Sabtu, 15 April 2017

Hendaklah Engkau Sehati Sepikir



Jika kalimat di atas dipahami secara tekstual maka akan sangat sulit diupayakan untuk manusia itu sehati dan sepikir. Namun jika dipahami sebagai sebuah upaya menselaraskan dua pikiran dan hati yang berbeda, kemungkinan terwujud itu sangat besar. Sebagai gambaran mempermudah memahami bagaimana sehati sepikir itu, saya akan mengajak kita semua sedikit mnegingat sesuatu. Apakah itu?

Ini pasti semua sudah pernah melihat dan bahkan sudah ada yang pernah menjadi pelaku. Waow..kok pelaku segala, apa sihh? Itu lho, pemanggul peti jenasah. Waduhh..kok serem? Serem dan tidak serem kan relative, maksut tulisan ini adalah mau mengajak kita semua ingat bahwa beberapa orang yang memanggung peti jenasah menuju pemakaman harus senada, sehati dan sepikir untuk mengantarkan jenasah dalam peti sampai ke tujuan karena jenasahnya tidak bisa berjalan sendiri..hahaha..

Mereka, para pemikul itu harus satu irama, satu kesatuan yang utuh meski gerak dan langkah kaki mereka serta tempat menempatkan peti tidak ada di posisi pundak yang sama. Posisi pundak mesti berbeda, depan kanan jika di pundak kiri maka depan kiri harus dipundak kanan, pun demikiian dengan yang belakang. Apa jika pundak sama tidak boleh?Boleh, silakan namun sulit mengatur keserasian langkah. 

Demikian juga dengan langkah kaki,  harus seirama meski berbeda. Jumlah langkah juga berbeda, jika belok kanan maka yang sisi kiri pasti langkahnya lebih besar dan sebaliknya. Semua itu terjadi demi sebuah keserasian.

Dalam dunia rumah tangga, berkeluarga juga harus terjadi demikian. Suami dan istri harus menjadi pasangan sehati dan sepikir serta saling melengkapi. Keduanya tidak mungkin sama, lha kalau sama cowok atau cewek semua kan repot, lagian di Negara kita belum disahkan tuh pernikahan sejenis. Jadi kita sekarang bisa paham kan maksut dari sehati sepikir itu?Tetap berbeda namun meski membangun irama dan nada yang harmonis.

Paulus dalam surat pastoralnya kepada jemaat filipi mengharapkan  jemaat  mengupayakan kesehatian dan irama berikir yang sama. Apakah mungkin?Mngkin jika semua sadar di titik mana sesehatian dan kesatuan berpikir itu mesti diupayakan. Paulus merekomendasikan teladan Sang Guru Agung yang rela menanggalkan kesetaraanNya dengan Sang Maha Kuasa demi perjuangan memulihkan hakekat dan martabat kemanusiawian manusia.
Jadi, upaya membangun kesehatian itu meski ada tolok ukurna dan itu oleh Paulus refrensinya adalah Sang Guru Agung kita. 

Maka mari kita memperjuangkannya dengan setia demi keharmonisan keluarga kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH