Jumat, 21 April 2017

Agama Yang Tersesat



Suara gemericik air di pancuran membuat Dalijo semain bersemangat menyelesaikan pekerjaannya. Mencangkul untuk ditanami padi. Memang menjadi pilihan hidup Dalijo. Dan Dalijo gembira menjalani pilihan hidupnya itu.


Anda menyayangi Anak-anak anda?



Sawah di sebuah lembah, di gugusan pegunungan seribu, sebuah tempat yang sejatinya terkenal tandus di propinsi jawa tengah. Namun berbeda dengan sawah Dalijo, sawah itu subur dan penuh berlebih air, sangat berbeda dari mitos bahwa daerahnya  selalu kekurangan air. Nama wilayah sawah milik Dalijo adalah Prampalan. Yah, sawah itu warisan leluhur Dalijo.

Gemericik air itu dari sebuah pancuran, untuk mengalirkan air dari saluran air yang di daerah Dalijo dinamakan uwangan. Terbuat dari bamboo yang dipotong sekitar 60-100cm, ruasnya dilobangi. Saluran dibuat agar tidak terjadi pengikisan tanah sehingga mengurangi kesuburan. Gemericik itu selalu menjadi semacam simfoni dalam hidup Dalijo dengan sawahnya, dan itu yang membuat Dalijo bahagia.

Udud sik Dal, tinggal sedikit itu. Santai wae, nanti usai udud dilanjut lagi”, Sapa Kartolo, anaknya Kang Sutimin, pemilik sawah yang berseberangan dengan sawah Dalijo.

“Siap Kar, tapi sebentar, tinggal sebentar usai”, Jawab Dalijo sembari mengusap keringat yang membanjiri dahi dan muka, bercampur air lumpur yang sangat keruh. Kemudian Dalijo melanjutkan pekerjaannya, mencangkul sementara Kartolo duduk du gubug sembari menikmati rokok 76 kesukaannya. Dan tidak kurang dari sebatang rokok, Dalijo menyelesaikan sisa pekerjaannya.

“Ndi rokokmu Kar, aku sekali-kali penegn ngrasain rokokmu..hehe..”, Sapa Dalijo sembari mencari tempat duduk di gubug sederhana itu. Kemudian Dalijo melepas “baju dinas” yang kotor, mengambil rokok milik Kartolo dan menyalakannya. Menghisapnya dengan hisapan yang tulus serta jujur tanpa pernah takut dosa, seperti kata beberapa pendeta di desanya bahwa merokok itu dosa.

“Dal, menurutmu ngrokok itu dosa enggak sih?”, Ujug-ujug Kartolo bertanya agak serius. “Kemarin aku Tanya Sareh tapi dia tidak bisa menjawab, makane saiki aku bertanya padamu”, Lanjut Kartolo.

Ingin Usaha Ticketing?
modal minimal hasil maksimal

Dalijo menghela nafas, kemudian diam. Lalu beberapa detik kemudian menghisap rokoknya kembali. Suasana hening, dan dalam keheningan, suara gemericik air, suara dedaunan terhempas angin menjadi lebih jernih. Juga dari pepohonan di sekitaran sawah itu, suara aneka burung masih riuh, berebut dengan suara angina menabuh dedaunan serta gemericik air sungai gunung mengahntam bebatuan.

Agama sudah berubah Kar. Dia sudah tidak hadir sebagai penyejuk kehidupan, sebagai penuntun kea rah kebajikan dan kepada kehidupan kekal. Rokok itu tidak berkaitan dengan iman atau agama. Namun sekarang semua sudah dicampuraduk tidak karuan. Agama sudah dijadikan semacam bumbu dan keidupan ini adalah bahan makanan, maka semua dimasuki atau ditaburi agama, meskipun sama sekali tidak membutuhkan agama. Lihat saja di tipi-tipi itu, agama kok dibawa untuk demo, itu yang ngelakuin kan kenthir ta Kar, gendeng tingkat tinggi”, Jawab Dalijo serius dengan nada datar dan berat. 

Dari jawabannya, dapat diraba betapa Dalijo, betapapun tinggal di dusun terpencil dan memilih pekerjaan sederhana, namun kepedulian terhadap kehidupan bersama masih sangat tinggi.

“Aku juga risih Dal, melihat orang-orang yang berpakaian sok agamis, namun kelakuannya seperti ekstrimis. Mereka seolah yang empunya dunia dan malah surga, semua harus tunduk kepada mereka. Aku juga gemes dengan Negara ini, pemerintah yang sah kok sepertinya kalah dengan preman berbaju agama itu ya?”, Ungkap Kartolo yang sempat kuliah di jogja.

Suasana kemudian hening lagi, Dalijo dan Kartolo seolah masuk ke dunia imajinasi mereka masing-masing, entah apa yang mereka pikirkan, mungkin mereka bertemu di alam imajinasi dan bercakap sedangkan raganya terlihat terdiam. Panas mentari semakin terasa menyengat sementara di ujung timur laut, nampak mendung hitam sudah siap menyramkan air hujannya ke tanah di pegunungan itu.

“Dal, ayo pulang sik. Nanti malam kita lanjut di rumahmu, di lincak dekat jendela teras rumahmu ya. Semoga Sareh, Ibot, Remik dan yang lain isa nggabung”, Sapa Kartolo. Suasana kemudian kembali sepi, mereka berdua bergegas meninggalkan sawah,gubug dan semua yang ada, mereka pulang. Mereka meninggalkan ruangan diskusi tentang "agama yang sudah tersesat dibelantara dunia yang rusak dan kejam".

Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH