Selasa, 25 Oktober 2016

Perjumpaanku Dengan Luak


Setelah sepanjang hari matahari sepertinya enggan memberikan sinarnya,karena terhalang mendung,maka malamnya menjadi terasa menjadi lebih dingin. Namun itu tidak bisa menghalangiku untuk tetap menyibak malam demi panggilan dan kebaikan bersama. Usai semua tanggungjawab selesai,dalam dingin malam,kuhela tubuh ini dengan motor butut yang sudah berusia 10 tahun dengan jejak perjalanan sekitar 240 ribu kilometer. 

Perkotaan kulalui,hutan karet kulewati,sebelumnya kulalui wilayah yang menurutku  aneh,yang para perempuannya seolah tidak mengenal dingin ketika malam menjemput. Mengapa demikian?Karena saat orang lain kedinginan,mereka justru berpakaian sangat minim,tapi ya biarla,itu pilihan mereka. Yang hendak kubagikan dalam cerita ini bukanlah mereka,namun pengalamanku di perjalanan kemudian.

Hutan karet lewat kemudian memasuki pemukiman dan kembali memasuki perkebunan yang sedang berisik karena pengerjaan jalan Tol. Tidak kupedulikan para pekerja yang berlelah dalam malam demi selesainya proyek itu. Mereka tidak peduli seberapa besar manfaat proyek itu,yang ia pikirkan adalah bayaran yang ia dapatkan. Setelah melintasi proyek pembangunan jalan Tol inilah pengalaman yang hendak aku bagikan.

Meski belum masuk musim buah durian (Duren) namun beberapa pohon sudah berbuah dan bahkan sudah ada beberapa yang masak. Pemilik tidak merawat dengan baik,dengan menali setiap buah yang hamper masak,karena pertimbangan jumlah buah yang tidak banyak. Hal yang demikian membuat buah yang masak akan jatuh dan bisa berbahaya jika pohon di sekitar jalan,karena bisa mengenai yang sedang melintas. Untunglah malam itu yang jatuh saat saya belum melintas. Namun ini yang menarik bagi saya dan karenanya ingin saya ceriterakan.

Saat melintas di dekat pohon duren,dari atas, karena jalanan menurun,saya lihat ada dua bola cahaya. Aku piker memedi,namun ternyata seekor Luak yang sedang memakan buah Duren. Kulihat dari jarak yang cukup dekat,dan hewan malam itu tidak merasa terganggu. Ia makin asyik memakan buah duren itu. Kuhentikan motorku,kulihat,dengan bantuan lampu motor. Luak itu asyik dan seolah merasa tidak sedang ada yang melihatnya. Sampai beberapa waktu,hingga kemudian (mungkin habis pikirku) beranjak meninggalkan buah durian.

Penasaran,segera kudekati buah durian yang usai dinikmati Luak tersebut. Belum habis ternyata,masih separo dari buah yang ada,terlihat dari jumlah biji yang ada. sisanyapun masih utuh,tidak dirusak sama sekali. Mungkin Luak itu berpikir, “Akhh… itu manusia yang naik motor itu butuh,maka biar kusisain” (Ini Cuma bayangan saya lho ya, saya juga tidak tahu pikiran Luak,memang saya mbahnya Luak?Bukan lho). 
Kemudian saya sempat mengamati,memegang sisa buah itu. Benar-benar masih utuh. Jika dugaan saya benar, bahwa hewan itu menyisakan yang tidak ia butuhkan setelah ia kenyang, maka betapa mulianya naluri hewan ini. Jauh lebih mulia dari manusia (yang katanya sih,makluk paling mulia derajadnya). Hewan itu memikirkan dirinya sebatas kebutuhannya,dan tidak merusak sesuatu yang baik yang tidak ia butuhkan.

Saya termenung,betapa dari hewan kita manusia ini bisa belajar banyak hal. Manusia sering teramat serakah dengan nafsunya. Sering sangat buas dengan sesamanya demi kepuasan dirinya dan kelompoknya. Sering merusak sesuatu yang dalam pikirannya,tidak menjadi kebutuhannya,dan juga kelompoknya,meski itu sesuatu yang baik. Lihatlah taman kotan Jakarta yang hancur berantakan karena “Pekerjaan” sekelompok orang yang kecewa saat naluri bar-barnya tidak tersalurkan. Dari hewan kecil,sederhana yang bernama Luak ini, saya bisa bercermin diri. 
Mencukupkan diri dengan yang dibutuhkan dengan membagi dengan yang lain tanpa merusak,itu adalah hal baik.

Luak,meskipun engkau bukan hewan popular,hanya para penikmat kopi saya yang senang denganmu,meskipun mereka juga malah memasungmu,demi kopi yang kau makan,namun malam itu kau mengajariku tentang hidup yang sederhana,hidup yang berguna dan berbagi dengan yang lain. Terimakasih Luak…Aku harus segera melanjutkan perjalanan pulang,sudah malam..

Semoga di lain kesempatan kita bisa berjumpa kembali,minimal melihatmu melintas,meski aku tidak hafal dirimu. Habis kalian bajunya selalu seragam sih…Hahaha…
Salam Luak..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH