Ini lanjutan dari catatan saya tentang takut dan
ketakutan......
Kalau yang pertama, tujuan tulisan saya adalah perihal takut yang diderita oleh orang lain atau
kelompok lain, maka di sini, saya akan mengungkapkan sebuah pengalaman tentang ketakutan saya sendiri. Sebuah
pengalaman yang pernah terjadi, namun yang sekarang, sudah hampir menghilang.
Begini, saya terlahir bukan sebagai sosok yang ganteng. Saya
sangat terbatas kalau alat ukuranya adalah kegantengan artis-artis di
tipi-tipi. Nah, karena tidak ganteng inilah, dalam pergaulan remaja serta
pemuda yang semi modern (remaja awal 90an), saya pernah mengalami peristiwa
yang sulit saya hapuskan dan lupakan dari flashdisk memory saya.
Waktu itu malam minggu, ada kegiatan di gereja. Gelap
karena di tahun itu listrik masih menjadi barang langka di desa kami, dan dalam
guaruan khas anak desa, juga di dalmnya saling memasang-masangkan,cowok-cewek. Sayapun
demikian dan ironisnya dipasangkan dengan yang paling cantik, lha pora yo
mlekotho…
Mendengar dipasang-pasangkan (dipacar-pacarke) dengan
saya, mungkin saking marahnya, perempuan itu keluar. Alih-alih ngamuk ke yang
menggoda macar-macarke dengans aya,eee… malah nglabrak saya..semua umpatan jelaek dihamburkan bak bazzoka dalam
perang..semua menyembur hebat..untung saat itu belum ada Undang-undang tentang
umpatan kebencian..Kalau sudah, ya saya laporkan, lumayan dapat ganti
rugi..hehe
Nah..pengalaman diumpat luar biasa itulah yang membekas dan seolah terprasati
dalam sanubari saya. Akibatnya, dalam pola piker saya, saya itu
jelek,miskin,bodoh dan seterusnya. Sempat menyalahkan orangtua dan bahkan
Tuhan, mengapa saya tercipta seperti ini..hmmm. akumulasi dari semuanya adalah
upaya mempertahankan diri, proteksi diri luarbiasa dan virus ketakutan yang
semakin akut. Virus ketakutan itu semakin beranak pinak dalam hidup
saya,mencengkeram luarbiasa. Saya menjadi dendam dengan siapa saja,meski saya
bisa bersikap santun…sesantun si itu..tu..si..akh…gajadi saja.
Sebaik apapun penampilan saya, namun virus ketakutan itu
semakin kuat menguasahi diri saya. Sehingga saya selalu berjuang menjaga “arena”
kelemahan saya,yang tidak tampan tadi. Semua upaya dalam hidup saya seoalh
hanya sebuah perjuangan menjaga supaya “Arena” sensitive saya tidak tersentuh
oleh siapa saja.. Dan saya akan mencoba menghindari, malah kalau bisa menguasai
arena sensitive saya, dengan tujuan saya bisa mengendalikan semua yang sensitive
itu.
Berangkat dari sekelumit pengalaman masa lalu
saya,tentang sebuah peristiwa kelam yang menjadikan saya merasa terpojok dan
tersudut,lalu mencoba menguasai area dengan segala cara, kok sepertinya ada
juga orang yang bersikap demikian ya?Kalau itu ranah personal ya, tidak begitu
menjadi persoalan besar,namun jika itu ranah public dan melibatkan banyak orang,
apakah tidak berbahaya bin gaswat?
Jadi, jika ada orang yang terlalu sensitive,terlalu
bawa-bawa perasaan,atau istilahnya anak muda sekarang baper, siapapun
itu,jangan-jangan dia punya masa lalu yang kelam?Bisa jadi masa lalu itu
terkait pekerjaan, relasi atau perselingkuhan atau apalah. Yang pasti, siapa
saja yang selalu dikit-dikit menggunakan perasaanya, kemungkinan besar, di masa
lalunya pernah ada jalan kelam yang dilaluinya.
Jika jalan kelam itu adalah dosa personal,akan lebih
mudah,namun jika sudah dosa kelompok,dosa structural,maka akan sulit diurai dan
yang terjadi adalah, akan mencoba menjaga “area” itu dengan sangat luar biasa. Jangankan
uang,nyawapun dipertaruhkan. Dan satuagi, jika dia orang jawa, maka “wirang”
atau malu lebih berharga dari segalanya. Kesalahan adalah wiring bagi orang
jawa,maka silakan melihat dengan cermin sederhana ini, orang-orang disekitar
kita yang bapernya minta ampun (biasanya akan munafik juga),biasanya, dia
sedang menyimpan kisah kelam di masa silam.
Catatan: Jika saudarku yang pernah ngamuk ke saya,30an tahun silam, membaca tulisan ini..silakan diklarifikasi yang tidak tepat...aku tahu,kau tinggal di sekitar tangerang..hehe
Salam Hangat dari orang yang pernah mengalami pengalaman super pahit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar