Dua orang sahabat, Parjo dan Maruta, saling bercakap di sebuah tepian
danau. Suasana senja menemani mereka. Dalam percakapan mereka, mereka sepakat
untuk bersama-sama dalam segala hal. Mereka akan saling mendukung dan saling
menopang. Itu adalah janji setia mereka sebagai kesatuan sahabat. Saat senja
undur, mereka berpisah dan tepian danau dan senja selalu menjadi ruang dan
waktu indah bagi mereka.
Waktu terus bergulir, dua sahabat dalam satu
kesatuan itu meniti hidup dengan bersukacita dan dalam damai. Hingga tiba
suatu peristiwa. Mereka berdua saling tertarik dan jatuh cinta kepada seorang
perempuan yang sama. Perempuan seusia mereka,berbeda desa. Perempuan cantik
yang menjadi kembang desa. Uniknya, mereka sama-sama tidak pernah bercerita
akan perkenalan mereka masing-masing dengan perempuan si kembang desa itu.
Si Kembang desa juga tidak mengetahui bahwa dua
pemuda yang rutin mengunjunginya itu ternyata dua orang sahabat yang saling
berjanji setia untuk tidak saling melukai. Hingga pada suatu waktu, mereka
diperhadapkan pada situasi yang rumit. Bertiga saling berjumpa dalam satu
suasana. Ibadah sesuai dengan agama dan iman mereka.
Kegalauan dan kebingungan melanda mereka bertiga.
Lelaki pertama, demi kasih dan sayangnya kepada sahabatnya, rela ras mendalam di
hatinya ia korbankan, namun hal sama terjadi pada lelaki yang satunya. Berjanji
dalam hati untuk tidak melukai sahabat karibnya. Dua kesetiaan yang sungguh
menggugah kebanggaan siapa saja. Demi memberi kesempatan Sahabatnya, Parjo,
bertekad meninggalkan desanya, meninggalkan sahabatnya, meninggalkan gadis
pujaan dan semua kenangan istimewanya. Semua ia yakini demi kebahagiaan sahabat
karibnya. Sebuah tekad yang mengagumkan.
Tanpa diketahui si Parjo, Maruta, juga bersikap
demikian. Demi sahabat tercinta, tanpa sepengetahuan siapapun juga, ia yang
sebatang kara, pada malam gelap dan hujan, meninggalkan desanya. Pergi entah
kemana. Dua sahabat, saling berjanji setia, berkeyakinan untuk tidak saling
melukai telah sama-sama pergi.
Wangi, nama perempuan kembang desa itu, menjadi
bingung bukan kepalang. Ke mana kedua sahabat setianya itu pergi. Ke mana saja
ia bertanya,tiada yang tahu perginya Parjo dan Maruta. Kesedihan mendekam dalam
batin si kembang desa. Pedih karena
sejatinya ia hendak bicara, bicara tentang rasa membara di dada. Kepedihan yang
tiada terkira itu membuat Wangi nestapa,sakit akhirnya mendera,sampai ujung
usia..
Siapa Yang pantas menjadi sosok durhaka?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar