Kamis, 11 Mei 2017

Metamorfosa Ahok







Aku percaya bahwa setiap jaman pasti memiliki keunikannya sendiri. Dan seringkali (atau malah selalu ya?) aku gagal mengerti tentang keunikan itu. Salah satu masalah yang aku sadari mengapa aku sering gagal mengerti atau memahami keunikan itu, adalah karena aku hanya melihatnya sepotong-sepotong. Melihat saja tentang yang sepotong-sepotong itu, sebenarnya tidaklah salah. Masalahnya adalah ketika aku menilai apa yang aku lihat, yang 

Cuma sepotong itu. Itulah dosaku kawan.

Saat ini, diantara sekian ribu atau malah juta peristiwa, ada satu yang membuatku sangat gelisah. Dan mungkin bukan aku sendiri, namun banyak yang sepeti aku, merasakah kegelisahan yang tak terdefinisikan. Kegelisahan yang  melintasi akal serta rasa dan karenanya, hanya bisa diungkapkan dengan bahasa simbol. Dan ketika aku melihat “sepotong” peristiwa itu, bersama dengan jutaan orang yang lain” aku menilai dan kemudian menghakimi. Tentu saja dalam sudut pandangku yang teramat terbatas itu.

Jujur saja kawan,keanehan yang aku dan banyak orang lihat dalam waktu dekat ini adalah soal Ahok. Dia lelaki dari Bangka Belitung. Terlahir dalam bungkus etnis thionghoa atau dahulu disebut Cina. Dia Kristen dan karenanya mengakui Yesus, Isa itu sebagai Tuhannya.
Dia,, Ahok yang Cina itu, meyakini bahwa dirinya anak nusantara dan kerena itu, merasa berhutang budi kepada Negeri subur dan indah ini, hendak mengabdikan hidupnya. Ahok yang kristen itu ingin mengabdi dengan cara menjadi gubernur. Sempat memang dia menjadi gubernur, meski dilalui dengan banyak jalan terjal. Juga menjadi gebernur karena gubernur yang terpilih, anak hebat lainnya dari nusantara dan kebetulan jawa, memilih mengabdi ke ruang yang lebih luas, Indonesia.


Ahok terlalu baik diantara para bajingan perampok negeri berbaju pemimpin dan berjubah agama. Ahok terlalu jujur diantara manusia-manusia berjiwa serigala yang buas dan kejah dalam penampilan keserakahan yang sempurna. Ahok terlalu baik diantara para manusia berhati tengik dan berwatak jauh lebih rendah dari hewan yang tiada berakal.
Ahok dimusuhi. Dirajam dengan anak panah berbagai jenis, ada anak panah minoritas, anak panah sentiment etnis, anak panah kekafiran dan anak panah-anak panah yang lain. Namun dari semua anak panah yang merajamnya itu, tiada se-inci-pun ahok bergeming. Ahok, manusia langka, panglima keanehan jaman ini, tetap tegar menatap manusia-manusia berwatak serigala dan buas bak singa.

Hingga, di dalam sebuah garis demarkasi kebrutalan, para tikus berwajah manusia dan berjubahkan agama itu menggunakanjurus terkahirnya. Memegang “palu pengadilan” di negeri ini. Entah dengan cara apa, saya tidak tahu, namun saya tahu, palu pengadilan negeri ini sudah  dirampok oleh serigala-serigala, tikus-tikus curut berwajah manusia. Hingga akhirnya, Ahok, si minoritas ganda itu, ya cina dan kristen, baik lagi, harus menerima terjangan peluru bertenaga uang dan berhulu ledak kekuasan.

Ahok terhempas, bukan oleh karena ketidakbaikannya, bukan. Ahok terhempas karena konspirasi tikus-tikus jaman dan serigala-serigala berwajah manusia. Ahok terhemps dan segera menghuni tahanan.

Ada getir, ada duka, ada sedih, ada isak dan air mata. Bahkan mungkin, banyak orang seperti saya, menghujat kubu sebelah yang begitu bernafsu menguasahi negeri ini. Meski sah saja menghujat mereka yang bersyukur atas tervonisnya Ahok, namun sebisa mungkin segeralah sadar, tiada guna menghujat mereka, para serigala dan tikus bertubuh manusia dan berjubah agama itu.

Aku mengajak kalian semua untuk segera menepi dan mendukung dengan cara berbeda. Aku mengajak semua yang ada di jalan pembaharuan Ahok, untuk melihat vonis penjara 2 tahun itu dengan wajah dan mata jernih. Mengapa demikian? Karena ternyata itu adalah cara semesta menata harmoni dan keindahannya sendiri. Itulah cara semesta "memetamorfosis" Ahok.


Ibarat pembangunan jalan tol, yang awalnya adalah tanah baik serta subur dan tiada mengganggu  yang lain, namun demi fungsi yang lebih luas dan menyeluruh, harus dirusak dahulu.  Tanah yang tenang, sawah nan hijau dan lading yang subur itu mesti berhadapan dengan traktor, bulldozer, eskavator yang akan mencabik serta melumat lingkungan yang sudah tertata.  Itu semua bukan untuk merusak saja namun demi sebuah manfaat dan fungsi yang lebih luas.

Dan saat jalan tol itu jadi, semua “pengrusakan” yang pernah terjadi dilupakan sudah. Demikian juga dengan Ahok. Dia sedang disiapkan sang pemilik s semesta untuk sesuatu yang lebih besar, lebih luas dan lebih besar. Kalau saat ini Ahok masih seperti  tanah yang dilumat alat-alat berat, biarkan saja, namun tetaplah dukung dengan elegan. Yakinlah, alam semesta ini sudah menyiapkan Ahok untuk menangani sesuatu yang lebih luas.

Jika ada “musuh” politiknya, Ahok malah tersenyum serta membagikan strateginya menata Jakarta. Mengapa Ahok bisa melakukan ini? Karena Ahok melihat bahwa semua yang menimpa dirinya adalah proses metamorfosa  dan cara Sang Pemilik kehidupan ini menata dan menyiapkannya menjadi pelayan yang lebih luas.
Tetap tegar sobat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH