Hujan rintik masih menghiasi sore menjelang malam.
Seorang gadis kecil, basah kuyup karena hujan dan tidak menutup tubuhnya dengan
mantel ataupun jas hujan. Tubuh mungil
itu nampak menggigi,bibirnya membiru tanda dia mulai gagal mengalahkan dingin
di tubuhnya.
Jalanan berbatu semakin senyap. Dan gadis mungil itu tetap setia meniti jalanan itu. Beberapa ekor ayam juga menggigil mencoba melindungi anak-anaknya, seekor anjing melintas, juga nampak kedinginan. Udara tiba-tiba bertiup agak kencang, menambah dingin suasana. Gerimis masih setia menemani senja.
“Mau ke mana nak?”, Sapa seorang ibu yang sudah
nampak tua, berpakaian khas Jawa. Dengan masih menggendong Tenggok yang berisi
panenan ladangnya, nampak hawa dingin dan air hujan dalam gerimis tidak begitu
mengganggunya.
“Mau pulang ibu, ke desa di ujung hutan itu”,
Jawab gadis mungil itu. “Saya baru saja menjual rebung dan cepokak yang dicari
ibu saya. Beliau tidak bisa menjual ke pasar karena sakit”. Dengan jujur dan
sederhana, gadis kecil itu menjawab. Mereka kemudian terlibat percakapan dalam
perjalanan menuju tujuan masing-masing. Ibu yang menggendong tenggok itu
terharu melihat keadaan gadis kecil itu. Teringat dia akan anak satu-satunya
yang pergi meninggalkannya, karena kecelakaan denagn suami, sekaligus bapak
dari anaknya itu.
“Mampirlah dulu nak, di gubugku. Hujan semakin
deras dan malam akan segera datang. Tidak baik kamu menerobos hujan dalam gelap”,
Rayu si ibu dengan lembut dan keibuan.
“Tidak ibu, saya harus segera sampai ke rumah. Kasihan
ibu saya. Saya mau menemani ibu dalam keadaan sakitnya beliau”, jawab gadis
mungil itu. Mereka tetap berjalan, hingga mendekati sebuah rumah mungil di
ujung desa itu.
“Itu tempat tinggalku, aku sendirian di situ. Suami
dan anak ibu sudah pulang dalam pangkuan Tuhan. Makanya aku mengajakmu tinggal
barang semalam di tempatku. Namun tekad dan rasa cintamu yang kuat untuk ibumu
membuatmu menolak tawaranku. Namun tidak mengapa, kalau dirimu tidak mau
tinggal bersamaku barang semalam saja, aku yang akan mengikutimu. Aku akan menemanimu
sekaligus ikut menjaga ibumu’, Si Ibu berpakaian Jawa dengan tenggok di
punggung itu memberi jawaban yang
mennghangatkan harapan. Dalam gigil dingin, gadis kecil itu tersenyum.
Hidup selalu diperhadapkan pada dua pilihan. Untuk
diri sendiri atau demi orang lain. Akan ke mana kita, bergantung pada nurani
kita. Selalu hidup ini berada dalam persimpangan jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar