Selasa, 06 Desember 2016

PELAJARAN SURGA DARI SURGA YANG SEDERHANA



Benar kata mitos itu, bahwa bulan Desember itu bulan yang ‘gede’ atau besar sumber. Mengapa benar?Karena di bulan desember, sebagai daerah tropis, curah hujan sedang ada di puncaknya.  Begitu setianya si hujan, seolah lelaki yang sedang jatuh cinta, selalu akan mengunjungi sang pujaan hati. Demikian juga dengan hujan, saking cintanya dengan bumi,dengan alama, maka tidak dibiarkannya, sehari tanpa kehadirannya, kehadiran hujan.
Dan malam itu, sisa-sisa hujan masih sangat terasa. Jalanan basah,kabut tipis dan bahkan rintik lembut air hujan masih sesekali menggoda semesta. Panggilan hidupku selalu menjadikan malam sebagai sahabat setia, seperti malam itu,dalam dingin dank abut,dalam hujan dan sepi, keterobos malam,dengan sukacita. Jalanan yang basah, sinar lampu kendaraan yang bersaing dengan kabut, juga terkadang sesekali nyala kilatan lidah api di langit tenggara dusun kami, menjadi kawan perjalanan yang setia.

Sesampai di persawahan, diantara dusun satu dengan dusun yang lain,entah mengapa laju motor ini ingin kuperlambat,dan pada akhirnya kuhentikan. Kupinggirkan dan aku turun, mematikan mesin. Masih ada satu-dua rintik hujan yang mencumbui wajahku yang masih terbungkus helm,lalu kubuka. Kuhirup udara malam, segar,meski dingin,dan kurasakan persekutuan atau penyatuan utuh dengan alam, dengan semesta. Semilir angin membelai alam,juga daun-daun padi yang masih menghijau,gemerisiknya melagukan  simfoni semesta, simfoni purbakala yang selalu membangunkan jiwa-jiwa untuk menyatu dengan semuanya.
Ingin menabung dan mendapat Untung?Klik ini SINI
Dalam terang bulan tanggal 8, dan juga dalam kurungan awan dan hujan, kuliat di sudut sawah, agak jauh,sekitar 50 sampai 60 meter, kulihat bayangan. Bayangan itu bergerak mendekat,aku tahu itu sosok manusia, nyala rokok yang ia hisap,meski dari jauh menandakan dia manusia. Dan setelah dekat, kami saling menyapa. Dan kutahu, pak tani itu sedang menengok kerbaunya,sepasang yang ia tinggalkan di sawah. Ia tingalkan dalam sebuah kandang sederhana, di ujung sawah miliknya. Sesuatu yang aneh bagiku di jaman serba curiga seperti ini, masih ada orang yang meninggalkan harta berharganya sendirian tanpa terjagai. Dan yang membuatku tersadar, saat dalam percakapan.dengan rokok kami masing-masing, bapak tani ini bericara tentang surga
.
“Mas, surga itu bukan tentang waktu nanti,juga bukan sebuah tempat di sana, namun waktunya sekarang dan di sini”, Ungkap bapak itu,saat aku tanya, tidakkah kuatir kerbau-kerbaunya dicuri orang. Beliau ikhlas,jika kerbau-kerbaunya dicuri,baginya, yang mengambil (bapak ini tidak mau menyebut pencurian,karena menurutnya tuduhan pencurian akan menjadikan yang mengambil menanggung salah besar) sedang dalam keadaan membutuhkan dan tidak sempat meminta kepadanya. Namun justru keiklhasan yang menjadikan dia damai serta selama ini, kerbau-kerbaunya aman dari orang yang menginginkannya.

Malam itu, aku belajar tentang surge secara sederhana. Bukan nanti dan di sana, namun di dalam hati. Keiklasan sejati,itulah surge. Kerelaan sejati itulah bahagia,tidak mencoba menggemgam sebagai milik abadi,namun semua hanyalah sarana. Bapak tani itu berpikir, bahwa kerbau-kerbaunya adalah sarana kehidupan,bukan kehidupan itu sendiri,maka saat sarana itu terambil,kehidupan masih tetap ada. terima kasih bapak,atas pencerahannya,dan akan saya tulis untuk kubagikan,. Jika ada yang membaca dan merasa tersentuh,silakan,namun jika ada yang membaca tidak menemukan apa-apa,ya silakan saja. Ini pengalaman sederhana, hanya ingin berbagi,tentang surge menurut sesame manusia yang sangat sederhana.

Dalam perjalanan pulang seusai kuliah semesta itu, aku berandai-andai, jika aku bisa seperti bapak itu,bukan Cuma aku,namun smeua manusia, bisa hidup dalam keiklasan, betapa damainya dunia ini..

Rintik hujan sudah mereda,dan di kaki bukit, rembulan muda sudah letih,ingin masuk dalam pelukan cinta semesta..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH