Sabtu, 13 Mei 2017

Di Sekitar Tumpeng, Bagian 2





Ketika saya menulis tentang tumpeng dan tumpengan di sebuah media online yang sangat populer dalam beberapa waktu terkahir, kumdian saya share di facebok saya, ada yang kebakaran janggut. Saking panasnya janggut yang terbakar itu, karena ga ada rambut sama sekali, sampai-sampai tidak membaca siapa penulisnya, hanya menegor aga saya membaca dengan cermat. Ya tidak mengapa, mungkin dalam pandangan beliau, apa yang saya tulis fitnah atau yang sejenisnya, saya sih santai saja, lha wong saya tidak berjuang untuk siapa-siapa, saya hanya berjuang untuk keadilan dan kebenaran saja. Titik.

Meskipun saya terkena “api panas” dari janggut yang terbakar, namun saya masih cinta dengan tumpeng. Dan ndilalah, sore ini harus menghadiri acara ibadah syukur dalam rangka HUT Yayasan Sosial Salib Putih. Nah..di dalam acara syukuran itu, saya kebali berkencan dengan yang namanya TUMPENG. Jika tumoeng yang keamrin, terletak di Jakarta, dan saya mencium aroma politis di dalamnya, tumpeng yang ini tidak. Malahan tumpeng yang ini beraroma sosial dan sederhana.

Material tumpeng yang kemarin heboh yang di Jakarta itu saya yakin terbuat sari bahan-bahan yang dibeli oleh yang memesan tumpeng, karena mereka sangat kaya dan tidak mungkin bisa membuat tumpeng. Mereka bisanya memprovokasi para pembuat tumpeng..hehe. Lha material tumpeng hari ini, dalam HUT YSK Salib Putih, terdiri dari semua komponen kebutuhan penghuni yayasan dan juga hasil dari pengolahan tanah di sekitar yayasan. Semua menyimbolkan sumber kehidupan, yang menjulang dalam arti, bersumber dari Sang Khaliq sendiri.

Tumpengan di HUT YSK Salib Putih juga mengingatkan bahwa 115 tahun yang lalu, saat Gunung Kelud meletus, banyak masyarakat di sekitar gunung Kelud yang berlari. Ada yanh ke utara, selatan, timur dan barat. Mereka terpisah dengan sanak saudara serta handai taulan. Nah, yang ke arah barat itu akhirnya sampai di lerung gunung merbabu. Mereka kelelahan dan kebingungan, karena tidak memiliki bekal yang cukup, serta tiada kenalan sanak saudara dan handai taulan.

Beruntung dalam situasi maha berat ini ada sepasang suami istri dari londo, bule yang bernama Van Emmerick yang sangat baik, meski kalau sekarang kemungkinan besar akan dituduh kafir..hehe. sepasang suami istri londo itulah yang memberi pertolongan mereka, menampun mereka. Hingga pada akhirnya di buatkan sebuah tempat, yang merupakan cikal bakal Yayasan Sosial Kristen Salib Putih. Itulah sekelumit cerita terlahirnya YSK Salib Putih, terlahir dari Rahim bencana.

Dari sekelumit kisah ini, saya mencoba melihat kasus atau persoalan yang menimpa Ahok. Jangan-jangan semua derita yang diterimanya itu sebenarnya adalah “Rahim Kehidupan” yang sedang mengandung kebaikan untuk Nusantara. Asu….dahlah..cukup saja kisah tentang Ahok, biar tetangga saja yang membahasnya.

Kembali ke soal HUT dan tumpeng. Ternyata tumpeng itu memiliki makna yang teramat dalam. Dia adalah lambangm dia adalah simbol untuk kehidupan ini. Tumpeng adalah bahasa “pemujaan” syukur kepada sang Kehidupan, bukan bahsa pemuas nafsu politik belaka. Tumpeng menggambarkan betapa manusia memerlukan anasir-anasir alam yang lain, bukan hanya butuh agama namun hanya untuk mengesahkan kebenciannya dan juga keserakahannya.

Di sekitar nasi yang menjulang ke atas itu, ada semua hasil tani di tanah YSP dan itu adalah bahasa syukur anak-anak panti asuhan ini. Sungguh sangat mengharu-biru.
Usai ibadah, kami diajak menerbangkan 10 lampion di halaman. Butuh kesabaran untuk menyalakan lampion dan akhirnya ada 3 yang gagal diterbangkan. Lampion itu lambing harapan anak-anak panti asuhan bahwa harapan serta cita-cita mereka harus diterbangkan setinggi mungkin..

Tumpeng dan lampion memberiku wejangan tentang kehidupan ini, bhawa kita semua adalah sebuah keluarga. Sebuah keluarga besar yang meninggali rumah bersama bernama bumi. Maka kita mesti mengikrarkan janji demi menjaga semesta ini. Jangan sirami kebencian itu dengan ambisi, jangan biarkan benih kebencian itu tumbuh subur sebagai pohon kematianmu..

Salam Tumpeng 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH