“Jo, Besok kamu berangkat kerja bakti?’, Maruta bertanya
kepada sahabat karibnya, Dalijo, saat sore hujan seperti tiada berhenti.
“Ya jelas berangkatlah Mar, itu kan tanggung jawab kita
sebagai warga masyarakat”, Jawab Dalijo.
Sore itu hujan seolah tidak terkontrol, deras, bahkan
sangat deras. Kalenan samping rumah Dalijo sampai penuh. Sementara talang rumah
sepertinya sudah tidak sanggup menampung curahan air hujan. Tiga orang sahabat,
Dalijo,Maruta dan Wasis berkumpul di rumah Dalijo.
“Kalau hujan terus kaya begini, kita tidak bisa ngarit,
dan besok tidak ada pakan untuk sapi kita Jo,Sis. bisa repot urusane! “ Maruta memberi penegasan. Apa
yang diucapkan Maruta seolah hendak mencari pembenaran bahwa tidak berangkat
atau tidak melakukan tanggungjawab umum dengan alasan kepentingan pribadai dan mendadak bisa
diterima.
“Mar, jangan menyalahkan keadaan untuk menghindari tanggungjawab. Kerjabakti itu kebutuhan kita bersama. Kalau hujan ini sampai malam, ya besok kita mruput ngarit, terus berangkat kerja bakti” Dalijo memberi Alasan.
Hujan semakin deras, gelap senja itu semakin membungkus
bumi. Lampu mulai menyala. Dan bias warna pelangi nampak dari gerai air hujan
yang menetes. Tiga sahabat itu asyik berbincang,meski belum mandi. Ada teh
hangat, kopi dan kimpul godog menemani bincang
mereka.
“Sis, bagaimana menurutmu,kalau ada tetangga kita yang
tidak ikut kerjabakti,apa perlu dihukum,atau kita ikutan seperti mereka, tidak
ikut kerja bakti?”, Tanya Maruta kepada Wasis, yang memang pendiam dan tidak
banyak bicara, namun sangat bijaksana.
Sambil memainkan pulpen yang dipakainya untuk mengisi
TTS, Wasis menoleh ke arah Maruta, tersenyum kemudian menjawab santai.
“Dal, kalau mau berbuat baik,lakukanlah itu berasal dari
suara hatimu. Jangan tergantung orang lain, jangan ngiri…”
“Nganan saja Mar…!”, Sahut Dalijo,saat Wasis agak
tertahan mengucapkan kata ngiri,yang dalam Bahasa Jawa bisa berarti iri dengan
yang lain. Sempat agak kaget, namun Wasis kemudian tersenyum dan Maruta juga
kemudian paham.
“Kita mesti mandiri bersikap Mar, lakukan tindakan baik
dengan tulus, jangan bergantung sikap dan tindakan orang lain. Kalau ada yang
tidak berangkat kerjabakti,ya kalau bisa kita ajak,kalau tidak mau ya biarkan
saja. Biarkan mereka sejahtera dan bahagia dengan pilihannya. Kalau kami dan
kita melakukan tindakan baik agar dipuji,agar dialem orang atau malah iri
dengan yang tidak melakukan, ya itu tidak ada artinya”, Cerosos Wasis mantab.
Maruta cengar-cengir, sepertinya mengolah kata-kata
Wasis, kemudian tersenyum, entah paham entah tidak. Sementara Dalijo mengambil
kimpul dan mengunyahnya. Suasana senja semakin gelap. Dan dari hujan di senja
itu, Maruta mendapatkan pelajaran berharga. Bertindak baik harus murni dari
diri sendiri,tidak tergantung apapun sikap dan tindakan orang lain. Itulah hidup
merdeka dan bahagia.
- Ingin Lihat Video Lengkap??!KLIK INI
“Lha sesuk kita mruput ngarit ya?”, tiba-tiba Maruta
membelah keheningan dengan pertanyaan.
“Ya silakan, kalau mau sapimu lapar ya jangan ngarit,tapi
kalau mau sapimu kenyang trus bisa kerja bakti,ya ayo bangun pagi,ngarit terus
kerja bakti”, Dalijo menegasi Maruta. Maruta tersenyum,lalu menyeruput kopi
yang hampir dingin. Tiga sahabat itu tersenyum, selalu ada pelajaran baik dalam
kebersamaan mereka.
Namun mereka belum juga mandi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar