Kamis, 27 Oktober 2016

DALIJO IKUT DEMO



“Jo, mau ke mana kok nampaknya sangat sibuk?”, Sareh mencoba menanyakan tujuan Dalijo sibuk mempersiapkan sesuatu. Nampaknya Dalijo akan melakukan perjalanan Jauh. Tas punggung disiapkan,beberapa potong baju dimasukan, sarung dan handuk juga menadi property yang disiapkan Dalijo.
“Aku mau ke Jakarta Reh, aku dapat Job. Lumayan meskipun Cuma beberapa hari,bisa sekalian dolan ke Jakarta, ke Ibukota Negara kita. Ke kota metropolitan”, Sahut Dalijo sembari masik menyibukkan diri menata semua kebutuhannya,meski Sareh,sahabat karibnya sudah datang agak lama. Kemudian Sareh membuka jendela,juga pintu  yang jumlahnya ada  tiga di rumah limasan kuno itu.
Reh, gelem melu ra kowe? Ini pekerjaan menarik dan menyenangkan lho, ke Jakarta, kerja cuma beberapa jam, hanya jalan-jalan sambil ikutan teriak-teriak,dibayar satus seket ewu sedina, makan minum gratis dan ongkos PP,naik bis eksekutif ditanggung”, Ungkap Dalijo penuh semangat, dengan masih sibuk mempersiapkan sesuatu yang mungkin ia rasa masih kurang.
Sareh diam,seperti namanya, dia tersenyum,sembari duduk di kursi tua,di sisi barat posisi rumah Dalijo. Mengambil majalah berbahasa Jawa yang nampaknya majalah terbitan lama,terlihat dari kumalnya sampul majalah itu. Di bolak-baliknya Majalah berbahsa Jawa itu,kemudian terlihat asyik membacanya. Dalijo hampir selesai menyiapkan property untuk kepergiannya ke Jakarta, yang katanya hanya sekitar tiga hari, kerja sekalian wisata. Sampai kemudian Dalijo nampak mendekati Sareh untuk duduk. 

Dalijo ikut duduk,sembari mengeluarkan rokok Djarum Super yang bungkusnya sudah kumal. Dalijo menarik satu batang,menyalakan korek dan menyulut rokok, kemudian meletakkan bungkus rokok itu di meja depan mereka duduk.
Reh, iki Ses’e. ayo nikmati hidup,jangan terlalu banyak dipikirkan,ada peluang sikat. Dengan begitu hidup menjadi enak”, tutur Dalijo dengan gaya sok bijak.
“Dal, sapa ta yang mengajakmu kerja di Jakarta itu? Masak kerja Cuma 3 hari, bayaran 150.00,makan minum gratis, biaya pulang pergi gratis. Jan-jane apa kerjaanmu itu Jo?” Tanya Sareh penuh perhatian.
“Itu, kemarin Songko ngesemes aku. Dia ditelfun temen Jakarta,suruh datang awal bulan depan,ada pekerjaan menarik. Lha aku ya langsung jawab iya. Tiga hari aku bisa dapat 450.000, makan gratis,tidur gratis dan ongkos PP juga gratis. Siapa yang tidak tertarik. Lha wong kata Songko kerjane Cuma ikutan jalan bersama,pakai baju seragam dan sudah disiapkan. Kami hanya diminta ikut,teriak ikut, jalan juga ikut. Pokoknya yang penting ikut. Enak kan Reh”, Dalijo memberi penjelasan dengan penuh semangat.
“Lha iya, trus nama pekerjaan kamu itu apa Dal?”, Serang Sareh dengan Tanya yang substansinya sama. Sareh ingin sahabatnya itu jujur,meski sebenarnya dia mengerti  atau tepatnya bisa menerka,jenis pekerjaan apa yang akan dijalani Dalijo. Ada seberkas rasa iba untuk sahabatnya yang sangat sederhana ini. Dalijo tidak mengerti akan tugas dan yang meski ia kerjakan di Jakarta itu. Sareh sadar, bahwa Dalijo adalah korban,yang dalam kepolosannya berpikir dan meniti hidup,sering diperdaya pihak lain yang memiliki agenda licik.
“Reh, gausah ngalamun. Kalau mau ikut,ayo bersiap. Berangkatnya masih besok agak siang, jam 12 san. Kita ikut Bis eksekutip. Nanti tinggal aku esemes Songko, tambah satu,pasti sangat senang dia. Karena Songko diberi tugas korwil untuk membawa orang sebanyak-banyaknya”, Dalijo menegor Sareh serta membujuknya ikut ke Jakarta. Dengan sangat santai dan terlihat bersemangat, Dalijo menghisap cigaretnya mantab.
Sareh diam,masih terlihat asyik membaca majalah yang dipegangnya. Namun sesaat kemudian nampak menutup majalahnya,meletakkannya di atas meja,tempat semula dan memandang kea rah jendela. Sareh memandang sawah yang mulai menguning, gunung yang tetap hijau,dedaunan yang tertiup angina. Kemudian pelan  namun mantab berkata.
“Dal, kamu ngerti enggak dengan pekerjaan yang akan kamu kerjakan selama 3 hari di Jakarta?”
Dalijo diam, kemudian dalam kepolosannya,menjawab.
“Ya tahuku ya kerja,ikutan orang banyak dan di bayar. Itu saja Reh”
Sareh tersenyum,namun nampak segurat keprihatinan di wajahnya,juga nampak dari tarikan nafasnya. Dan kemudian melajutkan ucapanya untuk Dalijo sahabatnya.
“Dal, kamu itu disuruh demo. Kamu diajak grudak-grudug melakukan protes akan sesuatu yang tidak kamu ketahui. Yang kamu bayangkan  hanya 150 ribu per hari. Kamu tidak sadar sedang diperalat oleh mereka yang menginginkan Negara ini tidak pernah maju. Uang 450 ribu selama tiga harimu itu,ditambah ongkos PP dan makan minummu,sejatinya untuk pertaruhan mereka yang berkepentingan. Dan jika berhasil,maka kita akan tetap menderita selamanya Dal. Coba kamu pikirkan itu. Aku tidak keberatan kamu ke Jakarta, kesempatanmu melihat ibu kota Negara, tapi kamu mesti sadar yang terjadi sebenarnya”, Sareh menjelaskan dengan penuh semangat.
Dalijo manggut-manggut,nampak ada segurat keraguan di wajahnya yang polos. Namun,tekad ke Jakarta, ibukota Negara telah bulat. Namun pesan Sareh,sahabatnya itu akan ia kenang dan pegang. Dalijo juga berjanji,akan ikut mengamati dan melihat dari dekat apa yang dikuatirkan Sareh Sahabatnya itu..
Dalijo tetap akan berangkat ke Jakarta,maka mari kita tunggu ceritanya dari Jakarta,ikutan demo..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH