angina menyentuh tengkukku, spontan aku menoleh dan di ufuk timur, semburat jingga mulai merekah. Semburat harapan bahwa hari memang harus berganti..Kuberbalik arah, kembali untuk melakukan sesuatu yang sejtinya juga takkutahu…

190319

Tidak ada komentar:

Posting Komentar