Minggu, 09 Oktober 2016

Dalijo dan Kemerdekaan Bersikap




“Jo, Besok kamu berangkat kerja bakti?’, Maruta bertanya kepada sahabat karibnya, Dalijo, saat sore hujan seperti tiada berhenti.
“Ya jelas berangkatlah Mar, itu kan tanggung jawab kita sebagai warga masyarakat”, Jawab Dalijo.

Sore itu hujan seolah tidak terkontrol, deras,  bahkan sangat deras. Kalenan samping rumah Dalijo sampai penuh. Sementara talang rumah sepertinya sudah tidak sanggup menampung curahan air hujan. Tiga orang sahabat, Dalijo,Maruta dan Wasis berkumpul di rumah Dalijo.

“Kalau hujan terus kaya begini, kita tidak bisa ngarit, dan besok tidak ada pakan untuk sapi kita Jo,Sis. bisa repot urusane! “ Maruta memberi penegasan. Apa yang diucapkan Maruta seolah hendak mencari pembenaran bahwa tidak berangkat atau tidak melakukan tanggungjawab umum dengan alasan kepentingan pribadai dan mendadak bisa diterima.


“Mar, jangan menyalahkan keadaan untuk menghindari tanggungjawab. Kerjabakti itu kebutuhan kita bersama. Kalau hujan ini sampai malam, ya besok kita mruput ngarit, terus berangkat kerja bakti” Dalijo memberi Alasan.
Hujan semakin deras, gelap senja itu semakin membungkus bumi. Lampu mulai menyala. Dan bias warna pelangi nampak dari gerai air hujan yang menetes. Tiga sahabat itu asyik berbincang,meski belum mandi. Ada teh hangat, kopi  dan kimpul  godog menemani bincang mereka.

Sis, bagaimana menurutmu,kalau ada tetangga kita yang tidak ikut kerjabakti,apa perlu dihukum,atau kita ikutan seperti mereka, tidak ikut kerja bakti?”, Tanya Maruta kepada Wasis, yang memang pendiam dan tidak banyak bicara, namun sangat bijaksana.

Sambil memainkan pulpen yang dipakainya untuk mengisi TTS, Wasis menoleh ke arah Maruta, tersenyum kemudian menjawab santai.

“Dal, kalau mau berbuat baik,lakukanlah itu berasal dari suara hatimu. Jangan tergantung orang lain, jangan ngiri…”
Nganan saja Mar…!”, Sahut Dalijo,saat Wasis agak tertahan mengucapkan kata ngiri,yang dalam Bahasa Jawa bisa berarti iri dengan yang lain. Sempat agak kaget, namun Wasis kemudian tersenyum dan Maruta juga kemudian paham.

“Kita mesti mandiri bersikap Mar, lakukan tindakan baik dengan tulus, jangan bergantung sikap dan tindakan orang lain. Kalau ada yang tidak berangkat kerjabakti,ya kalau bisa kita ajak,kalau tidak mau ya biarkan saja. Biarkan mereka sejahtera dan bahagia dengan pilihannya. Kalau kami dan kita melakukan tindakan baik agar dipuji,agar dialem orang atau malah iri dengan yang tidak melakukan, ya itu tidak ada artinya”, Cerosos Wasis mantab.
Maruta cengar-cengir, sepertinya mengolah kata-kata Wasis, kemudian tersenyum, entah paham entah tidak. Sementara Dalijo mengambil kimpul dan mengunyahnya. Suasana senja semakin gelap. Dan dari hujan di senja itu, Maruta mendapatkan pelajaran berharga. Bertindak baik harus murni dari diri sendiri,tidak tergantung apapun sikap dan tindakan orang lain. Itulah hidup merdeka dan bahagia.


  •                            Ingin Lihat Video Lengkap??!KLIK INI

“Lha sesuk kita mruput ngarit ya?”, tiba-tiba Maruta membelah keheningan dengan pertanyaan.
“Ya silakan, kalau mau sapimu lapar ya jangan ngarit,tapi kalau mau sapimu kenyang trus bisa kerja bakti,ya ayo bangun pagi,ngarit terus kerja bakti”, Dalijo menegasi Maruta. Maruta tersenyum,lalu menyeruput kopi yang hampir dingin. Tiga sahabat itu tersenyum, selalu ada pelajaran baik dalam kebersamaan mereka. 

Namun mereka belum juga mandi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH