Refleksi Sabtu Sunyi
Sepi,
sangat sepi malahan. Paska peristiwa kemarin, kami terhempas ke dalam relung
kehilangan yang seolah tiada batasnya. Guru yang sangat kami hormati dan
harapkan, akhirnya terbunuh oleh mereka-mereka yang mengaku beriman, mengaku beragama,
namun tak pernah mau merendahkan diri, mereka sangat sombong dan bahkan seolah
melampaui Tuhan sendiri. Pakaian dan atribut mereka beragama, namun tindakan
mereka justru merusak dan menghancurkan..
Aku
dan sepuluh murid Guru, terdiam membisu dalam kedukaan dan juga kekuatiran.
Kami (khususnya aku) kuatir, kejadian yang
menimpa Guru, akan menimpa aku juga, jujur aku belum sanggup. Oiya, aku katakan
bersepuluh, belum termasuk para perempuan yang bersama dengan kami, karena dua
teman kami belum nampak berama kami. Thomas, tidak tahu ke mana,hanya kemarin
sepintas aku lihat, dia termenung sedih di ujung Bukit Tengkorak itu, setelah
itu, kami (tepatnya aku) tidak tahu, ke mana ia pergi. Kami sudah berjanji,
untuk kembali ke penginapan ini, setelah perayaan paskah, dan kami (tepatnya
aku) berpikir untuk melanjutkan aktifitas biasa, bersama dengan Guru tentunya,
karena harapku, Guru akan menggunakan kekuatanNya untuk mengusir orang-orang
Romawi itu.
Sekali
lagi, aku tidak tahu ke mana Thomas, namun yang menjadi ganjalan pikiranku
adalah Yudas. Semanjak meninggalkan kami waktu makan bersama kemarin malam itu,
kami kemudian melihatnya mendatangi kami yang sedang di taman Getsmane itu.
Itulan awal mula kami tercerai-berai, kami terpisah satu dengan yang lain,
karena ketakutan dan bingung akan berbuat apa. Malam itu kami mengikuti Guru
yang sedang dalam tawanan orang-orang yang mengaku beragama, sempat aku
menyaksikan Petrus ngamuk, memutus telinga salah seorang yang hendak menangkap
Guru. Anehnya, Guru tidak suka dibela, malah dengan kekuasaannya, Ia pulihkan
kuping orang yang ditebas Petrus.
Yudas,
dimanakah dirimu berada kawan? Itulah gelisahku saat ini. Semenjak malam kita
berpadangan saat di taman itu, aku menaruh iba kepadamu kawan. Sewaktu Guru
menunjukmu, bahwa engkau akan menghianati Guru, aku menangkap ada gemuruh di
batinmu kawan. Gemuruh yang takjua aku tahu, hingga saat ini. Semoga, nantinya
ada yang membaca tulisan ini dan kemudian bisa mengerti gemuruh hidupmu kawan,
atau segera setelah ini, kita (aku khususnya) bisa berjumpa kembali. Yudas,
sahabatku, di mana engkau saat ini?Mengapakah engkau menghilang? Ada apa
gerangan dirimu?
Kemarin,
dalam perjalanan menaiki Golgota, sempat aku dengar ada kasak-kusuk,bahwa salah
seorang dari pengikut Guru, ada yang bertengkar dengan para imam Bait Allah,
apakah itu Yudas ya? Sekilas aku dengar percakapan kaak-kusuk itu, katanya dia
salah seorang diantara kami, namun saat itu aku tidak begitu memperhatikan
kasak-kusuk itu. Fokusku hanya ikut mendaki, sembari berjaga agar tidak
dikenali oleh banyakorang sebagai bagian dari murid Guru. Kalau kasak-kusuk itu
benar, bahwa ada pertengkaran antara pemimpin Bait Allah dan salah seorang dari kami, juga ada uang yang dihamburkan ke
pelataran Bait Allah, jangan-jangan itu Yudas,, sebab kalau Petrus mustahil
berkaitan dengan uang.
Sepi,
semilir angin selatan masuk ke ruang utama penginapan ini. Teman-temanku yang lain juga diam, Thomas
masih belum nampak.Tadi pagi sempat kutanya ke Bartomeus, sebab dia dekat
sekali dengan Thomas, katanya Thomas mau mampir ke tempat mantan pacarnya, menenangkan diri. Thomas ini
sangat professional, meskipun mantan, tapi tetap dia menjalin komunikasi yang
proporsional dengan mantannya..Sedikit informasi itu bisa agak menenangkanku,
meski tetap kuatir juga, Thomas akan ditangkap dan diperlakukan seperti Guru.
Nyanyian serangga Gurun terdengar lantang dalam keheningan siang di tempat kami
berdiam.
Tentang
Thomas, Bartomeus peduli, namun saat aku Tanya soal Yudas, semua sahabat terdiam. Jujur, aku tidak mengerti
makna diamnya para sahabat, saat kutanya tentang Yudas. jujur aku kecewa dengan
tanggapan sahabat-sahabatku, meski aku memakluminya. Aku juga kecewa dengan
tindakan Yudas, namun aku juga bisa menangkap sebaris cinta pada Sang Guru. Aku
juga sangat yakin, Yudas amat sangat mencintai Guru, dengan cara dan jalannya.
Para sahabat nampaknya menaruh dendam kepada Yudas atas tindakannya memberi
tahu tentang Guru, sewaktu di taman itu.
Guru
saja mengampuni, jangankan Yudas, semua yang menyakiti,melukai dan bahkan
membunuhNyapun diampuni. Masih terngiang di telingaku sabdaNya di kayu salib, “Ya
Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”,
masakan kami tidak mengampuni (jika itu ) kesalahan Yudas. Aroma kecewa, dan
mungkin dendam kepada Yudas masih aku rasakan dalam diri para sahabat, juga
Petrus, ketika aku Tanya hanya menggelengkan kepala dan kemudian memalingkan
muka.
Yudas,
di manakah dirimu kawan? Aku merindumu, meski aku tahu, sikap dan tindakanku
ini tak disukai banyak orang. Kujuga sekeping peduli ini kawan, untukmu Yudas
Iskaryot, sahabatku. Aku juga kuatir, nanti, suatu waktu di kemudian hari, juga
banyak yang tidak memiliki rasa peduli itu. Aku teringat salah satu pesan Guru,
tapi nampaknya tidak dicatat oleh Lukas, Markus dan juga Matus, bahwa akan tiba
saatnya, para murid Guru berjumlah tak terhingga. Dan nampaknya, juga jarang
yang mempedulikanmu, Yudas, sahabatku. Juga seperti saat-saat ini, menjelang hari
ketiga dari kematian Guru, adakah yang meluangkan waktu dalam sunyinya relung
batin menantikanNya?
Jujur,
aku imasih ingat bahwa Guru akan bangkit dari kematian di hari ketiga, dan ini
sudah dua hari, benarkah Guru akan bangkit? Semoga saja ada yang masih
mengingatmu kawan. Yudas, dimanakah dirimu kawan?
Sabtu
Sunyi 03042021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar