Jumat, 30 September 2016

FITNAH VERSI DALIJO


Sore yang sedikit mendung, namun nampaknya hujan tidak akan turun. Semilir angin yang lembut mengisyaratkan bahwa cuaca segera akan berganti,menjadi cerah. Mendung yang sedari tadi menutupi perbukitan dan pedesaan perlahan pergi, dibawa angin menjauh. Entah ke mana mereka akan bertamasya. Sekelompok lembu sapi asyik makan di  ladang Pangonan, sementara bocah-bocah angon bermain air di kalen dekat tempat itu.
Dalijo, salah satu dari bocah angon itu, terlihat asyik mengamati sesuatu. Ternyata, Dalijo sedang mengamati kapas dari kapuk Randu yang pecah dan tercerai karena tertiup dan terbawa angin. 
“Apa itu Dal?”, Tanya  Tatag, kawan seperjuangan dan sepermainan.
“Kapuk Tag, bukan apa-apa”, Jawab Dalijo datar.
Mereka kemudian menuju sebuah tempat teduh, di tempat itu kemudian mereka duduk. Tanah agak miring, di bawah hutan pinus, dekat aliran kalen, orang daerah situ menamakannya Teken. Mereka duduk, menghadap ke arah timur, dan mereka melihat bukit-bukit hijau,sinar matahari yang lembayung mengores senja, karena mendung telah sirna. Duduklah mereka berdua, Dalijo dan Tatag, tidak berdekatan,meski juga tidak berjauhan,namun itulah keakraban mereka. Setelah terdiam beberapa waktu, Tatag membuka perbincangan.
“Dal, musimnya sudah mangsa sanga,tapi hujan masih sering turun. Banyak tanaman yang gagal panen, juga kapuk randu milik bapak gagal panen. Semua  yang cengkar menjadi basah dan tidak berguna”, Tatag berkisah.
Dalijo diam. Kemudian dia beranjak berdiri, seolah mengejar sesuatu. Tatag diam,tidak ikut,hanya mencermati karibnya itu. Ternyata Dalijo mengejar kapas kapuk randu yang terbang.
“Ini kapas Tag, kapas Randu. Sudah kering dan tidak kena hujan hingga bisa terbawa angin”, Dalijo mendekati Tatag lagi, sembari memegangi segenggam kapas. Kemudian kembali duduk.
“Kapas ini mengingatkanku akan nasehat almarhum simbok Tag. Saat di desa kita sering muncul isu dan fitnah, almarhum mengajariku untuk tidak suka memfitnah. Fitnah itu seperti kapas yang diterbangkan angin. Dia akan bebas mengembara sesukanya. Dan setelah  itu, sulit untuk mengumpulkannya kembali. Demikian juga dengan fitnah, jika ternyata itu tidak terjadi, maka sulit untuk memulihkan nama yang jelek akibat fitnahan itu”,Dalijo berkisah sembari menimang kapas kapuk di dua telapak tangannya.
“Benar katamu Dal, untuk itu,mari kita berhati-hati. Jangan cepat termakan gossip atau info yang kurang jelas kebenarannya.”
Langit semakin cerah meski awal gelap mulai terasa. Mereka berdua segera mencari lembu sapinya, untuk digiring pulang. Di tempat dan oleh bocah angon ini, ada pelajaran hidup yang tiada ternilai harganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH