“ Aku Kaget, karena setahuku, bosku itu bagian dari
mereka yang menyalibkan Guru agung itu”, Namun karena perintah, aku segera
bergegas mengikuti langkah kaki bosku Arimatea. Kuturunkan jenasah itu. Masih hangat
tubuh yang penuh luka itu. Dan sungguh aku tak tahan melihat betapa banyaknya
luka di sekujur tubuh itu.
Dan seingat serta setahuku, sepanjang waktu selama
disiksa, Orang ini sama sekali tidak mengeluh dan tidak pernah mengumpat. Sempat
aku melirik dari tempat agak jauh, kulihat wajahNya teduh. Wajah yang
menandakan kekuatan yang luar biasa. Wajah yang masih bisa menyinarkan senyum
keagungan kendati raga tersiksa tiada terkira.
Kuangkat perlahan dan kutarik dua tangan itu. Dan astaga,
ternyata telapak tangan ini terpaku. Sungguh biadab manusia yang melakukan ini
semua. Meski orang yang kuurus jenasahnya bukan siapa-siapaku, namun aku
menitikkan air mata. Aku melakukan semua dengan iklhas dan tulus, dan bahkan
aku sadar aku tak akan pernah ditulis, karena keyakinanku mengatakan bahwa yang
akan tercatat namanya adalah bosku, Oak Yusuf yang dari Arimatea.
Kesentuh jenasah itu dengan cinta, sekuat akau meneladan
cintaNya yang sempurna. Setelah usai aku bawa ke makam keluarga Pak Yusuf, dan
aku yang memanggulnya. Aku senang dan bersyukur karena aku yang mengangkat
jenasah Sang Guru ini. Langkahku agak gontai, memanggul jenasah Guru agung ini. Jalan yang harus aku
tempuh memang terjal, di lereng bukit itu.
Setelah sampai, aku membuka pintu
penutup, dari lempengan kayu, tidka begitu tabal sehingga aku kuat. Lalu masih
dalam pengawasan bosku, kutata, kurapikan jenasah itu. Sesaat sebelum
kutinggalkan, kesentuh dahi jenasah Guru Agung ini,dan seolah kulihat jenasah
itu menyiratkan senyum. Sungguh, dia Sang Illahi sendiri.
Aku pamit pulang setelah selesai mengurus jenasah Guru
agung itu. Dan heranku, kemana 12 orang yang kemarin malam mengadakan perjamuan
di penginapan tempatku berkerja? Apakah mereka juga disalib namun di tempat
berbeda? Ataukah kabur menghindari penyiksaan? Entahlah aku tidak tahu, aku
hanya melaksanakan pesan Guru itu, mencata apa yang aku lihat.
Menabung Dan Dapat GAJI? Hanya DISINI
Sesampai di pondok, aku membasuh tubuh dan mungkin saking
letihnya aku tertidur. Aku baru terbangun saat sabat kami hampir berkahir waktu
itu. Matahari hampir tenggelam di ufuk barat dan artinya, sabat segera akan
datang. Aku bergegas mandi dan kemudian kembali ke tempatku bekerja. Di sana
kujumpai 11 orang murid Sang Guru masih menginap. Namun suasana sangat
mencekam. Aku tahu mereka di dalam namun minim suara, mungkin kesedihan masih
menggelayuti mereka.
Malam semakin larut, udara dingin menyergap alam semesta.
Tiba-tiba adik perempuanku datang, dia bercerita bahwa di tempatnya bekerja,
ada banyak perempuan yang merupakan pengikut Guru Agung itu. Dan dari cerita adikku, esok pagi, beberapa dari
wanita di penginapannya akan mengunjungi makam Sang guru. Aku tidak tahu apa
yang menjadi tujuan mereka, namun aku ingin mendengat kabar dari mereka, sebab
ada kasak khusuk bahwa Guru mereka akan bangkit saat di tiga harinya. Dan sudah
kuputuskan, esok pagi akan kembali mengikuti para perempuan yang ingin ke
makam. Semoga aku tidak bangun kesiangan…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar