Siapa yang memberi nama terhadap benda,mahkluk dan sebuah
peristiwa?Apakah benda, makluk dan peristiwa
itu datang dan berteriak ini aku. Aku ayam,aku sapi, aku angina,aku
hujan dan juga aku BENCANA? Bukankah
manusia yang memberi nama atas semua yang terbentang di bentangan semesta ini?
Tak terkecuali dengan BENCANA. Bukankah sejatinya yang dinamakan Bencana itu
adalah peristiwa alam biasa yang sudah menjadi hukum alam yang abadi?
Manusia terlalu daj selalu pongah dan arogan, semua
dinilai dari sudut pandang dirinya. Sulit ditemui manusia yang mau menilai
sesuatu dari luar dirinya, dari luar kepentingannya. Semisal bencana, pernahkan
manusia mencoba melihat apa yang menjadi kehendakNya, kehendak Sang Pemilik
Semesta , dari semua peristiwa yang telah,sedang dan pasti akan terjadi
dikemudian hari? Saat menulis tulisan inipun, saya baru saja menyimak dunia
media sosial, yang mana manusia sedang memainkan perannya, untuk melihat
(paling tidak) satu peristiwa, BENCANA, yang sedang terjadi di Palu dan
Donggala. Perlu saya sampaikan, bahawa saya teramat sangat prihatin dengan
peristiwa yang terjadi dan semampu saya berjuang mempedulikan mereka.
Kembali ke soal peristiwa alam yang kemudian diberi nama
Bencana. Bukankah dengan memaknai peristiwa alam yang tidak sesuai dengan
harapan manusia dengan nama bencana,itu berarti manusia sedang menempatkan
Tuhan dalam persimpangan? Pada satu sisi yakin bahwa kehenakNya pastilah baik,
namun saat menghadapi kenyataan yang terjadi,apakah itu masih bisa diyakini
baik untuk manusia? Bukankah dengan balutan keyakinan bahwa semua peristiwa
semesta adalah atas ijin atau sepengetahuan Tuhan, itu berarti menjadikan
bencana seolah mainan Sang Illahi?Mengapa “Mainan?”, Lha iya, sudah tahu itu
akan menyengsarakan salah satu ciptaanNya kokya tetap diijinkan?Itu kalau berpandangan
picik nan sempit.
Yang lebih ironis adalah ketika manusia memberi makna
bahwa peristiwa alam yang dirasakan merugikan manusia itu akibat dosa kelompok
manusia tertentu,akibat ketidakadilan atas sekelompok orang tertentu dan yang
lebih lucu lagi adalah akibat presiden. Apa hubungannya peristiwa alam
dengan situasi pemerintahan?Benar-benar
konyol?Namun meskipun konyol, itulah fakta, bahwa saat ada peristiwa alam yang
dirasakan merugikan manusia, maka semua berteriak, semua berlomba memberi
makna, meskipun tetap berorientasi dirinya sendiri dan juga kelompoknya. Ada yang
mengatakan, bencana ini karena menolak tokoh agama ini,bencana ini karena
mengusir tokoh keyakinan ini, semuanya menurut saya MBELGEDESS!!!
BENCANA, itu pemaknaan manusia. Bisa jadi dalam pandangan
Sang Penyelenggara Semesta, peristiwa alam ini adalah bagian dari PEMBAHARUAN
semesta yang terjadi dengan hukum alam yang abadi. Alam semesta sedang tidak imbang,
dan bisajadi manusia terlibat di dalam ketidakseimbangan ini, oleh karenanya,
semesta sedang memperbaharui diri. Kalau kemudian dalam proses memperbaharui
diri itu ada yang terlukakan, ya itulah konsekwensi alamiahnya. Manusia melolong
senyaring apapun, karena merasa semesta ini miliknya, dan karena itu, semua
mesti sesuai dengan kehendak atau keinginannya. Maka, ketika terjadi
gerakan-gerakan alam yang dirasakan
merugikan dirinya, manusia seenaknya memberi nama BENCANA.
Tulisan ini berangkat dari sebuah pengalaman sekitar 8
tahun silam, saat Gunung Merapi erupsi. Ada korban yang bisa dikatakan banyak,
ada yang terluka, ada yang kehilangan dan ada yang terhilang. Saat upaya
mengamankan apa saja yang dirasa perlu diamankan menurut sudut pandang manusia,
ada seseorang (juga manusia) yang sudah tua. Dalam segala keberadaannya, dia
sangat santai menyikapi semua yang terjadi. Tidak ada kegelisahan berlebihan,
tidak ada rona ketakutan berlebihan, yang ada adalah sikap tenang, setenang air telaga dini hari. Ketika semua tergesa
demi menyelamatkan harta dan nyawa, ketika semua berteriak agar lebih cepat,
dia tetap santai. Dan saat 3 jam kemudian sampai ke tempat yang dirasa aman,
berbincanglah kami. Betapa terkejutnya manusia (khususnya saya) saya memberi
makna terhadap peristiwa yang terjadi. Menurut dia, tidak ada itu yang namanya
bencana, itu hanya akal-akalan manusia saja, yang ada adalah “Sing
mbaureksa merapi lagi dandan-dandan”, yang artinya kira-kira demikian :
yang menguasahi merapi sedang berbenah.
“Lho
mbah, menawi dandan-dandan kok kathah ingkang ical?”,
Tanyaku. (Mbah kalau berbenah, kok banyak korbannya). “Ilang kuwi manut awake dewe,
ning tumrap sing kuasa,ora ana sing ilang, sing ana, lagi maes ben luwih apik”
(Hilang itu menurut manusia,bagi Tuhan ga ada itu yang hilang, yang ada adalah
sedang merias alam menjadi lebih baik).
Peristiwa alam adalah sesuatu yang harus tunduk pada
hukum alam. Pada dasarnya alam semesta ini harmoni,seimbang sempurna. Maka jika
terjadi ketidakseimbangan, maka alam dengan hukumnya yang abadi, akan membenahi
dirinya agar terjadi keseimbangan lagi. Jika dalam proses mengembalikan
ketidakseimbangan untuk menjadi seimbang itu kemudian melukai penghuni alam
semesta, ya itu bagian dari keseimbangan itu sendiri. Dan nampaknya hanya
manusia yang lantang berteriak seua ini BENCANA, ciptaan yang lain belum tentu
menilai ini sebagai bencana.
Lalu pertanyaan yang mungkin nanti akan muncul dari
membaca tulisan ini (semoga tidak ada yang membaca, wong ini catatn pribadi
yang kebetulan saya lempar ke dunia maya), Apakah itu berarti anda akan diam
saja dengan “peristiwa alam “ ini?Dan dengan demikian anda akan bersorak diatas
derita orang lain? TIDAK. Justru dari sudut pandang ini saya akan bergerak,
bahwa ketika semesta sedang merasa tidak seimbang/harmoni,dan kemudian berupaya
mengembalikan harmoni,sampai melukai, saya justru akan memakai spirit pemulihan
demi keseimbangan ini. Nalarnya?
Bukankah ada “Korban” dari peristiwa alam ini dan itu
sama saja dengan ketidakseimbangan, maka saya akan bergerak demi terjadinya
keseimbangan semesta kembali. Artinya, saya hanya akan mengajak siapa saja
untuk tidak dengan mudah memberi nama sesuatu teramat anthoposentris, selalu
dalam sudut pandang manusia, cobalah melihat segala sesuatu dari sudut pandang
yang berbeda.
Teriring
lantunan energy positif dalam untaian doa, demi semua saudara yang sedang
diajak semesta berbenah..
Tepian
rawapening. Ujung September 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar