Nampaknya, hujan hendak memberikan kenangan indahnya di
penghujung tahun 2016 ini. Setelah sekitar 5 hari di musim hujan ini, Hujan
cuti (khusunya di sekitar kami tinggal), kini, bahkan semenjak kemarin, Hujan
kembali “menggauli” kami. Dan nampaknya, tidak banyak yang menyesali datangnya
hujan ini. Terbukti, dunia kecil yang bernama media social, tidak banyak yang
berteriak sedih karena Hujan.
Dan buatku, Hujan akn memberi warna tersendiri di ujung
tahun ini. Hujan yang lebut, tidak gaduh dan gemuruh. Hujan rintik sore ini
sangat lebut,meski beberapa kali terdengar sahabat hujan, Si petir yang
mengagetkan kami. Kembali ke Hujan, sepertinya dia hendak menggoreskan kenangan
indahnya di akhir tahun ini. Menggoreskan kenangan sejuk dan lembut di negeri
kami yang nampak panas di akhir-akhir waktu yang kami jalani.
Udara negeri ini penuh dengan aneka desingan,dan panas
sepertinya lebih dominan. Panas oleh suhu keserakahan yang mengendarai POLITIK,
panas yang manaiki AGAMA, juga bara yang tergendong hasrat brutal manusia yang
melebihi binatang. Hujan sore ini, hendak mencoba menghapus semuanya itu dengan
siraman lembut. Namun, nampaknya, banyak “BARA” yang masih bertahan meski
tersiram dinginnya hujan dan lembutnya kabut..Entahlah, apa yang menyalakan
bara di nalar dan jiwa mereka.
Hujan di ujung tahun ini, hendak menggoreskan kenangan
indah nan sejuk.. Dan semua kembali kepada yang menerima hujan itu. Mereka bisa
marah dan mengumpat, karena susunan acara dan agenda yang sudah terenda bisa
kacau balau, dan tidak bisa menggerakkan masa untuk berdemo, atau justru dingin
hujan yang membuat yang membara kehilangan akal sehat.
Hujan di akhir tahu ini, hendak menggoreskan prasasti
kehidupan, karena tidak akan mungkin dunia ini meniti waktu yang namanya 2016. Semua
adalah jejak sejarah dan sejarah selalu ingin tampil dengan ciri khasnya. Semoga,
ciri khas sejarah 2016 tidak sepanas udara pantai di bulan agustus, semoga
sesejuk udara Bandungan di senja nan indah..
Hujan di akhir tahun ini, hendak mengajak bercakap siapa
saja yang mau disapa. Bisa dia manusia,bisa hewan atau makluk yang lain. Hujan juga
ingin disapa dengan cinta, tidak selalu dimaki dan diumpat. Hujan sudah sering
mendapat makian dan umpatan, meski sering dirindukan,meski ketika dirindukan
dan datang, manusia kembali mengabaikan hujan..
Malam semakin merayap, mendekati akhir hitungan 2016. Dan
hujan, masih setia dengan cumbuan mesranya. Di antara kemilau air hujan yang
singgah di pucuk-pucuk daun, aku bisa menatap goresan kisah di 2016 yang telah
terlalui. Di sana, di bening air yang sedang bercinta dengan cahaya lampu neon
ujung gedung gereja dekat tempat tingal kami, di daun jambu itu, aku melihat
kebeningan dan ketulusan air hujan. Aku melihat nuansa nirwana yang sejati. Bening
dan sangat benng, sehingga pantulan cahaya neon itu seolah mutiara purbakala
yang sangat menawan.
Kembali aku dituntun jiwa alam menikmati air hujan. Di sana
tidak ada dendam,tidak ada ambisi serakah,tidak ada muslihat licik.tidak ada
intrik kotor dan menjijikan. Hujan selalu jujur dengan dirinya, dengan
kberadaannya, dia akan menyapa dengan jiwanya, tidak bisa dipelintir oleh
siapapun, meski dia berjubah agama nan menawan.
Sejenak kutinggalkan senja..aku hendak berkarya..semoga
masih ada setia yang terjaga..