Sabtu, 16 April 2016

MENGHARGAI KEHIDUPAN

NILAI SEBUTIR NASI

Seorang anak kecil,berusia sekitar delapan tahun sedang makan dengan santai. Sembari melihat tayangan televisi, anak itu makan dengan santai, bahkan terkadang tanpa melihat nasi yang di piringnya. Akibat dari cara makannya, maka banyak butiran-butiran nasi tercecer, tercerai berai di lantai, di depan pesawat televisi.

“Nak, kalau makan yang hati-hati,jangan sampai padajatuh tuh nasinya”, Ibu anak itu menegor si anak.
“Ya nanti tinggal di sapu,lalu bersih. Gitu saja kok repot”, Jawab Si anak santai menirukan statement keren mantan presiden sebuah negara di Asia Tenggara.
“Bukan masalah  bagaimana menyapu atau membersihkan ceceran nasi itu Nak, tapi hargailah setiap butiran-butiran nasi itu”, Si ibu melanjutkan nasehatnya. “Tadi sebelum makan sudah berdoa?”, Bapak Anak itu ikut melibatkan diri dalam percakapan sembari menulis pada sebuah masih komputer jinjing.
“Ya sudahlah bapak, aku kan taat nasehat ibu dan bapak, aku selalu berdoa saat sebelum melakukan apa saja”, Anak itu menjawab pertanyaan bapaknya juga dengan santai.
“Nak,nanti selesai makan ikut bapak ya...”,Si bapak mengajak anak itu bepergian. “Ke mana Pak”, Anak itu menjawab sekaligus bertanya.
“Nanti ikut saja, berjalan kaki saja”. Bapak itu singkat memberi jawaban.
Setelah selesai makan akhirnya bapak dan anak itu keluar rumah. Ternyata mereka menuju sawah yang letaknya tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Kebetulan banyak petani sedang memanen hasil sawah mereka. Suasana sawah indah, siang yang cerah, burung-burung blekok mencari makan  di sela-sela petani bekerja,mencari jarak yang jauh, sementara burung-burung pipit mencari padi yang belum dipanen.


“Nak,lihat para petani itu. Panas terik dan lumpur tidak menghalangi mereka bekerja. Lihat, itu ada yang terjatuh, itu juga ada yang terkena sabit. Semu bekerja dengan tekun dan serius”, Bapak itu menjelaskan pandangan mereka.
“Aduhhh.....”Tiba-tiba ada teriakan di dekat mereka yang ternyata dari seorang perempuan tua.
“Ibu, hati-hati, jangan terjatuh lagi”, Bapak itu memberi nasehat sembari berlari menarik tangan perempuan itu. “Terima kasih ya...” Jawab perempuan tua itu.
“Ibu pemilik sawah ini?”,Tanya Anak kecil itu. “Bukan nak, ibu hanya pencari sisa-sisa gabah yang selesai di panen. Pekerjaan ibu dinamakan ngasak, mencari sisa panen yang tertinggal. Semua demi hidup kami maka kami mesti mengumpulkan gabah satu demi satu untuk makanan kami sekeluarga”, Perempuan itu menjawab dengan santai.

Kemudian mereka berpisah dan bapak serta anak itu berbalik pulang. Dalam perjalanan, bapak itu menjelaskan betapa berharganya sebutir gabah untuk mereka yang sangat membutuhkan. Si anak menjadi sadar,betapa selama ini tidak menghargai makanan-makanan yang ia santab karena kkeadaanya yang lebih. Namun pengalaman hari itu telah mengubah cara pandangnya terhadap makanan dan karunia Sang Maha Kuasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH