Kamis, 29 September 2016

CERMIN KERUKUNAN DARI SEMUT





Sore itu Dalijo sedang istirahat, setelah seharian membantu bapaknya membersihkan rumput di kebun jagungnya. Desiran angin yang sepoi-sepoi menjadikan Dalijo terbawa kantuk. Di sana, di sekitar pepohonan hutan pegunungan itu, kicauan burung liar dan gemericik air sungai gunung menambah indah senja yang cerah. Dan, Dalijo hamper terbawa arus mimpi.
“Aduuuohhhh Biyuunggg…..Bajindul..!”, Menjerit kaget Dalijo yang terlier-lier dengan serangan kantuk dan cumbuan anginsenja yang sepoi itu.
“Ada apa ngger anakku, Dalijo sing bagus dewe?”, Bapaknya beringsut mendekat, mengkuatirkan jeritan anak lelakinya.
“Anu pak, ini lho, semut. Jian.. kurangajar bener, aku lagi ngaso dari bekerja serius ini, lha kok nggigit tanpa permisi. Ya sakite Poll pak..”, Jawab Dalijo sembari celingukan mencari Semit dan kawan-kawannya. Sepertinya Dalijo sadar bahwa semut itu tidak akan pernah senditri, ia akan selalu bersama yang lainya. Sesaat kemudian setelah menemukan Semut buruannya, Dalijo hendak menggebuknya.
“E..ee..Jangan Nak, jangan kau sakiti semut itu. Coba perhatikan, jangan-jangan kamu yang mengganggunya. Ayo,lihat dulu”, Bapaknya mengingatkan sembari mengajaknya menyimak kawanan semut itu.
Kemudian mereka menemukan semut yang banyak, beriringan dalam jumlah yang banyak. Mereka nampak mengangkut sejumlah barang. Mereka rukun dan tertib. Sambil mengikuti rombongan semut itu, mereka asyik dalam alam pikiran masing-masing tentang semut. Dan hingga sampailah di bawah rimbunnya pohon jambu air. Mereka berhenti dan semakin cermat mengamati rombongan semut itu.
“Perhatikan nak, semut itu rukun. Mereka bekerja sama dengan jujur dan terbuka. Lihat, tidak semua bekerja,mada yang hanya hilir mudik. Dan itu,, lihat, ada yang malah menaiki benda yang sedang mereka angkat. Mereka damai dengan semua keberadaannya”, bapak Dalijo memberi petuah dengan semut itu.
“Iya ya pak, mereka tidak bertengkar dan berebut. Coba manusia, jika merasa tidak adil terus ngamuk,mutung. Jika merasa disakiti sedkit saja langsung ngambek dan mutung. Ternyata kita kalah dewasa dengan semut ya pak”, Ungkap Dalijo polos.
“Hushh, jangan gitu, nanti kamu dimarahi yang baca tulisan ini lho, kamu bisa diberi espe, Surat Peringatan!”, Gurau bapaknya.
“Lha saya kan bukan karyawan pete manapun ta pak?”, Jawab Dalijo polos. Mereka bergegas menata alat kerja mereka, senja semakin temaram. Saat yang tepat mengistirahatkan raga.

Dari Semut kita bisa Belajar betapa saling mengerti dan memahami itu indah. Dan manusia justru makluk yang palng sulit mengerti dan memahami satu dengan yang lain. Iri,dengki,cemburu dan dendam  masih setia singgah dalam kehidupannya.
Dan mungkin, ada yang tersenyum atau malah tersinggung dengan tulisan ini.

Salam Hormat dari Dalijo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH