NILAI
SEBUTIR NASI
Seorang anak kecil,berusia sekitar delapan tahun
sedang makan dengan santai. Sembari melihat tayangan televisi, anak itu makan
dengan santai, bahkan terkadang tanpa melihat nasi yang di piringnya. Akibat dari
cara makannya, maka banyak butiran-butiran nasi tercecer, tercerai berai di
lantai, di depan pesawat televisi.
“Nak, kalau makan yang hati-hati,jangan sampai
padajatuh tuh nasinya”, Ibu anak itu menegor si anak.
“Ya nanti tinggal di sapu,lalu bersih. Gitu saja
kok repot”, Jawab Si anak santai menirukan statement keren mantan presiden
sebuah negara di Asia Tenggara.
“Bukan masalah
bagaimana menyapu atau membersihkan ceceran nasi itu Nak, tapi hargailah
setiap butiran-butiran nasi itu”, Si ibu melanjutkan nasehatnya. “Tadi sebelum
makan sudah berdoa?”, Bapak Anak itu ikut melibatkan diri dalam percakapan
sembari menulis pada sebuah masih komputer jinjing.
“Ya sudahlah bapak, aku kan taat nasehat ibu dan
bapak, aku selalu berdoa saat sebelum melakukan apa saja”, Anak itu menjawab
pertanyaan bapaknya juga dengan santai.
“Nak,nanti selesai makan ikut bapak ya...”,Si
bapak mengajak anak itu bepergian. “Ke mana Pak”, Anak itu menjawab sekaligus
bertanya.
“Nanti ikut saja, berjalan kaki saja”. Bapak itu
singkat memberi jawaban.
Setelah selesai makan akhirnya bapak dan anak itu
keluar rumah. Ternyata mereka menuju sawah yang letaknya tidak jauh dari tempat
tinggal mereka. Kebetulan banyak petani sedang memanen hasil sawah mereka. Suasana
sawah indah, siang yang cerah, burung-burung blekok mencari makan di sela-sela petani bekerja,mencari jarak
yang jauh, sementara burung-burung pipit mencari padi yang belum dipanen.
“Nak,lihat para petani itu. Panas terik dan lumpur
tidak menghalangi mereka bekerja. Lihat, itu ada yang terjatuh, itu juga ada
yang terkena sabit. Semu bekerja dengan tekun dan serius”, Bapak itu
menjelaskan pandangan mereka.
“Aduhhh.....”Tiba-tiba ada teriakan di dekat
mereka yang ternyata dari seorang perempuan tua.
“Ibu, hati-hati, jangan terjatuh lagi”, Bapak itu
memberi nasehat sembari berlari menarik tangan perempuan itu. “Terima kasih
ya...” Jawab perempuan tua itu.
“Ibu pemilik sawah ini?”,Tanya Anak kecil itu. “Bukan
nak, ibu hanya pencari sisa-sisa gabah yang selesai di panen. Pekerjaan ibu
dinamakan ngasak, mencari sisa panen yang tertinggal. Semua demi hidup kami
maka kami mesti mengumpulkan gabah satu demi satu untuk makanan kami sekeluarga”,
Perempuan itu menjawab dengan santai.
Kemudian mereka berpisah dan bapak serta anak itu
berbalik pulang. Dalam perjalanan, bapak itu menjelaskan betapa berharganya
sebutir gabah untuk mereka yang sangat membutuhkan. Si anak menjadi
sadar,betapa selama ini tidak menghargai makanan-makanan yang ia santab karena
kkeadaanya yang lebih. Namun pengalaman hari itu telah mengubah cara pandangnya
terhadap makanan dan karunia Sang Maha Kuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar