Ketika saya menulis tentang tumpeng dan tumpengan di
sebuah media online yang sangat populer dalam beberapa waktu terkahir, kumdian
saya share di facebok saya, ada yang kebakaran janggut. Saking panasnya janggut
yang terbakar itu, karena ga ada rambut sama sekali, sampai-sampai tidak
membaca siapa penulisnya, hanya menegor aga saya membaca dengan cermat. Ya tidak
mengapa, mungkin dalam pandangan beliau, apa yang saya tulis fitnah atau yang
sejenisnya, saya sih santai saja, lha wong saya tidak berjuang untuk
siapa-siapa, saya hanya berjuang untuk keadilan dan kebenaran saja. Titik.
Meskipun saya terkena “api panas” dari janggut yang
terbakar, namun saya masih cinta dengan tumpeng. Dan ndilalah, sore ini harus
menghadiri acara ibadah syukur dalam rangka HUT Yayasan Sosial Salib Putih. Nah..di
dalam acara syukuran itu, saya kebali berkencan dengan yang namanya TUMPENG. Jika
tumoeng yang keamrin, terletak di Jakarta, dan saya mencium aroma politis di
dalamnya, tumpeng yang ini tidak. Malahan tumpeng yang ini beraroma sosial dan
sederhana.
Material tumpeng yang kemarin heboh yang di Jakarta itu
saya yakin terbuat sari bahan-bahan yang dibeli oleh yang memesan tumpeng,
karena mereka sangat kaya dan tidak mungkin bisa membuat tumpeng. Mereka bisanya
memprovokasi para pembuat tumpeng..hehe. Lha material tumpeng hari ini, dalam
HUT YSK Salib Putih, terdiri dari semua komponen kebutuhan penghuni yayasan dan
juga hasil dari pengolahan tanah di sekitar yayasan. Semua menyimbolkan sumber
kehidupan, yang menjulang dalam arti, bersumber dari Sang Khaliq sendiri.
Tumpengan di HUT YSK Salib Putih juga mengingatkan bahwa
115 tahun yang lalu, saat Gunung Kelud meletus, banyak masyarakat di sekitar
gunung Kelud yang berlari. Ada yanh ke utara, selatan, timur dan barat. Mereka terpisah
dengan sanak saudara serta handai taulan. Nah, yang ke arah barat itu akhirnya
sampai di lerung gunung merbabu. Mereka kelelahan dan kebingungan, karena tidak
memiliki bekal yang cukup, serta tiada kenalan sanak saudara dan handai taulan.
Beruntung dalam situasi maha berat ini ada sepasang suami
istri dari londo, bule yang bernama Van Emmerick yang sangat baik, meski kalau
sekarang kemungkinan besar akan dituduh kafir..hehe. sepasang suami istri londo
itulah yang memberi pertolongan mereka, menampun mereka. Hingga pada akhirnya
di buatkan sebuah tempat, yang merupakan cikal bakal Yayasan Sosial Kristen
Salib Putih. Itulah sekelumit cerita terlahirnya YSK Salib Putih, terlahir dari
Rahim bencana.
Dari sekelumit kisah ini, saya mencoba melihat kasus atau
persoalan yang menimpa Ahok. Jangan-jangan semua derita yang diterimanya itu
sebenarnya adalah “Rahim Kehidupan” yang sedang mengandung kebaikan untuk
Nusantara. Asu….dahlah..cukup saja kisah tentang Ahok, biar tetangga saja yang
membahasnya.
Kembali ke soal HUT dan tumpeng. Ternyata tumpeng itu
memiliki makna yang teramat dalam. Dia adalah lambangm dia adalah simbol untuk kehidupan
ini. Tumpeng adalah bahasa “pemujaan” syukur kepada sang Kehidupan, bukan bahsa
pemuas nafsu politik belaka. Tumpeng menggambarkan betapa manusia memerlukan
anasir-anasir alam yang lain, bukan hanya butuh agama namun hanya untuk
mengesahkan kebenciannya dan juga keserakahannya.
Di sekitar nasi yang menjulang ke atas itu, ada semua
hasil tani di tanah YSP dan itu adalah bahasa syukur anak-anak panti asuhan
ini. Sungguh sangat mengharu-biru.
Usai ibadah, kami diajak menerbangkan 10 lampion di
halaman. Butuh kesabaran untuk menyalakan lampion dan akhirnya ada 3 yang gagal
diterbangkan. Lampion itu lambing harapan anak-anak panti asuhan bahwa harapan
serta cita-cita mereka harus diterbangkan setinggi mungkin..
Tumpeng dan lampion memberiku wejangan tentang kehidupan
ini, bhawa kita semua adalah sebuah keluarga. Sebuah keluarga besar yang
meninggali rumah bersama bernama bumi. Maka kita mesti mengikrarkan janji demi
menjaga semesta ini. Jangan sirami kebencian itu dengan ambisi, jangan biarkan
benih kebencian itu tumbuh subur sebagai pohon kematianmu..
Salam Tumpeng 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar