Sabtu, 05 Maret 2016

DURHAKA


Dua orang sahabat, Parjo dan Maruta, saling bercakap di sebuah tepian danau. Suasana senja menemani mereka. Dalam percakapan mereka, mereka sepakat untuk bersama-sama dalam segala hal. Mereka akan saling mendukung dan saling menopang. Itu adalah janji setia mereka sebagai kesatuan sahabat. Saat senja undur, mereka berpisah dan tepian danau dan senja selalu menjadi ruang dan waktu indah bagi mereka.

Waktu terus bergulir, dua sahabat dalam satu kesatuan itu meniti hidup dengan bersukacita dan dalam damai. Hingga tiba suatu peristiwa. Mereka berdua saling tertarik dan jatuh cinta kepada seorang perempuan yang sama. Perempuan seusia mereka,berbeda desa. Perempuan cantik yang menjadi kembang desa. Uniknya, mereka sama-sama tidak pernah bercerita akan perkenalan mereka masing-masing dengan perempuan si kembang desa itu.

Si Kembang desa juga tidak mengetahui bahwa dua pemuda yang rutin mengunjunginya itu ternyata dua orang sahabat yang saling berjanji setia untuk tidak saling melukai. Hingga pada suatu waktu, mereka diperhadapkan pada situasi yang rumit. Bertiga saling berjumpa dalam satu suasana. Ibadah sesuai dengan agama dan iman mereka.

Kegalauan dan kebingungan melanda mereka bertiga. Lelaki pertama, demi kasih dan sayangnya kepada sahabatnya, rela ras mendalam di hatinya ia korbankan, namun hal sama terjadi pada lelaki yang satunya. Berjanji dalam hati untuk tidak melukai sahabat karibnya. Dua kesetiaan yang sungguh menggugah kebanggaan siapa saja. Demi memberi kesempatan Sahabatnya, Parjo, bertekad meninggalkan desanya, meninggalkan sahabatnya, meninggalkan gadis pujaan dan semua kenangan istimewanya. Semua ia yakini demi kebahagiaan sahabat karibnya. Sebuah tekad yang mengagumkan.

Tanpa diketahui si Parjo, Maruta, juga bersikap demikian. Demi sahabat tercinta, tanpa sepengetahuan siapapun juga, ia yang sebatang kara, pada malam gelap dan hujan, meninggalkan desanya. Pergi entah kemana. Dua sahabat, saling berjanji setia, berkeyakinan untuk tidak saling melukai telah sama-sama pergi.
Wangi, nama perempuan kembang desa itu, menjadi bingung bukan kepalang. Ke mana kedua sahabat setianya itu pergi. Ke mana saja ia bertanya,tiada yang tahu perginya Parjo dan Maruta. Kesedihan mendekam dalam batin si kembang  desa. Pedih karena sejatinya ia hendak bicara, bicara tentang rasa membara di dada. Kepedihan yang tiada terkira itu membuat Wangi nestapa,sakit akhirnya mendera,sampai ujung usia..


Siapa Yang pantas menjadi sosok durhaka?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH