Kebutaan secara jasmaniah adalah gagalnya indera mata
menangkap obyek yang ada. Bisa jadi ini dikarenakan oleh karena penyakit
tertentu atau karena kecelakaan yang menjadikan mata sebagai indera pelihat
mengalami persoalan. Akibat dari situasi buta adalah keberadaan sepi dan seolah
sendiri untuk si penderita.
Selain akibat langsung ini, buta juga menyebabkan
bangunan relasi sosial penderita dengan lingkungan mengalami persoalan. Oleh karena
itu, bisa dibayangkan betapa hal kebutaan merupakan beban hidup yang berat bagi
si penderita. Secara medis mungkin ada jalan keluar mengatasi kebutaan, salah
satunya dengan donor mata, namun biayanya pastilah sangat mahal, sehingga
penderita buta sering pasrah dengan keadaan dirinya.
Saat sebagian manusia melihat buta sebagai sebuah
kemestian hiduo, Yesus melihat dan menempatkan situasi buta dengan cara pandang
yang berbeda. Saat para murid sibuk mencari-cari siapa yang salah dengan
kebutaan, Yesus justru melihat bahwa kebutaan itu adalah panggilan Illahi untuk
siapa saja yang melihat segera terlibat. Ini ditunjukkan Yesus saat melihat
orang buta. Ia segera bertindak dengan
caraNya yang selalu unik. Dan akibat dari tindakan Yesus, si buta menjadi
sembuh dan bisa melihat dunia dengan sempurna.
Tindakan Yesus di Yohanes 9 :1-41 ini hendak memberikan
cermin hidup, agar siapa saja yang membacanya, seolah sedang berhadapan dengan
cermin. Bahwa di depan cermin itu kita bisa melihat diri kita yang sering
menghindar dari panggilan saat melihat ketidak beresan situasi. Yesus menampar
para murid, bahwa kebutaan yang sedang mereka saksikan adalah panggilan Tuhan
untuk terlibat memberi pertolongan.
Kebutaan bisa dalam arti konotasi. Buta terhadap apa
saja, terhadap ajaran gereja, situasi sosial, terhadap kemiskinan, penderitaan
dan segala yang berniansa minor dalam dunia ini. Melalui narasi ini, kita yang
membaca diajak untuk menghadirkan “Terang Yang Bisa Melihat”. Kebutaan kita
terhadap situasi lingkungan sering kita
alami, karena kita sibuk dengan diri sendiri dan bahkan mempersalahkan
situasinya.
Maka, belajar dari Yesus Sang Terang Dunia, mari kita
ikut melibatkan diri dalam situasi dunia yang (mungkin) sedang dilanda
kebutaan. Kita melibatkan diri untuk membuat yang buta itu mampu melihat
realita dan kondisi konkrit dunia ini. Keteladanan Yesus inilah yang menjadi
pokok permenungan minggu ini, menghadirkan terang untuk siapa saja.
Ke-buta-an itu juga selalu ada di dekat kita, maka mari
kita meneladan Yesus, menolong “yang buta” demi bisa melihat indahnya Dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar