Senin, 15 Mei 2017

Tanda Cinta Untuk Nusantara




Malam sudah usai menunaikan tugasnya dan kemudian siang menggantikannya. Udara pagi medio mei terasa dingin dan mulai terasa kering, pertanda kemarau sudah datang menyapa semesta. Semilir angina saat dinihari, hanya ada saat kemarau tiba dan kini, di pertangahan mei ini, mulai dapa dirasakan oleh semua penghuni semesta.

Rembulan tanggal 18 dalam hitungan kalender  Jawa mulai pucat di atas daun sukun, di atas sebuah bukit. Rumput basah karena embun menyapaku dengan senyuma dan kemudian dinginnya seolah membuai kesadaranku, betapa indahnya alam ini , alam semesta terkhusus bumi nusantara.

Dari embun pagi ini, dari semilir angin awal kemarau ini, dari bulan pucat di atas daun sukun ini, menghentak kesadaranku, betapa indahnya nusantara. Dan saat itu juga, dalam dingin pagi dan teduh cahaya rembulan serta basah embun, terbakarlah jiwa anak negeri. Tidak rela indahnya negeri ini tersayat oleh nafsu sebagian manusia berjiwa serigala. Tidak rela dirampok manusia-manusia kotor berjubahkan agama, yang menanamkan kebodohan untuk kepuasan mereka.

Jiwa ini terpanggil untuk ikut berjuang dan perjuanganku, bukan dengan partai politk, bukan dengan bamboo runcing, bukan dengan fitnah, bukan dengan isu hoax, namun dengan menuliskan pengalaman indahnya alam nusantara. Jiwa ini tak akan rela indahnya nusantara terkoyak dan terkotori.

Semoga tulisan ini, sebagai awal tulisan-tulisan yang lain bisa menggugah kesadaran anak-anak negeri untuk menjaga keindahan ini. Menjaga kerukunan, menjaga keberbedaan, menjaga  harmoni. Semoga sadar mereka yang hanya diam dan baru sadar saat negeri indah ini diambang perpecahan. Semoga embun bisa menyadarkan, semoga rembulan dengan sinarnya mampu membangunkan dan semoga semilir angina pagi bisa menghentak kesadaran anak-anak pertiwi.

Mbahe..
Medio Mei 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH