Kamis, 01 Desember 2016

DALIJO MENDAPAT WASIAT



“Mengapakah engkau termenung seharian Nak Dalijo?”, Sapa Ki Resi,yang seingat Dalijo baru saja meninggalkannya,menuju bilik. Dan Dalijo merasa, dalam kesadarannya, bahwa waktu Ki resi itu meninggalkannya,belumlah lama,dalam hitungan dunianya, belum ada 10 menit. Namun menurut Sang Resi itu, sudah seharian.

“Anu ki,perasaan saya hanya sebentar,kok kata Ki Resi saya termenung seharian?Lha kok betah ya saya, kok tidak pengen makan dan pipis ya Ki?”, Jawab Dalijo sekenanya,karena masih dilimuti heran  dan kaget tiada terkira.
Malam semakin dingin, dalam hitungan Dalijo, ini malam Jumat legi,karena kamisnya kamis kliwon. Sebenarnya Jumat legi,dalam petungan Dalijo bukanlah hari khusus,namun tiba-tiba perasaannya menjadi aneh. Sangat aneh, seperti ada sebuah gejolak yang membuatnya bingung dan juga gelisah, namun tidak mengerti gelisah tentang apa.

“Nak Dalijo, malam ini kau boleh kembali ke duniamu. Dan kau harus menuliskannya,entah ada yang baca atau tidak,kamu mesti menuliskannya. Itu welingku,pesanku untukmu”, Ungkap Sang Resi yang membuat Dalijo girang bukan kepalang. Namun selain girang,Dalijo juga menyimpan Tanya, ada apa dengan batinnya yang selalu gundah.

“O..hh.terima kasih Ki Resi, akhirnya saya boleh kembali. Sudah kangen sama Maruta dan Sareh. Itu temen-temen saya. Sekarang atau kapan Ki kembali saya?”, Tanya Dalijo penuh harap.

“Nanti, masih aka nada orang yang ingin bertemu denganmu. Dia mantan orang paling penting di sejarah negaramu. Aku mengajakmu ke alamku ini, agar kamu tidak kembali ikutan demo dan demo,karena negerimu sedang dilanda wabah penyakit. Penyakit kehilangan cara berpikir. Warga negaramu sedang dipangkas akal sehatnya,dan itu dilakukan oleh orang yang sedang dirasuki ruh Sengkuni. Mereka, orang yang dirasuki ruh Sengkuni itu, akan mencari segala cara demi ambisinya terlaksana. Jangankan agama, nyawa sesamanyapun dikorbankan. Dan semakin parah, mereka mengorbankannya dengan iming-iming surge. Sungguh jahat mereka”, Lanjut Sang Resi penuh wibawa, meski ada nada marah tiada terkira.

Malam semakin beirngsut,menuju kesejatiannya. Dingin tidak begitu terasa, meski semilir angina menerjang dedaunan dan kulit mereka, Dalijo dan Sang Resi. Saat mereka masih diam, dari ujung  jalan,yang tidak begitu terang, ada sesosok bayangan. Kekar dan melangkah dengan sangat tegap. Semakin dekat,semakin jelas Dalijo menatap sosok yang menuju kearahnya bersama sang Resi.

“Nak Dalijo, itu yang tadi kumaksutkan. Dia adalah tokoh terpenting dalam sejarah negerimu. Dia sudah tidak bersamamu di alammu,dia sudah masuk kea lam tiada terbatas. Dia ingin menyampaikan sesuatu untukmu. Dengarkan dan perhatikan dengan seksama nak..itu sangat penting untuk kebaikan negerimu. Benar kamu bukan orang terkenal, namun kamu bisa menyelamatkan negerimu..”, sang Resi memberi penjelasan. Sosok tegap itu semakin dekat. Semakin jelas,namun Dalijo idak mengenalnya. Hanya lamat-lamat, Dalijo seperti pernah melihat wajah itu,namun entah di mana.

“Selamat malam nak..apa kabarmu?”, Sapa sosok yang baru datang dengan angat berwibawa. “Aku tahu,kamu tidak mengenalku,karena saat aku pergi ke alam ini, kamu belum hadir di duniamu.  Aku hendak memberi pesan untukmu, untuk negeri yang kuperjuangkan dengan sepenuh jiwa raga,yang sekarang dibuat porak poranda oleh anjing-anjing bertubuh manusia”, Sosok itu berkata pelan,namun berwibawa dan menyimpan marah tertahan.

Dalijo kaget, untung ini dunia lain, kalau di dunianya,pasti bapak ini terkena pidana. Lha wong dulu pak Gubernur Ganjar, Cuma memakai kaos bergambar anjing semua, lalu ditulis “Asu Kabeh” saja menimbulkan heboh. Memang bangsaku sok santun,sok salaeh namun kelakuannya menjijikan.
“Dalijo….”, Sapa sosok berwibawa itu.
“I..iiiya den.,eh..pak..inggih…”, jawab Dalijo gugup.

“Kamu setelah ini,kembali ke negeriku,negeri kita. Aku dulu bersama dengan banyak teman dan seluruh rakyat mendirikan negeri itu. Tujuanku hanya satu. Semua warga Negara sejahtera. Maka sekembalimu dari sini, tulislah semua. Biar dibaca oleh semua rakyatku. Aku marah,namun tidak bisa berbuat apa-apa. Alamku sudah berbeda. Aku marah karena banyak yang tidak memikirkan masyarakat,mereka yang sok alim,yang sok prihatin,yang sok santun,yang sok mriyayeni itu,sebenarnya busuk hatinya. Mereka sedang merancang rencan untuk menguasahi negaramu,negeriku juga.”, Sosok yang mulai aku kenal,meski belum seutuhnya itu  diam,menata nafas.
“Kalian sedang diadu domba. Agama dijadikan alasan,dan para ulama dijadikan peluru mereka. Tulislah Dal, tulislah. Ulama dan pemimpin agama sedang diadu,sehingga saling hina diantara kubu-kubu itu. Tujuannya satu, ulama tidak dihargai. Kalian semua sudah kehilangan akal sehat,sudah tumpul nurani dan akal sehat kalian. Maka, kalian gampang diadu. Besok aka nada pawai damai,gerakan damai. Itu sangat goblog,ndladuk yang merencanakan. Kalau ada gerakan damai,berarti keadaan sedang tidak damai. Untuk apa mereka ke Batavia, untuk apa mereka berbondong-bondong kaya bebek hanya karena diberi tahu hal yang sederhana. Katakana dan tulislah Dal, kitab suci tidak akan hilang wibawanya meski dilecehkan,dihina,bahkan dibakarpun,tidak akan kehilangan keagungannya.”

Sosok itu menahan kata sejenak. Udara masih menyenangkan, langit ceah dan bintang-bintang berkerejab menari,seolah mengerti cara mengisi malam.
“Kalau kalian masih bisa menggunakan nalar,menggunakan akal sehat,maka kalian lebih baik memilih bekerja,daripada grudag-grudug tidak ada manfaatnya. Kalian juga beragama dengan konyol,hanya ikut-ikutan pemimpin kalian, kalian tidak mau belajar sendiri,kalian menelan mentah-mentah tafsiran pemimpin kalian. Padahal mereka tidak lebih pandai darimu Dal. Itulah salahnya warga negaramu, yang dulu aku juga menjadi bagiannya. 

Pesan terakhirku satu Dal, gunakan akal sehatmu. Itu karunia Illahi,jangan hanya karena perintah ulama atau pendeta. Nuranimu yang paling dekat dengan Sang Illahi”, Demikian sosok itu mengakhiri kata-katanya.
“Dalijo, pejamkan matamu. Ingat welingku..”, Sapa sosok itu dan Ki Resi,seolah serempak. Dalijopun memejamkan matanya. Dan kemudian, setelah dirasa cukup,dank arena penasaran, karena tiba-tiba seperti ada nyamuk menggigit betisnya, Dalijo membuka matanya. Pelan dia membuka matanya, dan…

“Astaggaaaa….”, Dalijo kaget bukan kepalang, ternyata dia masih di gubug tegalnya,padahal hari sudah sangat gelap. Dengan sisa tenaga dan keberaniannya, Dalijo melangkah pulang. Ingin segera menuliskan pesan sang Resi dan sosok aneh tadi…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH