Minggu, 18 Desember 2016

TENTANG KEBERANIAN MENGHADAPI RESIKO PILIHAN HIDUP



“Ibukk….ujung jariku terluka.. berdarah..sakitt…!”, Teriak seorang gadis kecil, berusia sekitar 5 tahun, saat merasakan sakit dan perih. Ujung ibu jarinya, dekat kuku terlihat ada garah merah. 
 Ingin tampil cantik dan juga kaya?Ini  JALAN ITU

“Iya…Sebentar ibuk ambilkan obat merah dan alcohol”, Jawab ibu gadis mungil itu. Masih nampak wajah merasakan sakit dari gadis kecil itu. Kemudian ibunya melihat sumber rasa sakit yang dirasakan anak gadisnya. Ternyata, sumber nyeri dan sakit itu disebabkan oleh terlukanya bagian kulit dan kuku di ujung ibu jari gadis itu.

Gadis kecil itu, memang sedang menikmati manisnya buah rambutan. Dan karena diajari kemandirian oleh kedua orangtuanya, maka dia mencoba sendiri membuka buah rambutan itu. Kulitnya yang penuh duri lembek memerah menampakkan keranumannya. Dan untuk membukanya, dibutuhkan tekanan dari kuku jemari demi melukai kulit buah itu. Semua itu awalnya dilakukan dengan gembira, namun saat sakit dirasakan, rintih lembut yang terdengar.

“Tidak apa-apa lukamu nak..nanti ibu beri alcohol dan diberi obat erah biar tidak infeksi. Meskipun sakit namun kau telah berani membuka vuah rambutan itu nak, berani dengan jemari dan kuku-kukumu membuka kulit buah itu. Luka itu hal yang biasa,nikmati saja”, Ibu itu membersihkan luka anak gadisnya sembari memberikan kata-kata petuah sederhana, sesuai Bahasa dan nalar anak gadis itu. Sambil masih terlihat merasakan sakit serta perih, gadis mungil itu manggut-manggut, entah apa yang ada di pekirannya.

Resiko atau konsekwensi logis dari apapun pilihan hidup adalah kemestian. Semenjak semesta ini terbuka untuk didiami makluk hidup, hukum alam itu tidak pernah sekalipun ada yang mampu menaklukannya. Tidak juga kaum yang selalu menganggap diri suci dan merasa sebagai pewaruis “Dunia Indah” yang sering diteriakan sebagai surga. Tidak. Mereka tidak mampu merusak irama hukum alam.

Ketika orang memilih makan buah pete atau jengkol, maka resiko yang pasti akan dialaminya adalah kencing baud an mulut beraroma buah itu. Bisa jadi, teman atau sahabat serta orang di sekitar mereka akan berteriak atau paling tidak menyingkir, demi menghindari “Bau yang tidak senonoh” itu. Itulah resiko,konsekwensi dari nikmatnya pete dan jengkol.  Masih banyak lagi contoh yang bisa ditemukan, silakan pembaca menemukannya sendiri.

Perihal resiko inipun mesti dihadapi Yusuf, tunangan Maria. Saat mengetahui tunangannya hamil,dan ia belum menikahinya serta merasa belum “Mengapa-ngapain” tunangannya, Yusuf brhak menghindari tanggungjawab. Apapakh dengan menghindari tanggungjawab, tidak ada resiko?Ada. Yusuf mesti menghadapi kenyataan bahwa orang yang sangat dicintainya (mungkin lho ya  karena narasi Alkitab tidak ada yang memebri laporan tentang kisah cinta Yusuf dan Maria), akan sendirian menanggung derita,menerima makian serta hujatan ataupun sindiran. Yusuf mungkin aman secara tanggungjawab social-dengan membuat jumpa pers bahwa dia tidak melakukan apa-apa terhadap tunangannya-, namun nuraninya akan dikejar dengan tuduhan tidak bertanggungjawab. Dan pilihan itu tidak Yusuf ambil, dia memilih menikahi Maria tunangannya.

Apakah dengan demikian, menikahi tunanganya, tidak ada resiko?Ada, semua pasti ada resikonya. Resikonya adalah, mesti menjaga, melindungi, menghidupi tunangannya serta bayi yang ada di dalam kandungan tunangannya. Beratkah tanggungjawab itu?Persoalan berat dan tidak berat sejatinya tidak terletak pada obyek yang mesti dipikul,tidak terletak pada persoalannya, melainkan ada pada cara menyikapi persoalan itu.

Jalan Untuk merancang masa depan.. SIAPKAN ANAK ANDA

Yusuf menerima resiko dari pilihannya taat kepada Suara Tuhan yang ia yakini. Dan karenanya, dia mesti menghadapi berbagai “luka” disekitar menjalankan tanggungjawab itu. Bagaimana kemudian sikap dan tanggapan keluarganya,sahabat-sahabatnya, komunitas sosialnya,semua pasti ada yang bersikap negative terhadap pilihan Yusuf. Namun Yusuf tegar, apapun resiko dari pilihan hidup yang diambilnya, dia berani menghadapi. Itulah keteladanan, sebuah contoh keberaqnian mengambil sikap.

Pilihan hidup yang kita ambil tidak selalu tepat atau benar dalam ukuran trtentu, meski secara universal mengandung kebenaran yang tinggi. Namun, buka soal benar atau salah , melainkan sejauh mana kita mampu mempertanggungjawabkan apapun pilihan yang kita ambil. Keberanian mempertanggungjawabkan pilihan hidup yang kita ambil, itulah kedewasaan yang sesungguhnya.

Oiya..anak kecil tadi, gadis mungil berusia 5 tahun itu juga tidak kapok kok membuka sendiri buah rambutanitu..Nahh, anak kecil saja tidak kapok meski pernah mengalami luka, masak yang baca ini, yang pintar dan pandai serta sudah dewasa, sering kapok melakukan tindakan positif?Ayo bangkit..maju..jika ada yang pernah berusaha namun gagal, lalu kapok, jangan harap akan mengalami kebrhasilan.
Selamat Advent ke IV

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH