Salam Kuda Wahai Pecinta Kuda..
Entah dengan bahasa apa aku harus menggambarkan dirimu. Aku hanya bisa menggambarkan dirimu dengan sederhana, bahwa kau menyukai kuda melebihi sukamu terhadap mantanmu..
Kau manusia yang penuh dengan ambisi. Demi
meraih ambisi politikmu, kau gadaikan agama awalmu,dan kau berhasil menggaet
salah satu putri penguasa terdiktaror negeri ini. Dan kemudian meroketlah jalur
kariermu, melompat-lompat seperti pola berpikirmu yang tidak beraturan.
Ketika kemudian kau masuk ke sebuah keluarga kaya nan
ambisius dengan harta benda dunia sebagai mahkotanya, kau semakin tenggelam dan
terjerembab di sana. Namun nyatanya kau menyukai situasi itu hingga kau sudah
mulai tidak disukai keluarga mertuamu yang tinggal di sebuah jalan yang menilik
dari namanya seharusnya beraroma wangi.
Namun tiada kewangian itu, yang ada,
anyir darah dan busuknya bangkai.
Suatu waktu, kau berselisih dengan istrimu yang (katanya)
sudah memberimu satu anak dan karena kau tiada bermodal harta benda sedikitpun,
hanya bermodal wajah lumayan dan semangat saja, kau ditendang. Kau cengar-cengir
seperti anak balita kehilangan mainannya. Kemudian terjadi huru-hara di negeri
ini, kau mencoba mencari muka di depan keluarga besar mertuamu. Kau habisi
saudara-saudara se bangsa dengan bengis. Waktu itu aku belum paham, bahwa kau
bengis, namun sekarang aku sangat paham dan kemudian muak dengan wajahmu yang bengisnya kau sembuyikan di balik ketenangan semu itu.
Darah yang kau tumpahkan untuk keluarga istrimu takjua
membuat namamu kembali baik, kau tetap tertendang. Bersamaan dengan itu,
kaupun di cari bak musang yang baru saja menghabisi ayam-ayam milik pak tani. Kau
kabur jauh meninggalkan negerimu, dan kemudian pulang ketika mertuamu sudah
tinggal bisanya berkedip belaka.
Waktu terus merangkak dan pada suatu ketika kau
menyodorkan dirimu mengais nasip memimpin negeri ini. Namun gagal. Berulangkali
kau gagal dan yang sangat memalukan, yang paling akhir, kau tumbang dari “bocah
kemarin sore” yang bisnaya hanya mainan mebel.
Namun takjua kau malu, malah kau
susun banyak rencana untuk tampil. Kau berkoar mencintai nusantara ini namun
tindakanmu jauh dari kata cinta untuk nusantara.
Kau robek dan sayat-sayat tenunan kain indah bersama
nusantara ini demi ambisimu. Kau hembusi pahammu yang salah kepada anak-anak
bangsa yang polos namun juga goblok, karena tidak bisa berpikir itu, semua demi
ambisimu. Bahkan kau bersorak gembira saat salah satu putra terbaik bangsa
terfitnah, dan salah satu pemfitnahnya mungkin juga dirimu, untuk kemudian
tervonis 2 tahun penjara.
Kurcaci-kurcaci binaanmu riang gembira dan malah membuat
syukuran dengan tumpengan ketika salah satu putra terbaik bangsa ini
terpenjara. Inikah isi suara paraumu yang selalu berteriak sok
nasionalis?Inikah bukti bahwa kau pernah mengabdi dalam kesadaran tinggi untuk
negeri? Ataukah pengabdianmu dulu demi seorang putri penguasa negeri dan kamu
lakukan demi ambisi tersembunyimu?
Aku berdoa untukmu, doa yang baik. Semoga Tuhan Sang
Pencipta Semesta mengasihimu. Dan ingatlah, bahwa caraNya mengasihimu tidak
selalu dengan memberi istri kaya dan cantik, tidak juga dengan keberhasilan
semu menipu banyak orang. Cara Tuhan mengasihi terkadang menyakitkan, dank au mesti
menerima itu dengan sabar, sesabar istri dan anak-anak Si terpenjara 2 tahun
itu.
Selamat Menunggu Kasih Sang Pencipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar