Minggu, 02 Oktober 2016

Empat Obat Mujarab

Den Mas DALIJO



Seorang anak muda, Dalijo namanya. Ia telah berusaha memberikan dasar yang kokoh bagi keluarganya. Namun ia menemukan kehampaan di dasar sanubarinya. Ia dilanda kecemasan dan kehilangan arah hidup. Semakin hari situasinya semakin parah. Ia memutuskan untuk pergi ke seorang sahabatnya,yang profesinya dokter, sebelum menjadi amat terlambat.
Setelah mendengarkan keluhannya, dokter sahabanya itu memberikan empat bungkus obat sambil berpesan.

"Jo, besok pagi sebelum jam sembilan pagi engkau harus menju pantai seorang diri sambil membawa ke empat bungkus obat ini. Jangan membawa buku atau majalah. Juga jangan membawa radio atau tape. Di pantai nanti kamu boleh membuka bungkusan obat sesuai dengan waktu yang tercatat pada bungkusannya, yakni pada jam sembilan, jam dua belas, jam tiga dan jam lima. Dengan mengikuti resep yang ada di dalamnya aku yakin penyakitmu akan sembuh. Gampang kan Jo?",Ungkap Dokter sahabat Dalijo itu.
Dalijo termangu, bingung dan merasa  berada di antara percaya dan ragu akan resep yang diberikan dokter sahabatnya itu. 
Namun demikian pada hari berikutnya Dalijo pergi juga ke pantai. Begitu tiba di pesisir pantai di pagi hari, sementara matahari pagi mulai muncul di ufuk timur dan laut biru memantulkan kembali sinarnya yang merah keemasan itu, sambil deru ombak datang silih berganti, hati Dalijo dipenuhi kegembiraan yang amat dalam. Sebuah kegembiraan yang sulit Dalijo lukiskan, namun dapat ia rasakan. "Kok atiku seneng banget ya, gembira yang takterkira", Demikian renung Dalijo.
Dalam gembiranya Dalijo berjalan menepi,menyisr pasir pantai yang lembut. Kemudian ia menengok jam tangan kusam miliknya, hadiah dari Almarhum Simbahnya. Tepat jam sembilan, Dalijo membuka bungkusan obat yang pertama. 
Namun Dalijo tidak menemukan obat didalamnya, cuma secarik kertas dengan tulisan: 

DENGARLAH 

Aneh bin ajaib, Dalijo   patuh pada apa yang diperintahkan. Ia lalu duduk tenang mendengarkan desiran angin pantai serta deburan gelombang yang memecah bibir pantai. Bahkan secera perlahan-lahan mampu mendengarkan setiap detak jantungnya sendiri yang menyatu dengan melodi musik alam di pantai itu. Telah begitu lama ia tak pernah duduk dan menjadi sungguh tenang seperti hari ini. Ia terlampau sibuk dengan usahanya. Saat ini ia merasa seakan-akan jiwanya dibasuh bersih. Dalam ketenangannya, Dalijo seolah lupa akan panas dan letih, ia menikmatinya dengan sederhanan, sangat sederhana.

BENARKAH 9-4=6?

Sampai kemudian jarum jam menunjuk angka dua belas, kembali Dalijo membuka bungkusan obat yang kedua. Tentu seperti halnya bungkusan yang pertama, tak ada obat yang didapati kecuali selembar kertas bertulis. 

MENGINGAT 

Dalijo beralih dari mendengarkan musik pantai yang indah dan nyaman itu dan perlahan-lahan mengingat setiap jejak langkahnya sendiri sejak kanak-kanak. Ia mengingat masa-masa sekolahnya dulu, mengingat kedua orang tuanya, yang sekarang sudah menghadap Sang Khaliq, yang senantiasa memancarkan kasih di wajah mereka. Ia juga mengingat semua teman yang ia cintai dan tentu juga mencintainya. Ia merasakan ada segumpal kekuatan dan kehangatan hidup memancar dari dasar bathinnya.

Ketika ia membuka bungkusan ketiga saat waktu menunjukan jam tiga tepat, Dalijo menemukan secaraik kertas dengan tulisan. MENJAGA MOTIVASI .Kemudian Dalijo memejamkam mata, memusatkan perhatiannya untuk menilai kembali niat pertama ketika ia memilih jalan hidup yang ia jalani sampai saat ini, hampir sepuluh tahun sudah. 

Saat itu yang menjadi inspirasi utama ia  memilih pilihan hidupnya saat ini  adalah secara gigih bekerja untuk melayani kebutuhan spiritual sesamanya. Namun saat pilihan hidupnya itu  kini ia rasa berat, ia lupa hal ini adalah bagian dari resikonya memilih pilihan hidup ini. Bahwa jalan hidup yang mesti ditempuhnya memang terjal,tidak ada bunga-bunga indah, harus selalu mengerti meski sulit dimengerti,diap dikritik dan tidak boleh menolak.

Dalijo kini seakan telah mampu melihat akar penyakitnya sendiri, ia menemukan alasan yang senantiasa membuatnya cemas.
Ketika matahari telah hilang dan bentangan laut berubah merah, ia membuka bungkusan obatnya yang terakhir. Di sana tertulis.  

Tulislah Segala Kecemasanmu di Bibir Pantai.  Dalijo beranjak, menuju bibir pantai, lalu menuliskan kata, CEMAS. Ombak datang serentak dan menghapus apa yang baru dituliskannya. Bibir pantai seakan disapu bersih, kata cemas yang baru ditulisnya hilang ditelan ombak.

Dalam temaram senja,di pantai yang sepi, Dalijo tersenyum penuh bahagia. Tidaklah semuanya akan abadi, termasuk juga kecemasan. Biarlah ia ada dalam hidup ini, namun Dalijo seolah menempatkannya seperti di pasir pantai. Segera akan tersapu ombak dan kembali menjadi mulus.

Dan Dalijopun melangkah..entah ke mana, namun sudah membawa bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH