Rabu, 07 Desember 2016

MELIHAT BENCANA ACEH DARI SUDUT LAIN



Suatu waktu, di tahun 2010. Saat alam menyapa dan menggeliat dengan bahasa yang berbeda. Di Jawa Tengah, ada gunung berapi yang namanya Gunung Merapi, yang sedang bermain-main, mungkin sedang bercanda, memuntahkan isi perutnya, mungkin dengan senyuman,meski menjadikan banyak penghuni alam semesta yang lain merasakan lara dan derita. Dan kemudian, sebagian orang menamakan itu sebagai bencana..Ada tangis, ada duka, ada keterpisahan..semuanya lengkap...
Ingin Cantik dan Kaya?Klik ini..INI
Alarm alam itu tersambut dengan sangat hebat, sehingga ribuan, bahkan mungkin jutaan orang mengalihkan focus hidup ke sana, ke arah yang dikata orang bencana. Yang semula bersitegang menjadi bergandengan tangan, yang awalnya tidak mengenal menjadi saling mengenal,semua bersatu padu,demi selamatnya sesama,dari “Candaan” Simbah Merapi. 

Akupun terlibat di sana, meski sebatas mampu dan kuatku. 
Dan dari peristiwa itulah aku merasakan serta menjumpai sebuah pengalaman istimewa.
“Niki sanes bencana mas, niki ingkang Kagungan redi Merapi nembe dandan-dandan. Dados menawi nembe dandan lajeng wonten ingkan ical lan kenging tatu,punika pun limrah” Ungkap salah seorang sesepuh sebuah dusun di dekat puncak merapi. Arti dari ungkapan di atas adalah, semua yang terjadi dengan merapi,yang katanya ngamuk memuntahkan lahar dan awan panasnya, bukanlah bencana, melainkan sang empunya gunung sedang memperbaiki rumahnya. Dan jika sedang memperbaiki rumah ada yang hilang,rusak dan terluka, itu biasa

Sungguh sebuah pemahaman alamiah yang dalam,dari sudut yang sangat dekat dengan yang terkena bencana, bahkan yang menjadi bagian dari korban “Dandan-dandannya” mbah merapi. Mungkin terkesan naif, tapi itulah cara memaknai sebuah peristiwa, yang bisa dikatakan bencana.

Pagi ini, salah satu wilayah nusantara, bagian semesta sedang tertimpa musibah, gempa bumi. Semua setuju bahwa itu bencana,begitupun saya. Namun, boleh juga melihat dari sisi,sudut yang lain, bahwa mungkin kepercayaan orang merapi, bisa dipakai untuk memaknai peristiwa itu. Alam sedang memperbaiki diri,dan ada bagian yang menjadi korban..Jika merapi dalam muntahan lahar panas dan dinginnya bisa menghadirkan kesatuan manusia demi menolong sesama, alangkah indah juga jika semua ikut terlibat menolong korban di Aceh.

Baju-baju agama, aliran, kepentingan politik,lepaskan dulu. Tanggalkan, ikuti panggilan Illahi di Aceh, bahwa Sang Empunya Kehidupan sedang memperbaiki salah satu sisi dunia,yang diberikan kepada manusia untuk dihuni serta dijaga. Bencana tetaplah bencana, dari satu sudut pandang, namun memberikan tempat untuk pemahaman lain, sangatlah dewasa. Bukan hendak mengabaikan korban di sana, namun sekedar memberi alternative pemahaman lain.. Dan bukan pula hendak menghindari tugas menolong sesama, namun demi menggali kesadaran lain.

Mari,bersatu padu, bukan untuk berdemo negative,membela ajaran ataupun apa,namun mari bersatu dalam demo kemanusiaan demi keharmonisan semesta..

Pada sebuah Gubug di Pedalaman Tuntang..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH