“Ibukk….ujung jariku terluka.. berdarah..sakitt…!”,
Teriak seorang gadis kecil, berusia sekitar 5 tahun, saat merasakan sakit dan
perih. Ujung ibu jarinya, dekat kuku terlihat ada garah merah.
Ingin tampil cantik dan juga kaya?Ini JALAN ITU
“Iya…Sebentar ibuk ambilkan obat merah dan alcohol”,
Jawab ibu gadis mungil itu. Masih nampak wajah merasakan sakit dari gadis kecil
itu. Kemudian ibunya melihat sumber rasa sakit yang dirasakan anak gadisnya. Ternyata,
sumber nyeri dan sakit itu disebabkan oleh terlukanya bagian kulit dan kuku di
ujung ibu jari gadis itu.
Gadis kecil itu, memang sedang menikmati manisnya buah
rambutan. Dan karena diajari kemandirian oleh kedua orangtuanya, maka dia
mencoba sendiri membuka buah rambutan itu. Kulitnya yang penuh duri lembek
memerah menampakkan keranumannya. Dan untuk membukanya, dibutuhkan tekanan dari
kuku jemari demi melukai kulit buah itu. Semua itu awalnya dilakukan dengan
gembira, namun saat sakit dirasakan, rintih lembut yang terdengar.
“Tidak apa-apa lukamu nak..nanti ibu beri alcohol dan
diberi obat erah biar tidak infeksi. Meskipun sakit namun kau telah berani
membuka vuah rambutan itu nak, berani dengan jemari dan kuku-kukumu membuka
kulit buah itu. Luka itu hal yang biasa,nikmati saja”, Ibu itu membersihkan
luka anak gadisnya sembari memberikan kata-kata petuah sederhana, sesuai Bahasa
dan nalar anak gadis itu. Sambil masih terlihat merasakan sakit serta perih,
gadis mungil itu manggut-manggut, entah apa yang ada di pekirannya.
Resiko atau konsekwensi logis dari apapun pilihan hidup
adalah kemestian. Semenjak semesta ini terbuka untuk didiami makluk hidup, hukum
alam itu tidak pernah sekalipun ada yang mampu menaklukannya. Tidak juga kaum
yang selalu menganggap diri suci dan merasa sebagai pewaruis “Dunia Indah” yang
sering diteriakan sebagai surga. Tidak. Mereka tidak mampu merusak irama hukum
alam.
Ketika orang memilih makan buah pete atau jengkol, maka
resiko yang pasti akan dialaminya adalah kencing baud an mulut beraroma buah
itu. Bisa jadi, teman atau sahabat serta orang di sekitar mereka akan berteriak
atau paling tidak menyingkir, demi menghindari “Bau yang tidak senonoh” itu. Itulah
resiko,konsekwensi dari nikmatnya pete dan jengkol. Masih banyak lagi contoh yang bisa ditemukan,
silakan pembaca menemukannya sendiri.
Perihal resiko inipun mesti dihadapi Yusuf, tunangan
Maria. Saat mengetahui tunangannya hamil,dan ia belum menikahinya serta merasa
belum “Mengapa-ngapain” tunangannya, Yusuf brhak menghindari tanggungjawab. Apapakh
dengan menghindari tanggungjawab, tidak ada resiko?Ada. Yusuf mesti menghadapi
kenyataan bahwa orang yang sangat dicintainya (mungkin lho ya karena narasi Alkitab tidak ada yang memebri
laporan tentang kisah cinta Yusuf dan Maria), akan sendirian menanggung
derita,menerima makian serta hujatan ataupun sindiran. Yusuf mungkin aman secara
tanggungjawab social-dengan membuat jumpa pers bahwa dia tidak melakukan
apa-apa terhadap tunangannya-, namun nuraninya akan dikejar dengan tuduhan
tidak bertanggungjawab. Dan pilihan itu tidak Yusuf ambil, dia memilih menikahi
Maria tunangannya.
Apakah dengan demikian, menikahi tunanganya, tidak ada
resiko?Ada, semua pasti ada resikonya. Resikonya adalah, mesti menjaga,
melindungi, menghidupi tunangannya serta bayi yang ada di dalam kandungan
tunangannya. Beratkah tanggungjawab itu?Persoalan berat dan tidak berat
sejatinya tidak terletak pada obyek yang mesti dipikul,tidak terletak pada
persoalannya, melainkan ada pada cara menyikapi persoalan itu.
Jalan Untuk merancang masa depan.. SIAPKAN ANAK ANDA
Yusuf menerima resiko dari pilihannya taat kepada Suara
Tuhan yang ia yakini. Dan karenanya, dia mesti menghadapi berbagai “luka”
disekitar menjalankan tanggungjawab itu. Bagaimana kemudian sikap dan tanggapan
keluarganya,sahabat-sahabatnya, komunitas sosialnya,semua pasti ada yang
bersikap negative terhadap pilihan Yusuf. Namun Yusuf tegar, apapun resiko dari
pilihan hidup yang diambilnya, dia berani menghadapi. Itulah keteladanan,
sebuah contoh keberaqnian mengambil sikap.
Pilihan hidup yang kita ambil tidak selalu tepat atau
benar dalam ukuran trtentu, meski secara universal mengandung kebenaran yang tinggi.
Namun, buka soal benar atau salah , melainkan sejauh mana kita mampu
mempertanggungjawabkan apapun pilihan yang kita ambil. Keberanian mempertanggungjawabkan
pilihan hidup yang kita ambil, itulah kedewasaan yang sesungguhnya.
Oiya..anak kecil tadi, gadis mungil berusia 5 tahun itu
juga tidak kapok kok membuka sendiri buah rambutanitu..Nahh, anak kecil saja
tidak kapok meski pernah mengalami luka, masak yang baca ini, yang pintar dan
pandai serta sudah dewasa, sering kapok melakukan tindakan positif?Ayo
bangkit..maju..jika ada yang pernah berusaha namun gagal, lalu kapok, jangan
harap akan mengalami kebrhasilan.
Selamat Advent ke IV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar