Selasa, 08 Maret 2016

MISTERI KEMATIAN..

TENTANG KEMATIAN bagian 2

Setelah tadi pagi berkisah pengalaman semalam tentang Ular dan katak,kini saatnya berkisah tentang kematian. Semalam itu kisah saya usai mengunjungi warga yang sakit. 

Beliau bernama Gimin Mustawi. Usianya 86 Tahun, tubuhnya kecil namun energik. Semalam, dalam kesulitan besar karena penyakit penyempitan jalur pernafasan, beliau masih berupaya bercerita. Semangat hidupnya sangat mengagumkan. Kami yang mendengar dan melihat ikut merasakan derita beliau.
Setelah letih, beliau minta pindah ke kamar. Dengan bantuan ogsigen untuk pernafasannya, Mbah Mustawi pindah ke kamar. Lalu setelah kami melanjutkan percakapan, kami sepakat berdoa bersama untuk kemudian saling berpisah. 

Dalam doa saya memang tidak secara eksplisit meminta kesembuhan,hanya menyerahkan dan meminta KESELAMATAN. Doa dalam bahasa Jawa, sambil menggenggam tangan beliau, serasa ada penyatuan ruh. Seolah ingin berucap,

”Aku sudah mendekati akhir kehidupanku. Dan aku senang bisa selalu dalam  dekapanNya”. 

Itu yang saya rasa dalam kesatuan doa. Sederhana namun syahdu. Usai berdoa  kami berpisah.
Sebelum berpisah saya masih sempat berpesan seraya berbisik ke Mbah Mustawi, “Mbah, mbenjing kula jam 10 sowan malih...(Mbah, besok jam 10 saya ke sini lagi)”. Beliau tersenyum. Kemudian kami berpisah, dalam hati seperti ada bahasa pamit dari Mbah Mustawi, namun selalu kutepis karena adat kami tidak memperbolehkan berkata sesuatu yang belum terjadi.

Pagi, saya bangun jam 4, berkemas dan menyiapkan kebutuhan anak-anak untuk sekolah. Kemudian ada kabar, Mbah Mustawi meninggal, dipanggil Tuhan. Tidak ada rasa kaget, hanya teringat, pesan dalam bahasa tangan dan gestur tubuh serta “Aroma Berbeda” saat kami saling berdekatan.

Kematian, meskipun merupakan salah satu KEMESTIAN yang pasti terjadi, selalu tetaplah ironi. Ada tangis sedih, ada duka nestapa. Saya tidak tahu keadaan sebenarnya saat anak cucu tahu, mbah Mustawi Menghadap Tuhan, namun sisa-sisa tangis masih terlihat jejaknya di wajah-wajah kusam keluarga besar. Meski suda menderita sakit sekian waktu, meski sudah menguras energi dan  perhatian sebegitu banyak, kematian tetaplah misteri  yang ironis. Kematian tetaplah keabadian yang menyedihkan.

Dalam doa jenasah,ibadah pelepasan Jenasah Mbah Mustawi, saya mengajak semua yang hadir sadar, bahwa perjalanan Mbah Mustawi sudah usai. Bahwa pekerjaan beliau sudah berakhir, maka mesti berpulang ke keabadian. Namun tetap saja tangis mengiringi laju jenasah ke peristirahatan terakhir. Wajah sembab kerabat, berbanding terbalik dengan senyum sejahtera di wajah kaku membisu Mbah Mustawi.

Dan bagiku, kematian tetaplah Misteri..Selamat jalan Mbah Mus, selamat berjumpa dengan Sang Kehidupan sejati..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH