Jumat, 14 April 2017

Ketika Aku Ada Di Jumat Agung



Rombongan itu menuju ke sebuah bukit, yang biasa dijadikan tempat berdoa penduduk sekitiran kampung kami. Malam semakin gelap saat aku sampai di taman itu. Kemudian kulihat ada percakapan dan juga Guru itu menyendiri. Tidak jelas kulihat karena jarak yang agak jauh dan temaram sinar bulan kurang menolongku melihatnya. Namun dalam bayangan malam kulihat Guru itu mengambil posisi berdoa.

INGIN MENABUNG DAN MENDAPAT GAJI?
KLIK  INI

Sesaat kemudian kulihat dia kembali dan menemukan para murid itu tertidur, mungkin kelelahan setelah berjalan dalam jarak dan waktu yang melelahkan mereka. Kemudian kulihat kembali Guru itu mengarahkan langkah ke tempat awal dia nampak berdoa, dan kurasakan alam semesta seolah mendukung doa itu. Angina seketika terdiam dan bunyi serangga hutan malam juga kurasakan berhenti semuanya dari aktifitas mereka.

Aku menepiskan nyamuk usil yang menggigit keningku. Letihku hilang karena tertarik mengikuti kisah mereka. Dan kemudian kulihat Guru itu kembali. Masih seperti yang pertama, 12 orang itu tertidur semuanya. Ada percakapan namun lirih dan menjadikanku tak bisa mendengar dengan jelas. Kulihat langit bercahaya sempurna, dan angina sudah kembali dari diamnya. Desirannya kurasakan menyentuh ujung jubahku.

Sekonyong konyong kudengar ada langkah banyak orang. Kuperhatikan dan kucari asal suara itu. Dan ternyata aku malah bisa melihat ada obor berkelip di bawah, di jalan menuju taman ini. Aku tidak tahu siapa mereka. Dan kuputuskan menunggunya hingga kemudian terjadi sebuah keributan. Terntaya ada upaya menangkap Guru itu karena dengan lampu obor yang menerangi aku bisa melihat dengan lebih jelas. Ada salah seorang yang mencoba menghunus pedang, danaku ingat, dia yang siang tadi membisiku supaya mengikuti meereka dan mencatat semua peristiwa yang terjadi. Dia menebas salah seorang dari rombongan yang datang. Namun ditegor oleh guru itu. Dan ajaib, kuping yang terputus itu dipulihkan. Sungguh ajaib.

Lalu kulihat Guru itu dibawa, aku tidak athu akan dibawa kemana namun aku siap mengikuti dari jarak yang cukup aman. Dan  gelapnya malam takkurasakan lagi, demi mengetahui apa yang akan terjadi.
Ternyata Guru itu di bawa ke pusat kota kami, ke rumah ibadah kami. Di sana Dia ditanyai banyak orang. Lalu malam semakin larut dan pitu rumah ibadah itu ditutup. Aku hanya bisa melihat dari jauh dan kuputusakan pulang untuk esok pagi sekali aku akan kembali.
Pagi datang sangat cepat kurasakan. Tanpa mandi aku bergegas ke rumah ibadah kami di pusat kota. Ada banyak orang karena hari raya agama kami. Namun aku tidak menemukan Guru itu. Kutanya beberapa orang dan kutahu, dia dibawa menghadap Sang Prokunsul kami, Pontius Pilatus. Dan di sana Guru itu diadili. Banyak orang dalam wajah beringas mengepung gedung pengadilan itu.

SEHAT DAN KAYA...HANYA JIKA ANDA  KLIK YANG INI

Saking banyaknya orang aku takbisa masuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Aku berdiri diluar gedung hingga siang. Dan kemudiankulihat Guru itu keluar dengan memikul sebuah salib. Aku histeris tertahan, salah apakah gerangan guru itu hingga dijatuhi hukuman seperti itu. Kulihat orang banyak menggiring Guru itu ke sebuah tempat dan menurut orang yang aku Tanya, Dia akan dibawa ke bukita yang kami kenal sebagai Golgota, bukit penghakiman. Ohhh..

Aku mengikuti rombongan itu dalam panas terik matahari siang hari. Aku merasakan lapar karena belum makan sampai  setengah hari ini, dan kubayangkan betapa derita Guru itu memanggul salib yang kulihat kasar dan kotor. Aku yang hanya membawa tubuh kerempengku ini saja merasakan letih luar biasa, maka betapa berat derita Guru itu. Aku akhirnya sampai di puncak bukit itu dan kulihat sudah tersedia dua salib yang di sana.
Sesaat kemudian kulihat Guru itu ipegangi beberapa prajutit, lalu kulihat Salib itudirebahkan dan Guru itu dibentangkan, kedua tangan dipaku begitu pula kakinya. Lengkingan rintih sakit kudengar bersama gemuruh sorak sorai orang banyak. Aku tidak kuat melihat dan kemudian aku menyingkir di balik pohon besar. Lalu ada keajaiban, ada kegelapan luar biasa.

Jujur aku tidak mengerti akan semua ini. Kemudian aku mencoba kembali ke tempat banyak orang dan juga tempat disalibnya guru itu. Sudah agak sepi, lalu kulihat beberapa orang terkahir meninggalkan tempat itu. Aku tertegun dan kemudian kaget ketika ada yang menyapaku.
“Bantulah aku menurunkan jenasah Orang Ajaib yang tersalib di tengah itu….”
Aku kaget dan menoleh….Ternyata bosku, Pak Yusuf yang dari kota Arimatea..

Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH