Jumat, 30 September 2016

Dalijo Saat Lampu Merah



Dari kejauhan, lampu lalu-lintas di perempatan itu masih menyala hijau.
Dalijo segera menekan pedal gas kendaraannya. Ia tak mau terlambat. Apalagi ia tahu perempatan di situ cukup padat sehingga lampu merah biasanya menyala cukup lama. Kebetulan jalan di depannya agak lenggang.
PELUANG USAHA SEDERHANA
Lampu berganti kuning. Hati Dalijo berdebar berharap semoga ia bisa melewatinya segera. Tiga meter menjelang garis jalan, lampu merah menyala.
Dalijo ragu, haruskah ia berhenti atau terus saja. “Ah, aku tak punya kesempatan untuk menginjak rem mendadak,” pikirnya sambil terus melaju.
Dann.......
Prit!!!
Di seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan memintanya berhenti. Dalijo menepikan kendaraan agak menjauh sambil mengumpat dalam hati. Dari kaca spion ia melihat siapa polisi itu. Wajahnya tak terlalu asing. Lho, itu kan Maruto, teman  semasa SMA dulu. Hati Dalijo agak lega. Ia melompat keluar sambil membuka kedua lengannya.
“Hai, Maruta. Senang sekali ketemu kamu lagi!”
“Selamat Pagi pak..ooo, Kamu Dalijo ya?.” Tanpa senyum.
“Duh, sepertinya saya kena tilang nih? Saya memang agak buru-buru. Istri saya sedang menunggu di rumah.”
“Oh ya?” Tampaknya Maruta agak ragu.
Nah, bagus kalau begitu. “Maruta, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan anak-anak sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tentu aku tidak boleh terlambat, dong.”
“Saya mengerti. Tapi, sebenarnya kami sering memperhatikanmu melintasi lampu merah di persimpangan ini.”
Oh-oh, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Dalijo harus ganti strategi. “Jadi, kamu hendak menilangku? Sungguh, tadi aku tidak melewati lampu merah. Sewaktu aku lewat lampu kuning masih menyala.” Aha, terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan.
“Ayo Jo. Kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIMmu.”
Dengan ketus Dalijo menyerahkan SIM lalu masuk ke dalam kendaraan dan menutup kaca jendelanya. Sementara Maruta menulis sesuatu di buku tilangnya. Beberapa saat kemudian Maruta mengetuk kaca jendela. Dalijo memandangi wajah Maruta dengan penuh kecewa. Dibukanya kaca jendela itu sedikit. Ah, lima centi sudah cukup untuk memasukkan surat tilang. Tanpa berkata-kata Maruta kembali ke posnya.
Dalijo mengambil surat tilang yang diselipkan Maruta di sela-sela kaca jendela. Tapi, hei apa ini. Ternyata SIMnya dikembalikan bersama sebuah nota. Kenapa ia tidak menilangku. Lalu nota ini apa? Semacam guyonan atau apa? Buru-buru Dalijo membuka dan membaca nota yang berisi tulisan tangan Maruta.

“Halo Pak Boss Dalijo, sahabatku saat sekolah SMA dulu,
Tahukah kamu Dal, aku dulu mempunyai seorang anak perempuan. Sayang, Ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah.
Pengemudi itu dihukum penjara selama 3 bulan. Begitu bebas ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi.
Sedangkan anak kami satu-satunya sudah tiada. Kami masih terus berusaha dan berharap agar Tuhan berkenan mengkaruniai seorang anak agar dapat kami peluk.
Ribuan kali kami mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya. Begitu juga kali ini. Maafkan aku Dal. Doakan agar permohonan kami terkabulkan. Berhati-hatilah."

MARUTA
Teman SMAmu dulu

Dalijo terhenyak sangat kaget. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Maruta. Namun, Maruta sudah meninggalkan pos jaganya entah kemana. Sepanjang jalan pulang ia mengemudi perlahan dengan hati tak tentu sambil berharap kesalahannya dimaafkan.
Tak selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian orang lain. Bisa jadi suka kita tak lebih dari duka rekan kita.
Hidup ini sangat berharga, jalanilah dengan penuh hati-hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH