Senin, 07 Maret 2016

HIDUP SELALU DI PERSIMPANGAN JALAN

Hujan rintik masih menghiasi sore menjelang malam. Seorang gadis kecil, basah kuyup karena hujan dan tidak menutup tubuhnya dengan mantel ataupun jas hujan. Tubuh  mungil itu nampak menggigi,bibirnya membiru tanda dia mulai gagal mengalahkan dingin di tubuhnya.


Jalanan berbatu semakin senyap. Dan gadis mungil itu tetap setia meniti jalanan itu. Beberapa ekor ayam juga menggigil mencoba melindungi anak-anaknya, seekor anjing melintas, juga nampak kedinginan. Udara tiba-tiba bertiup agak kencang, menambah dingin suasana. Gerimis masih setia menemani senja.

“Mau ke mana nak?”, Sapa seorang ibu yang sudah nampak tua, berpakaian khas Jawa. Dengan masih menggendong Tenggok yang berisi panenan ladangnya, nampak hawa dingin dan air hujan dalam gerimis tidak begitu mengganggunya.
“Mau pulang ibu, ke desa di ujung hutan itu”, Jawab gadis mungil itu. “Saya baru saja menjual rebung dan cepokak yang dicari ibu saya. Beliau tidak bisa menjual ke pasar karena sakit”. Dengan jujur dan sederhana, gadis kecil itu menjawab. Mereka kemudian terlibat percakapan dalam perjalanan menuju tujuan masing-masing. Ibu yang menggendong tenggok itu terharu melihat keadaan gadis kecil itu. Teringat dia akan anak satu-satunya yang pergi meninggalkannya, karena kecelakaan denagn suami, sekaligus bapak dari anaknya itu.

“Mampirlah dulu nak, di gubugku. Hujan semakin deras dan malam akan segera datang. Tidak baik kamu menerobos hujan dalam gelap”, Rayu si ibu dengan lembut dan keibuan.
“Tidak ibu, saya harus segera sampai ke rumah. Kasihan ibu saya. Saya mau menemani ibu dalam keadaan sakitnya beliau”, jawab gadis mungil itu. Mereka tetap berjalan, hingga mendekati sebuah rumah mungil di ujung desa itu.
“Itu tempat tinggalku, aku sendirian di situ. Suami dan anak ibu sudah pulang dalam pangkuan Tuhan. Makanya aku mengajakmu tinggal barang semalam di tempatku. Namun tekad dan rasa cintamu yang kuat untuk ibumu membuatmu menolak tawaranku. Namun tidak mengapa, kalau dirimu tidak mau tinggal bersamaku barang semalam saja, aku yang akan mengikutimu. Aku akan menemanimu sekaligus ikut menjaga ibumu’, Si Ibu berpakaian Jawa dengan tenggok di punggung itu memberi jawaban yang  mennghangatkan harapan. Dalam gigil dingin, gadis kecil itu tersenyum.


Hidup selalu diperhadapkan pada dua pilihan. Untuk diri sendiri atau demi orang lain. Akan ke mana kita, bergantung pada nurani kita. Selalu hidup ini berada dalam persimpangan jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH