Aku percaya bahwa setiap jaman pasti memiliki keunikannya
sendiri. Dan seringkali (atau malah selalu ya?) aku gagal mengerti tentang
keunikan itu. Salah satu masalah yang aku sadari mengapa aku sering gagal
mengerti atau memahami keunikan itu, adalah karena aku hanya melihatnya
sepotong-sepotong. Melihat saja tentang yang sepotong-sepotong itu, sebenarnya
tidaklah salah. Masalahnya adalah ketika aku menilai apa yang aku lihat, yang
Cuma
sepotong itu. Itulah dosaku kawan.
Saat ini, diantara sekian ribu atau malah juta peristiwa,
ada satu yang membuatku sangat gelisah. Dan mungkin bukan aku sendiri, namun
banyak yang sepeti aku, merasakah kegelisahan yang tak terdefinisikan. Kegelisahan
yang melintasi akal serta rasa dan
karenanya, hanya bisa diungkapkan dengan bahasa simbol. Dan ketika aku melihat “sepotong”
peristiwa itu, bersama dengan jutaan orang yang lain” aku menilai dan kemudian
menghakimi. Tentu saja dalam sudut pandangku yang teramat terbatas itu.
Jujur saja kawan,keanehan yang aku dan banyak orang lihat
dalam waktu dekat ini adalah soal Ahok. Dia lelaki dari Bangka Belitung. Terlahir
dalam bungkus etnis thionghoa atau dahulu disebut Cina. Dia Kristen dan
karenanya mengakui Yesus, Isa itu sebagai Tuhannya.
Dia,, Ahok yang Cina itu, meyakini bahwa dirinya anak
nusantara dan kerena itu, merasa berhutang budi kepada Negeri subur dan indah
ini, hendak mengabdikan hidupnya. Ahok yang kristen itu ingin mengabdi dengan
cara menjadi gubernur. Sempat memang dia menjadi gubernur, meski dilalui dengan
banyak jalan terjal. Juga menjadi gebernur karena gubernur yang terpilih, anak
hebat lainnya dari nusantara dan kebetulan jawa, memilih mengabdi ke ruang yang
lebih luas, Indonesia.
Ahok terlalu baik diantara para bajingan perampok negeri
berbaju pemimpin dan berjubah agama. Ahok terlalu jujur diantara
manusia-manusia berjiwa serigala yang buas dan kejah dalam penampilan
keserakahan yang sempurna. Ahok terlalu baik diantara para manusia berhati tengik
dan berwatak jauh lebih rendah dari hewan yang tiada berakal.
Ahok dimusuhi. Dirajam dengan anak panah berbagai jenis,
ada anak panah minoritas, anak panah sentiment etnis, anak panah kekafiran dan
anak panah-anak panah yang lain. Namun dari semua anak panah yang merajamnya
itu, tiada se-inci-pun ahok bergeming. Ahok, manusia langka, panglima keanehan
jaman ini, tetap tegar menatap manusia-manusia berwatak serigala dan buas bak
singa.
Hingga, di dalam sebuah garis demarkasi kebrutalan, para
tikus berwajah manusia dan berjubahkan agama itu menggunakanjurus terkahirnya. Memegang
“palu pengadilan” di negeri ini. Entah dengan cara apa, saya tidak tahu, namun
saya tahu, palu pengadilan negeri ini sudah
dirampok oleh serigala-serigala, tikus-tikus curut berwajah manusia. Hingga
akhirnya, Ahok, si minoritas ganda itu, ya cina dan kristen, baik lagi, harus
menerima terjangan peluru bertenaga uang dan berhulu ledak kekuasan.
Ahok terhempas, bukan oleh karena ketidakbaikannya,
bukan. Ahok terhempas karena konspirasi tikus-tikus jaman dan serigala-serigala
berwajah manusia. Ahok terhemps dan segera menghuni tahanan.
Ada getir, ada duka, ada sedih, ada isak dan air mata. Bahkan
mungkin, banyak orang seperti saya, menghujat kubu sebelah yang begitu bernafsu
menguasahi negeri ini. Meski sah saja menghujat mereka yang bersyukur atas
tervonisnya Ahok, namun sebisa mungkin segeralah sadar, tiada guna menghujat
mereka, para serigala dan tikus bertubuh manusia dan berjubah agama itu.
Aku mengajak kalian semua untuk segera menepi dan
mendukung dengan cara berbeda. Aku mengajak semua yang ada di jalan pembaharuan
Ahok, untuk melihat vonis penjara 2 tahun itu dengan wajah dan mata jernih. Mengapa
demikian? Karena ternyata itu adalah cara semesta menata harmoni dan
keindahannya sendiri. Itulah cara semesta "memetamorfosis" Ahok.
baca juga: Ahok Itu Peluru Jokowi
Ibarat pembangunan jalan tol, yang awalnya adalah tanah
baik serta subur dan tiada mengganggu
yang lain, namun demi fungsi yang lebih luas dan menyeluruh, harus
dirusak dahulu. Tanah yang tenang, sawah
nan hijau dan lading yang subur itu mesti berhadapan dengan traktor, bulldozer,
eskavator yang akan mencabik serta melumat lingkungan yang sudah tertata. Itu semua bukan untuk merusak saja namun demi
sebuah manfaat dan fungsi yang lebih luas.
Dan saat jalan tol itu jadi, semua “pengrusakan” yang
pernah terjadi dilupakan sudah. Demikian juga dengan Ahok. Dia sedang disiapkan
sang pemilik s semesta untuk sesuatu yang lebih besar, lebih luas dan lebih
besar. Kalau saat ini Ahok masih seperti
tanah yang dilumat alat-alat berat, biarkan saja, namun tetaplah dukung
dengan elegan. Yakinlah, alam semesta ini sudah menyiapkan Ahok untuk menangani
sesuatu yang lebih luas.
Jika ada “musuh” politiknya, Ahok malah tersenyum serta
membagikan strateginya menata Jakarta. Mengapa Ahok bisa melakukan ini? Karena Ahok
melihat bahwa semua yang menimpa dirinya adalah proses metamorfosa dan cara Sang Pemilik
kehidupan ini menata dan menyiapkannya menjadi pelayan yang lebih luas.
Tetap tegar sobat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar