LEMPARAN BATU
Jalan raya sangat ramai. Seorang
pengusaha muda yang kaya mengendarai mobil mewahnya yang baru. Kemudian seorang
anak kecil melemparkan batu dan pecahlah kaca mobil baru yang sangat mewah itu.
Dengan geram pengusaha muda kaya itu mundur dan memarahi anak kecil itu sembari
mengelus-elus mobil barunya yang kacanya pecah dan tergores bodynya. Kemudian dia
mendekati anak kecil itu sembari menahan geram. Nampak ia akan memukul anak
kecil itu. Dalam ketakutannya, anak kecil itu meminta maaf sembari menunduk dan
menyembah sementara air mata mulai
mengalir dari pelupuk mata bocah kecil itu.
“Bapak, ampun..saya mengaku
salah dan saya siap dihukum. Hanya, saya tidak tahu dengan cara apa bisa
menghentikan laju kendaraan-kendaraan di jalan ini. Semua berlari kencang dan
seolah berebut paling depan. Pak, lihat di sana, itu kakakku lumpuh baru saja
terjatuh dan tidak yang bisa menolongnya. Saya tidak kuat mengangkatnya kembali
ke kursi rodanya. Maaf, saya melempar batu ini untuk meminta bantuan siapapun
yang diutus Tuhan menolong kami”, Parau Si Anak Kecil itu memberi penjelasan.
Spontan Pemuda Kaya dengan
mobil mewah baru itu menoleh, dan benar, seorang remaja lebih tua sekitar 3
tahun dari bocah yang melempari mobilnya dengan batu itu terkulai di tanah
becek. Ia nampak lemas karena habis terjatuh dan sepertinya kehabisan tenaga
saat berupaya kembali naik ke kursi rodanya. Seketika kemarahannya menguap
pergi, berganti iba yang sangat mendalam. Ditinggalkannya anak kecil, adil remaja
lumpuh yang sedang terjatuh itu, yang baru saja memechkan kaca mobil barunya
dengan lemparan batunya. Ia menghampiri remaja lumpuh itu, diangkatnya kembali
ke kursi roda dan dibawanya ke dalam mobil mewahnya yang masih baru.
Kehidupan kita nampaknya juga
seperti pemuda kaya dan mobil mewah super cepatnya. Selalu berburu dan berburu
dengan waktu. Semua berlomba untuk saling cepat dan sering melupakan
keindahan-keindahan di sepanjang perjalanan. Juga sering gagal mendengarkan
rintihan-rintihan Tuhan melalui sesama yang bergumul derita.
Tuhan selalu ingin menyapa
kita, namun kita telah menutup telinga ii dan malah mempercepat laju ambisi
kita. Maka, Tuhan melemparkan batu untuk kehidupan kita supaya kita mau
berhenti. Berhenti untuk melihat sekeliling yang indah namun juga sering penuh kepedihan, agar kita ikut peduli. Mungkin
kit amemang butuh “DILEMPAR BATU” dulu
oleh Tuhan agar sadar dan berhenti sejenak dari pemburuan ambisi yang
tiada kunjung henti.
Salam hangat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar