Seorang laki-laki, masih berusia kurang dari lima tahun.
Dalam budayanya ia dan sebayanya dikenal dengan sebutan balita. Anaknya ceria
dan menyenangkan bahkan ada yang bilang menggemaskan. Orang tua dan kedua kakek
dan neneknya juga saying, bahkan bisa dikatakan kelewat saying. Maklum dia anak
pertama dan juga cucu pertama, laki-laki pula. Semua kebutuhan anak itu
dipenuhi, meskipun terkadang bukan
kebutuhannya, malah kebutuhan orangtua.
Dalam situasi didikan demikian, anak itu bertumbuh sehat jasmani,namun
terhambat sisi rohani dan psikologinya. Badan yang sehat dan terlihat
kuat,tidak berbanding lurus dengan cara berpikir yang semestinya juga
bertumbuh.
Anak lelaki balita ini bertumbuh bak seorang raja kecil.
Apa saja yang diminta,harus dipenuhi dan ironisnya,dituruti orangtua dan kakek
neneknya. Demikian dia tumbuh dalam ketidakimbangan,Antara jasmani dan rohani.
Dalam pergaulan sellau ingin menang sendiri,selalu ingin menyalahkan
teman-teman sepermainan. Entah salah atau benar, laki-laki kecil ini selalu
minta dimenangkan. Jika kalah bermain atau merasa tersinggung dengan temannya,
anak ini segera berlari melapor kepada ibu dan neneknya, maka segera dengan
sapu dan penthungan pembersih Kasur, ibu dan nenek anak lelaki itu akan
berlari, mencari anak-anak yang membuat anak serta cucu mereka kecewa,terluka
dan mennagis. Jika kemudian ada orangtua yang memberi pengertian, maka sorenya,
giliran bapak dan kakek anak lelaki balita itu akan turut campur.
Semakin hari semakin manja anak itu. Teman-teman sepermainan
dipaksa untuk mengerti dan terus mengerti, tanpa pernah memberi kesempatan
untuk dimengerti. Saat bermain, saat berlari dan kaki terantuk batu, terluka
dan berdarah,maka ia akan berteriak menyalahkan teman dan sahabatnya. Ia akan
berlari,meraung berteriak minta dibela,minta ditolong dan meminta teman-temannya
mendapatkan hukuman. Semakin ironis, saat seperti ini, justru orangtua dan
kakek serta nenek anak ini bangga. Bangga akan cerita dan kisah anak cucu
mereka yang bisa membuat orang lain terganggu.
Kehidupan, dalam bentuk apapun, baik pribad,komunitas
selalu ada banyak unsur yang mengkontruksinya. Jika unsur pembentuknya salah
dan kemudian tidak ada upaya untuk melakukan koreksi, maka kesalahan itu akan
semakin besar dan semakin melukai kehidupan. Jika saja saat anak betengkar,
kemudian orangtua terlibat karena ada kepentingan pribadi, maka mulailah bara
konflik meluas.
Saat agama ditempatkan seperti anak kecil yang harus
dijaga,dibela dan dilindungi,maka akan berakibat sangat fatal. Agama akan menjadi
agama ynag manja dan kolokan,yang selalu menuntut dan menang sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar