Bulan Februari baru berjalan sepertiga. Hujan mulai
tumpah ruah membasahi bumi. Puncak musim hujan adalah berkah buat para petani
daerah pegunungan, karena kesempatan menanam padi di sawah tadah hujan mereka. Bagi
mereka yang berada di perbukitan tandus
itu, puncak musim hujan adalah anugerah tida terkira. Mereka bisa menanam padi
yang akan menjadi sumber makanan mereka sampai musim hujan dan musim tanam
berikutnya.
Mengerti keadaan seperti itu, maka bagi para
petani di perbukitan tandus selatan Jawa
Tengah itu akan memanfaatkan dengan sebaik mungkin. Hujan dan panas tidak
mereka perhatikan. Mereka bekerja dan bekerja. Mencangkul dan mencangkul, letih
seolah tidak mereka kenal. Yang mereka kenal adalah bekerja secepat mungkin
agar segera bisa menanam padi. Terlambat bagi mereka adalah bencana. Mengapa
demikian?Karena jika terlambat tanam dan saat tanaman sawah sedang butuh air
banyak namun curah hujan turun, celaka bagi mereka.
Kondisi lahan yang teras ering membuat alat
canggih sulit masuk sehingga yang dilakukan adalah bekerja secara manuai. Inilah
yang menjadikan mereka saat musim tanam seolah kehilangan bentuk dan rupa
biasa. Wajah legam dan seluruh tubuh legam, wajah letih namun ada senyum cerah
penuh harap di balik wajah-wajah letih
itu.
Bagi para petani ujung tenggara Jawa Tengah itu,
pekerjaan menanam bukanlah derita, bukanlah hukuman. Mereka sedang menanam
harapan. Mungkin bagi yang tidak mengerti mereka dengan benar, mereka dianggap
sedang menjalani hukuman, karena pernah ada yang menginginkan mereka
dipindahkan ke lokasi lain semisal transmigrasi. Namun mereka menolak. Bagi mereka,
pekerjaan berat atau tidak tergantung cara menyikapinya. Mereka bersukacita
saat menanam karena saat menanam itu sejatinya sedang menanam harapan.
Bagi mereka,
para petani tadah hujan itu, menanam dan menuai bukanlah sesuatu yang terpisah.
Keduanya adalah sebuah kesatuan yang utuh dan tidak mungkin terpisahkan. Keterpisahan
tanam dan tuai itu justru sebuah dosa. Sebuah pelanggaran dan kesalahan. Jika menanam dan tidak menuai karena gagal panen, itu karena keteledoran manusia. Jika gagal
panen karena tercuri, itupun kegagalan petani menjaga tanaman harapannya.
Jka ada yang melihat para petani di Perbukitan
Kapur Tenggara Jawa Tengah berpeluh dalam panas dan hujan dan berpikir mereka
sedang dihukum alam, sadarlah. Justru mereka
itu sedang menanami harapan untuk hidup mereka. Cara mereka melihat hidupnya
berbeda dengan cara kita melihat hidupnya. Penderitaan dan beratnya hidup bagi
kita ternyata adalah sumber sukacita bagi mereka.
Akhh..ternyata sudut pandang saya berbeda dengan
mereka..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar