Jumat, 23 September 2016

BATANG GELAGAH



Senja yang aduhai..Udara menyisir rereumputan, Lembayung sinar matahari memeluk semesta. Burung-burung bermain riang gembira,menunggu malam tiba. Pak Tani meringkasi peralatannya, ditunggu istri tercinta,mengakhiri karya,menuju rumah dengan sebongkah harap dalam senyuman meski letih takjua mereka.

Diantara aneka titah yang bersuka ria dalam senja, dipinggir sungai perbukitan itu,sebatang gelagah di bibir sebuah curug bening. Ia bergoyang meliuk ke sana ke mari menuruti irama hembusan angin sepoi. Ia cuman sebatang saja. Yang lain telah lama layu dan mati, sedangkan yang baru belum lagi muncul. Namun dalam kesendiriannya ia bergerak, ia meliuk tanpa keluh dan kesah.

KEAJAIBAN GELAGAH

Ketika ia menunduk, ia melihat bayangan dirinya di beningnya curug sungai pegunungan itu, melihat ikan-ikan kecil riang diantara bebatuan, dirinya sadar dalam hening namun tak merasa sepi. Ia melihat dirinya yang sedang menari penuh senyum bersama hembusan angin segar dan tarian ikan-ikan di curug sungai. Tak ada penonton yang memberikan tepukan meriah, tak ada suara sorakan gempita. Tak ada aku dan anda yang memperhatikannya. Namun ia tetap meliuk. Ia tetap menari. Ia menari untuk mensyukuri hadiah hari ini dan hari kemarin. Ia mempersembahkan tariannya hari ini buat hari esok.

Betapa sering kitamenantikan orang lain memberikan kata-kata peneguhan yang tak pernah muncul. Betapa sering kita melimpahkan semua masalah pada sesuatu di luar diri kita. Betapa sering kita meminta dicintai,namun enggan memberi cinta, betapa sering kita minta dimengerti tanpa pernah mau mengerti, betapa sering kita menuntut HAK kita namun saat ada tanggung jawab, lari tunggang langgang baik tikus mendengar dengus kucing. Dari Sebatang gelagah ini, kita  harus belajar menari , tersenyum,riang dan damai,walau tak seorangpun bertepuk tangan memberikan sorakan.
Terima kasih batang gelagah yang gemulai, yang hidup dalam jangka yang cuman sebentar. Namun engkau telah mengajarkan kami untuk mencintai kami dan kehidupan kami.

Pada Sebuah Senja dipinggir sungai nun jauh di sana, di pusaran Pegunungan 1000, Wonogiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH