Sabtu, 03 April 2021

SEKEPING (SISA) SOLIDARITAS

 

Refleksi Sabtu Sunyi



 

Sepi, sangat sepi malahan. Paska peristiwa kemarin, kami terhempas ke dalam relung kehilangan yang seolah tiada batasnya. Guru yang sangat kami hormati dan harapkan, akhirnya terbunuh oleh mereka-mereka yang mengaku beriman, mengaku beragama, namun tak pernah mau merendahkan diri, mereka sangat sombong dan bahkan seolah melampaui Tuhan sendiri. Pakaian dan atribut mereka beragama, namun tindakan mereka justru merusak dan menghancurkan..

 

Aku dan sepuluh murid Guru, terdiam membisu dalam kedukaan dan juga kekuatiran. Kami (khususnya aku) kuatir, kejadian yang  menimpa Guru, akan menimpa aku juga, jujur aku belum sanggup. Oiya, aku katakan bersepuluh, belum termasuk para perempuan yang bersama dengan kami, karena dua teman kami belum nampak berama kami. Thomas, tidak tahu ke mana,hanya kemarin sepintas aku lihat, dia termenung sedih di ujung Bukit Tengkorak itu, setelah itu, kami (tepatnya aku) tidak tahu, ke mana ia pergi. Kami sudah berjanji, untuk kembali ke penginapan ini, setelah perayaan paskah, dan kami (tepatnya aku) berpikir untuk melanjutkan aktifitas biasa, bersama dengan Guru tentunya, karena harapku, Guru akan menggunakan kekuatanNya untuk mengusir orang-orang Romawi itu.

 

Sekali lagi, aku tidak tahu ke mana Thomas, namun yang menjadi ganjalan pikiranku adalah Yudas. Semanjak meninggalkan kami waktu makan bersama kemarin malam itu, kami kemudian melihatnya mendatangi kami yang sedang di taman Getsmane itu. Itulan awal mula kami tercerai-berai, kami terpisah satu dengan yang lain, karena ketakutan dan bingung akan berbuat apa. Malam itu kami mengikuti Guru yang sedang dalam tawanan orang-orang yang mengaku beragama, sempat aku menyaksikan Petrus ngamuk, memutus telinga salah seorang yang hendak menangkap Guru. Anehnya, Guru tidak suka dibela, malah dengan kekuasaannya, Ia pulihkan kuping orang yang ditebas Petrus.

 

Yudas, dimanakah dirimu berada kawan? Itulah gelisahku saat ini. Semenjak malam kita berpadangan saat di taman itu, aku menaruh iba kepadamu kawan. Sewaktu Guru menunjukmu, bahwa engkau akan menghianati Guru, aku menangkap ada gemuruh di batinmu kawan. Gemuruh yang takjua aku tahu, hingga saat ini. Semoga, nantinya ada yang membaca tulisan ini dan kemudian bisa mengerti gemuruh hidupmu kawan, atau segera setelah ini, kita (aku khususnya) bisa berjumpa kembali. Yudas, sahabatku, di mana engkau saat ini?Mengapakah engkau menghilang? Ada apa gerangan dirimu?

 

Kemarin, dalam perjalanan menaiki Golgota, sempat aku dengar ada kasak-kusuk,bahwa salah seorang dari pengikut Guru, ada yang bertengkar dengan para imam Bait Allah, apakah itu Yudas ya? Sekilas aku dengar percakapan kaak-kusuk itu, katanya dia salah seorang diantara kami, namun saat itu aku tidak begitu memperhatikan kasak-kusuk itu. Fokusku hanya ikut mendaki, sembari berjaga agar tidak dikenali oleh banyakorang sebagai bagian dari murid Guru. Kalau kasak-kusuk itu benar, bahwa ada pertengkaran antara pemimpin Bait Allah dan salah seorang dari  kami, juga ada uang yang dihamburkan ke pelataran Bait Allah, jangan-jangan itu Yudas,, sebab kalau Petrus mustahil berkaitan dengan uang.

 

Sepi, semilir angin selatan masuk ke ruang utama penginapan ini.  Teman-temanku yang lain juga diam, Thomas masih belum nampak.Tadi pagi sempat kutanya ke Bartomeus, sebab dia dekat sekali dengan Thomas, katanya Thomas mau mampir ke tempat  mantan pacarnya, menenangkan diri. Thomas ini sangat professional, meskipun mantan, tapi tetap dia menjalin komunikasi yang proporsional dengan mantannya..Sedikit informasi itu bisa agak menenangkanku, meski tetap kuatir juga, Thomas akan ditangkap dan diperlakukan seperti Guru. Nyanyian serangga Gurun terdengar lantang dalam keheningan siang di tempat kami berdiam.

 

Tentang Thomas, Bartomeus peduli, namun saat aku Tanya soal Yudas, semua  sahabat terdiam. Jujur, aku tidak mengerti makna diamnya para sahabat, saat kutanya tentang Yudas. jujur aku kecewa dengan tanggapan sahabat-sahabatku, meski aku memakluminya. Aku juga kecewa dengan tindakan Yudas, namun aku juga bisa menangkap sebaris cinta pada Sang Guru. Aku juga sangat yakin, Yudas amat sangat mencintai Guru, dengan cara dan jalannya. Para sahabat nampaknya menaruh dendam kepada Yudas atas tindakannya memberi tahu tentang Guru, sewaktu di taman itu.

 

Guru saja mengampuni, jangankan Yudas, semua yang menyakiti,melukai dan bahkan membunuhNyapun diampuni. Masih terngiang di telingaku sabdaNya di kayu salib, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”, masakan kami tidak mengampuni (jika itu ) kesalahan Yudas. Aroma kecewa, dan mungkin dendam kepada Yudas masih aku rasakan dalam diri para sahabat, juga Petrus, ketika aku Tanya hanya menggelengkan kepala dan kemudian memalingkan muka.

 

Yudas, di manakah dirimu kawan? Aku merindumu, meski aku tahu, sikap dan tindakanku ini tak disukai banyak orang. Kujuga sekeping peduli ini kawan, untukmu Yudas Iskaryot, sahabatku. Aku juga kuatir, nanti, suatu waktu di kemudian hari, juga banyak yang tidak memiliki rasa peduli itu. Aku teringat salah satu pesan Guru, tapi nampaknya tidak dicatat oleh Lukas, Markus dan juga Matus, bahwa akan tiba saatnya, para murid Guru berjumlah tak terhingga. Dan nampaknya, juga jarang yang mempedulikanmu, Yudas, sahabatku. Juga seperti saat-saat ini, menjelang hari ketiga dari kematian Guru, adakah yang meluangkan waktu dalam sunyinya relung batin menantikanNya?

 

Jujur, aku imasih ingat bahwa Guru akan bangkit dari kematian di hari ketiga, dan ini sudah dua hari, benarkah Guru akan bangkit? Semoga saja ada yang masih mengingatmu kawan. Yudas, dimanakah dirimu kawan?

 

 

Sabtu Sunyi 03042021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH