“Mengapakah engkau termenung seharian Nak Dalijo?”, Sapa
Ki Resi,yang seingat Dalijo baru saja meninggalkannya,menuju bilik. Dan Dalijo
merasa, dalam kesadarannya, bahwa waktu Ki resi itu meninggalkannya,belumlah
lama,dalam hitungan dunianya, belum ada 10 menit. Namun menurut Sang Resi itu,
sudah seharian.
“Anu ki,perasaan saya hanya sebentar,kok kata Ki Resi
saya termenung seharian?Lha kok betah ya saya, kok tidak pengen makan dan pipis
ya Ki?”, Jawab Dalijo sekenanya,karena masih dilimuti heran dan kaget tiada terkira.
Malam semakin dingin, dalam hitungan Dalijo, ini malam
Jumat legi,karena kamisnya kamis kliwon. Sebenarnya Jumat legi,dalam petungan
Dalijo bukanlah hari khusus,namun tiba-tiba perasaannya menjadi aneh. Sangat aneh,
seperti ada sebuah gejolak yang membuatnya bingung dan juga gelisah, namun
tidak mengerti gelisah tentang apa.
“Nak Dalijo, malam ini kau boleh kembali ke duniamu. Dan kau
harus menuliskannya,entah ada yang baca atau tidak,kamu mesti menuliskannya. Itu
welingku,pesanku untukmu”, Ungkap Sang Resi yang membuat Dalijo girang bukan
kepalang. Namun selain girang,Dalijo juga menyimpan Tanya, ada apa dengan
batinnya yang selalu gundah.
“O..hh.terima kasih Ki Resi, akhirnya saya boleh kembali.
Sudah kangen sama Maruta dan Sareh. Itu temen-temen saya. Sekarang atau kapan
Ki kembali saya?”, Tanya Dalijo penuh harap.
“Nanti, masih aka nada orang yang ingin bertemu denganmu.
Dia mantan orang paling penting di sejarah negaramu. Aku mengajakmu ke alamku
ini, agar kamu tidak kembali ikutan demo dan demo,karena negerimu sedang
dilanda wabah penyakit. Penyakit kehilangan cara berpikir. Warga negaramu
sedang dipangkas akal sehatnya,dan itu dilakukan oleh orang yang sedang
dirasuki ruh Sengkuni. Mereka, orang yang dirasuki ruh Sengkuni itu, akan
mencari segala cara demi ambisinya terlaksana. Jangankan agama, nyawa
sesamanyapun dikorbankan. Dan semakin parah, mereka mengorbankannya dengan
iming-iming surge. Sungguh jahat mereka”, Lanjut Sang Resi penuh wibawa, meski
ada nada marah tiada terkira.
Malam semakin beirngsut,menuju kesejatiannya. Dingin tidak
begitu terasa, meski semilir angina menerjang dedaunan dan kulit mereka, Dalijo
dan Sang Resi. Saat mereka masih diam, dari ujung jalan,yang tidak begitu terang, ada sesosok
bayangan. Kekar dan melangkah dengan sangat tegap. Semakin dekat,semakin jelas
Dalijo menatap sosok yang menuju kearahnya bersama sang Resi.
“Nak Dalijo, itu yang tadi kumaksutkan. Dia adalah tokoh
terpenting dalam sejarah negerimu. Dia sudah tidak bersamamu di alammu,dia
sudah masuk kea lam tiada terbatas. Dia ingin menyampaikan sesuatu untukmu. Dengarkan
dan perhatikan dengan seksama nak..itu sangat penting untuk kebaikan negerimu. Benar
kamu bukan orang terkenal, namun kamu bisa menyelamatkan negerimu..”, sang Resi
memberi penjelasan. Sosok tegap itu semakin dekat. Semakin jelas,namun Dalijo
idak mengenalnya. Hanya lamat-lamat, Dalijo seperti pernah melihat wajah
itu,namun entah di mana.
“Selamat malam nak..apa kabarmu?”, Sapa sosok yang baru
datang dengan angat berwibawa. “Aku tahu,kamu tidak mengenalku,karena saat aku
pergi ke alam ini, kamu belum hadir di duniamu. Aku hendak memberi pesan untukmu, untuk negeri
yang kuperjuangkan dengan sepenuh jiwa raga,yang sekarang dibuat porak poranda
oleh anjing-anjing bertubuh manusia”, Sosok itu berkata pelan,namun berwibawa
dan menyimpan marah tertahan.
Dalijo kaget, untung ini dunia lain, kalau di
dunianya,pasti bapak ini terkena pidana. Lha wong dulu pak Gubernur Ganjar, Cuma
memakai kaos bergambar anjing semua, lalu ditulis “Asu Kabeh” saja menimbulkan
heboh. Memang bangsaku sok santun,sok salaeh namun kelakuannya menjijikan.
“Dalijo….”, Sapa sosok berwibawa itu.
“I..iiiya den.,eh..pak..inggih…”, jawab Dalijo gugup.
“Kamu setelah ini,kembali ke negeriku,negeri kita. Aku dulu
bersama dengan banyak teman dan seluruh rakyat mendirikan negeri itu. Tujuanku hanya
satu. Semua warga Negara sejahtera. Maka sekembalimu dari sini, tulislah semua.
Biar dibaca oleh semua rakyatku. Aku marah,namun tidak bisa berbuat apa-apa. Alamku
sudah berbeda. Aku marah karena banyak yang tidak memikirkan masyarakat,mereka
yang sok alim,yang sok prihatin,yang sok santun,yang sok mriyayeni
itu,sebenarnya busuk hatinya. Mereka sedang merancang rencan untuk menguasahi
negaramu,negeriku juga.”, Sosok yang mulai aku kenal,meski belum seutuhnya
itu diam,menata nafas.
“Kalian sedang diadu domba. Agama dijadikan alasan,dan
para ulama dijadikan peluru mereka. Tulislah Dal, tulislah. Ulama dan pemimpin
agama sedang diadu,sehingga saling hina diantara kubu-kubu itu. Tujuannya satu,
ulama tidak dihargai. Kalian semua sudah kehilangan akal sehat,sudah tumpul nurani
dan akal sehat kalian. Maka, kalian gampang diadu. Besok aka nada pawai
damai,gerakan damai. Itu sangat goblog,ndladuk yang merencanakan. Kalau ada
gerakan damai,berarti keadaan sedang tidak damai. Untuk apa mereka ke Batavia,
untuk apa mereka berbondong-bondong kaya bebek hanya karena diberi tahu hal
yang sederhana. Katakana dan tulislah Dal, kitab suci tidak akan hilang
wibawanya meski dilecehkan,dihina,bahkan dibakarpun,tidak akan kehilangan
keagungannya.”
Sosok itu menahan kata sejenak. Udara masih menyenangkan,
langit ceah dan bintang-bintang berkerejab menari,seolah mengerti cara mengisi
malam.
“Kalau kalian masih bisa menggunakan nalar,menggunakan
akal sehat,maka kalian lebih baik memilih bekerja,daripada grudag-grudug tidak
ada manfaatnya. Kalian juga beragama dengan konyol,hanya ikut-ikutan pemimpin
kalian, kalian tidak mau belajar sendiri,kalian menelan mentah-mentah tafsiran
pemimpin kalian. Padahal mereka tidak lebih pandai darimu Dal. Itulah salahnya
warga negaramu, yang dulu aku juga menjadi bagiannya.
Pesan terakhirku satu
Dal, gunakan akal sehatmu. Itu karunia Illahi,jangan hanya karena perintah
ulama atau pendeta. Nuranimu yang paling dekat dengan Sang Illahi”, Demikian
sosok itu mengakhiri kata-katanya.
“Dalijo, pejamkan matamu. Ingat welingku..”, Sapa sosok
itu dan Ki Resi,seolah serempak. Dalijopun memejamkan matanya. Dan kemudian,
setelah dirasa cukup,dank arena penasaran, karena tiba-tiba seperti ada nyamuk
menggigit betisnya, Dalijo membuka matanya. Pelan dia membuka matanya, dan…
“Astaggaaaa….”, Dalijo kaget bukan kepalang, ternyata dia
masih di gubug tegalnya,padahal hari sudah sangat gelap. Dengan sisa tenaga dan
keberaniannya, Dalijo melangkah pulang. Ingin segera menuliskan pesan sang Resi
dan sosok aneh tadi…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar