Investasikan Masa Depan Anda
Kalau kemudian setelah pembaca membaca tulisan ini, lalu menilai saya plin-plan atau tidak konsisten ya, silakan saja, itu hak semua orang untuk bersikap. Dan kalau ada yang berbeda pendapat, silakan isi di kolom komentar.
Konflik Kendeng, identic dengan pertarungan Kera-Kera vs
Rahwana Cs
Mengapa saya berani menulis pernyataan demikian? Karena memang
di sana yang terjadi adalah pertarungan, dan di dalam pertarungan selalu ada
dua kubu. Lha kalau kemudian mau menentukan mana yang Para Kera dan mana
Rahwana, silakan pembaca ikuti tulisan berikut dan nantinya silakan simpulkan sendiri.
Rahwana dalam kisah pewayangan Rama Tambak diceriterakan
merampok Dewi Sinta, istri sah dari Ramawijaya, yang sedang dalam mendapatkan hukuman pembuangan di hutan. Dewi
Sinta digambarkan sebagai perempuan tercantik di dunia dan dengannya banyak
pria atau lelaki yang menginginkannya. Rahwana, sebagai gambaran keserakahan
dunia, juga ingin memiliki Sinta. Maka segala upaya dilakukan Rahwana dan di
dalam upaya itu, dia mengorbankan sahabat setia atau abdi setianya. Pengorbanan
yang berhasil karena Sinta berhasil dibawa kabur ke Alengka.
Namun persoalan belum selesai. Ramawijaya tidak terima
perbuatan Rahwana dan dia ingin merebut Sinta, istrinya. Sendirian dirasa sulit
dan berat oleh Ramawijaya, maka kemudian dia berkolaborasi dengan pasukan kera
yang dipimpin oleh Sugriwa. Sebenarnya Sugriwa memliki saudara tua yang bernama Subali,
namun dia sudah terlanjur termakan bujuk rayu Rahwana. Jadilah Sugriwa
sendirian memimpin pasukan kera, meski di sana masih ada Anggada dan Anoman
bersama para Kapi (senopati perang bangsa kera).
Sungguh berat perjuangan Para Kera, karena mesti membuat
jembatan melintasi lautan demi sampai di Alengka. Butuh waktu dan pengorbanan
yang takbisa dihitung dengan angka. Juga pengorbanan para kera untuk membuat
jembatan.
Setelah jembatan selelsaipun perjuangan belum selesai,
karena mereka harus bertempur melawan para raksasa yang merupakan tentara atau
pasukan Rahwana. Namun semangat membara mereka, para kera itu, akhirnya membuat
pasukan raksasa Alengka kalah.
Kekalahan itu yang membuat Rahwana memanggil
adiknya, Kumbakarna, satria jujur yang mesti melawan pasukan Ramawijaya,
dipihak yang benar. Kumbakarna kemudian berucap bahwa perjuangannya adalah demi
tanah tumpah darahnya, bukan demi membela angkara murka kakaknya, Rahwana. Sebelumnya
Gunawan Wibisana, adik bungsu Rahwana sudah lebih dahulu menyeberang ke pasukan
Ramawijaya.
Kumbakarna gugur, sebagai kusuma bangsa dan ini yang membuat
Rahwana sendiri akhirnya turun ke medan laga. Rahwana akhirnya gugur, bukan
oleh Ramawijaya, namun oleh kera putih bernama Anoman.
Jembatan Sejahtera Anda KLIK SAJA INI
Akhirnya, keserakahan gugur oleh kesederhanaan dan
ketulusan makluk nestapa bernama kera. Dan kita semua tahu, betapa untuk
mengalahkan Rahwana dengan segala angkaramurkanya, butuh pengorbanan tiada
terhingga. Di sana ada Wibisana yang mesti dimaki sebagai penghianat bangsa,
meski membela kebenaran. Di sana ada Kumbakarna yang mesti dikatakan melawan
kebaikan, meski dia membela tanah tumpah darahnya.
Nah sekarang saya akan mencoba menggambarkan Kendeng
sebagai Sinta. Kendeng adalah gugusan karst, yang merupakan bahan baku semen
terbaik di dunia. Di sana juga menjadi cekungan bumi yang merupakan tempat
peresapan air yang alamiah. Selain itu, pegunungan kendeng merupakan penahan angina
laut untuk melindungi daratan dari hempasan angin sepanjang musim.
Kemolekan Sinta, upss, salah Kendeng inilah yang
menjadikan banyak mata serakah ingin menguasainya, ingin memilikinya. Dan semua
cara sudah ditempuh demi ambisi mencumbu pegunungan Kendeng yang “berpakaian
gersang” namun tubuh aslinya molek nan seksi. Karena keserakahan selalu
menghadirkan kelicikan, maka seperti Rama, dia terjebak oleh kelicikan juga
sampai Sinta hampir dikuasai sepenuhnya oleh rahwana.
Demikian juga Kendeng, sampai saat ini memang belum
dikuasai sepenuhnya oleh “Rahwana” dan kroninya, namun kalau tidak ada
perjuangan “para Kera”, yakinlah, Kendeng akan jatuh ke tangan Rahwana. Di sekitar
“Rahwana” yang ingin menguasahi Kendeng, juga ada model Wibisana, yang harus
rela dicaci maki demi kebenaran. Namun selain orang bertipe Wibisana, di sana
juga ada yang bertipe Kumbakarna. Tipe Kumbakarna akan berjuang demi “tanah
tumpah darahnya”, dan bisa jadi, di dalam kasus Kendeng, banyak orang baik yang
terjebak pada pilihan sulit. Terpaksa membela “Rahwana” karena sumpah setia
dengan “Tanah Tumpah Darahnya”.
Saya tidak berani menyimpulkan dipihak mana pejabat yang
sekarang menjabat. Tulisan ini hanya hendak memberi penyadaran bahwa di pusaran
konflik kendeng, ada kekuatan angkara dan sederhana yang bertarung. Tulisan ini
sangat sederhana dan jika ada pembaca yang ingin melengkapinya, dengan senang
hati saya akan menerimanya.
Salam Para Kera
Tidak ada komentar:
Posting Komentar