Senin, 17 April 2017

Mengikuti Kisah Sang Guru



“ Aku Kaget, karena setahuku, bosku itu bagian dari mereka yang menyalibkan Guru agung itu”, Namun karena perintah, aku segera bergegas mengikuti langkah kaki bosku Arimatea. Kuturunkan jenasah itu. Masih hangat tubuh yang penuh luka itu. Dan sungguh aku tak tahan melihat betapa banyaknya luka di sekujur tubuh itu. 

Dan seingat serta setahuku, sepanjang waktu selama disiksa, Orang ini sama sekali tidak mengeluh dan tidak pernah mengumpat. Sempat aku melirik dari tempat agak jauh, kulihat wajahNya teduh. Wajah yang menandakan kekuatan yang luar biasa. Wajah yang masih bisa menyinarkan senyum keagungan kendati raga tersiksa tiada terkira.

Kuangkat perlahan dan kutarik dua tangan itu. Dan astaga, ternyata telapak tangan ini terpaku. Sungguh biadab manusia yang melakukan ini semua. Meski orang yang kuurus jenasahnya bukan siapa-siapaku, namun aku menitikkan air mata. Aku melakukan semua dengan iklhas dan tulus, dan bahkan aku sadar aku tak akan pernah ditulis, karena keyakinanku mengatakan bahwa yang akan tercatat namanya adalah bosku, Oak Yusuf yang dari Arimatea.

Kesentuh jenasah itu dengan cinta, sekuat akau meneladan cintaNya yang sempurna. Setelah usai aku bawa ke makam keluarga Pak Yusuf, dan aku yang memanggulnya. Aku senang dan bersyukur karena aku yang mengangkat jenasah Sang Guru ini. Langkahku agak gontai, memanggul  jenasah Guru agung ini. Jalan yang harus aku tempuh memang terjal, di lereng bukit itu. 

Setelah sampai, aku membuka pintu penutup, dari lempengan kayu, tidka begitu tabal sehingga aku kuat. Lalu masih dalam pengawasan bosku, kutata, kurapikan jenasah itu. Sesaat sebelum kutinggalkan, kesentuh dahi jenasah Guru Agung ini,dan seolah kulihat jenasah itu menyiratkan senyum. Sungguh, dia Sang Illahi sendiri.

Aku pamit pulang setelah selesai mengurus jenasah Guru agung itu. Dan heranku, kemana 12 orang yang kemarin malam mengadakan perjamuan di penginapan tempatku berkerja? Apakah mereka juga disalib namun di tempat berbeda? Ataukah kabur menghindari penyiksaan? Entahlah aku tidak tahu, aku hanya melaksanakan pesan Guru itu, mencata apa yang aku lihat.

Menabung Dan Dapat GAJI? Hanya DISINI

Sesampai di pondok, aku membasuh tubuh dan mungkin saking letihnya aku tertidur. Aku baru terbangun saat sabat kami hampir berkahir waktu itu. Matahari hampir tenggelam di ufuk barat dan artinya, sabat segera akan datang. Aku bergegas mandi dan kemudian kembali ke tempatku bekerja. Di sana kujumpai 11 orang murid Sang Guru masih menginap. Namun suasana sangat mencekam. Aku tahu mereka di dalam namun minim suara, mungkin kesedihan masih menggelayuti mereka.

Malam semakin larut, udara dingin menyergap alam semesta. Tiba-tiba adik perempuanku datang, dia bercerita bahwa di tempatnya bekerja, ada banyak perempuan yang merupakan pengikut Guru Agung itu. Dan  dari cerita adikku, esok pagi, beberapa dari wanita di penginapannya akan mengunjungi makam Sang guru. Aku tidak tahu apa yang menjadi tujuan mereka, namun aku ingin mendengat kabar dari mereka, sebab ada kasak khusuk bahwa Guru mereka akan bangkit saat di tiga harinya. Dan sudah kuputuskan, esok pagi akan kembali mengikuti para perempuan yang ingin ke makam. Semoga aku tidak bangun kesiangan…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH