TENTANG
KEMATIAN bagian 2
Setelah tadi pagi berkisah pengalaman semalam
tentang Ular dan katak,kini saatnya berkisah tentang kematian. Semalam itu
kisah saya usai mengunjungi warga yang sakit.
Beliau bernama Gimin Mustawi. Usianya
86 Tahun, tubuhnya kecil namun energik. Semalam, dalam kesulitan besar karena
penyakit penyempitan jalur pernafasan, beliau masih berupaya bercerita. Semangat
hidupnya sangat mengagumkan. Kami yang mendengar dan melihat ikut merasakan
derita beliau.
Setelah letih, beliau minta pindah ke kamar. Dengan
bantuan ogsigen untuk pernafasannya, Mbah Mustawi pindah ke kamar. Lalu setelah
kami melanjutkan percakapan, kami sepakat berdoa bersama untuk kemudian saling
berpisah.
Dalam doa saya memang tidak secara eksplisit meminta kesembuhan,hanya
menyerahkan dan meminta KESELAMATAN. Doa dalam bahasa Jawa, sambil menggenggam
tangan beliau, serasa ada penyatuan ruh. Seolah ingin berucap,
”Aku sudah
mendekati akhir kehidupanku. Dan aku senang bisa selalu dalam dekapanNya”.
Itu yang saya rasa dalam
kesatuan doa. Sederhana namun syahdu. Usai berdoa kami berpisah.
Sebelum berpisah saya masih sempat berpesan seraya
berbisik ke Mbah Mustawi, “Mbah, mbenjing kula jam 10 sowan malih...(Mbah,
besok jam 10 saya ke sini lagi)”. Beliau tersenyum. Kemudian kami berpisah,
dalam hati seperti ada bahasa pamit dari Mbah Mustawi, namun selalu kutepis
karena adat kami tidak memperbolehkan berkata sesuatu yang belum terjadi.
Pagi, saya bangun jam 4, berkemas dan menyiapkan
kebutuhan anak-anak untuk sekolah. Kemudian ada kabar, Mbah Mustawi meninggal,
dipanggil Tuhan. Tidak ada rasa kaget, hanya teringat, pesan dalam bahasa
tangan dan gestur tubuh serta “Aroma Berbeda” saat kami saling berdekatan.
Kematian, meskipun merupakan salah satu KEMESTIAN
yang pasti terjadi, selalu tetaplah ironi. Ada tangis sedih, ada duka nestapa. Saya
tidak tahu keadaan sebenarnya saat anak cucu tahu, mbah Mustawi Menghadap
Tuhan, namun sisa-sisa tangis masih terlihat jejaknya di wajah-wajah kusam
keluarga besar. Meski suda menderita sakit sekian waktu, meski sudah menguras
energi dan perhatian sebegitu banyak,
kematian tetaplah misteri yang ironis. Kematian
tetaplah keabadian yang menyedihkan.
Dalam doa jenasah,ibadah pelepasan Jenasah Mbah
Mustawi, saya mengajak semua yang hadir sadar, bahwa perjalanan Mbah Mustawi
sudah usai. Bahwa pekerjaan beliau sudah berakhir, maka mesti berpulang ke
keabadian. Namun tetap saja tangis mengiringi laju jenasah ke peristirahatan
terakhir. Wajah sembab kerabat, berbanding terbalik dengan senyum sejahtera di
wajah kaku membisu Mbah Mustawi.
Dan bagiku, kematian tetaplah Misteri..Selamat
jalan Mbah Mus, selamat berjumpa dengan Sang Kehidupan sejati..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar