Sabtu, 25 Maret 2017
Pohon Tua
Suatu ketika, di sebuah padang, tersebutlah sebatang pohon rindang. Dahannya rimbun dengan dedaunan. Batangnya tinggi menjulang. Akarnya, tampak menonjol keluar, menembus tanah hingga dalam. Pohon itu, tampak gagah di banding dengan pohon-pohon lain di sekitarnya. Pohon itupun, menjadi tempat hidup bagi beberapa burung disana. Mereka membuat sarang, dan bergantung hidup pada batang-batangnya.
Burung-burung itu membuat lubang, dan mengerami telur-telur mereka dalam kebesaran pohon itu. Pohon itupun merasa senang, mendapatkan teman, saat mengisi hari-harinya yang panjang.
Orang-orang pun bersyukur atas keberadaan pohon tersebut. Mereka kerap singgah, dan berteduh pada kerindangan pohon itu. Orang-orang itu sering duduk, dan membuka bekal makan, di bawah naungan dahan-dahan. "Pohon yang sangat berguna," begitu ujar mereka setiap selesai berteduh.
Lagi-lagi, sang pohon pun bangga mendengar perkataan tadi. Namun...Selengkapnya DI SINI
MENYEMBUHKAN KEBUTAAN
Kamis, 23 Maret 2017
Ketika Gubug Kami Runtuh
Dan akhirnya hujan disertai angin menghantam dusun kecil di sebuah lembah, di semenanjung pegunungan seribu itu. Hujan pada akhirnya tidaklah sederas yang terbayang dari hitamnya mendung, namun angin yang tadinya sepoi berubah menjadi besar dan menakutkan. Beberapa pohon tumbang dan dahan serta ranting patah. Badai memang seperti gerak alam semsta yang lainnya, selalu jujur dan tidak bisa dimanipulasi.
Akibat badai itu, gubug milik kami yang dibuat almarhum bapak ikutan menjadi korban "keisengan" alam yang bermain-main dengan hujan serta badai. Gubug mungil nan sederhana itu, di dekat pohon mangga tua, di ujung sebuah pematang dan dekat dengan lereng sebuah bukit kecil itu ambruk. Tiang-tiang penyangga gubug itu terlalu rapuh menyangga beban atap dan juga terlalu tua untuk kuat menahan badai.
"Dasar badai tidak tahu diri. Gara-gara dia hadir, gubug bersejarah itu hancur", Demikian gumanku sewaktu mengetahui gubug itu ambruk. Kemudian kudekati gubug yang sudah hancur itu. Ada segurat sedih kurasakan karena di balik Gubug itu ada banyak kisah dengan almarhum kedua orangtuaku. Namun semua sudah runtuh dan jika aku mendirikannya kembalipun, tidak mungkin mengukir kenangan lama tentang almarhum bapak dan simbok.
"Bukan salah badai jika gubug itu ambruk!", Tiba-tiba sebuah suara mampir di telingaku. Aku tidak paham suara siapa karena saat aku tengok kanan dan kiri, tidak ada siapapun. Dan akupun tidak berkeinginan mencari asal suara itu.
"Jangan menyalahkan angin namun karena tiang-tiang penyangga gubug itu yang tidak kokoh yang menyebabkan keruntuhannya", Kembali suara itu mampir di indra pendengaran ini. Aku sama sekali tidak berkeinginan mencarinya karena aku sadar suara itu suara batinku yang selalu menyalahkan "pihak lain" dibandingkan mengkoreksi diriku sendiri.
Sering manusia enggan mengakui sebuah kesalahan jika terjadi persoalan, sering manusia mempersalahkan pihak lain. Seperti gubug runtuh menyalahkan angin, itulah watak dasar manusia. Mempersalahkan pihak yang lain. Perkuatlah dirimu sehingga mampu mengha
dapi semua bencana.
Salam Semesta
Rabu, 22 Maret 2017
Karunia Di Balik Bencana
Sabtu, 18 Maret 2017
Lelaki Tua yang Merindukan Bintang
“Ya, tapi entah kenapa untuk itu, Tuhan harus meminta tumbal!”
“Tumbal?”
—
Malam mengalun.
Lampu pijar menerang susah payah sebuah teras rumah sederhana. Pada sebuah amben reyot seorang lelaki tua dan perempuan tua duduk.
“Ceritakan padaku, apa yang kau lihat?” kata lelaki tua. Perempuan tua tua yang duduk di sampingnya memilin ujung baju abadinya, kebaya usang berwarna pudar.
“Tak ada,” kata perempuan tua. “Gelap saja.”
“Tak ada? Bulan tak ada? Bintang?” lelaki tua merasa tak yakin dengan jawaban yang ia dengar.
“Mestinya ada. Tapi mendung sekarang ini, langit gelap sekali.”
Lelaki tua terbatuk-batuk beberapa lama. Perempuan tua mengangsurkan padanya gelas berisi air teh pahit.
“Aku masih ingat,” lelaki tua kembali berkata-kata di antara sisa-sisa batuknya baru saja. “Dulu aku selalu melihat bintang sampai jauh malam. Bintang adalah makan malam. Tidak benar-benar mengusir rasa lapar, tapi bisa membuat aku melupakan rasa lapar.”
“Kau tadi mengunyah krowodan-mu. Kau tak sedang lapar lagi bukan?”
“Tidak, aku hanya bercerita saja. Dulu perutku lapar sepanjang malam, tapi jiwaku tidak. Sekarang ini mungkin lebih baik, tapi aku rindu kerlap-kerlip bintang dan terang bulan.” Lelaki tua mengelu-elus lututnya.
“Keadaan telah membuatku menjadi sedem
... baca selengkapnya di Lelaki Tua yang Merindukan Bintang Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Jumat, 17 Maret 2017
Mendobrak Penjara Kehidupan..
Hidup adalah perjalanan dan di dalam perjalanan itu pastilah ada perjumpaan. Setiap perjumpaan, pastilah mengakibatkan perubahan, entah dalam bentuknya yang seperti apa. Selain perjalanan, hidup manusia juga dipenuhi oleh beraneka macam konsep tentang apapun juga. Konsep tentang bahagia, tentang keindahan, tentang keseuksesa, tentang batasan-batasan. Yang terakir ini sangat menarik jika kita menggumulinya, karena memang manusia sering membangun sebuah batasan-batasan atau garis-garis demarkasi di dalam hidupnya. Ada batas demarkasi budaya, demarkasi iman, demarkasi status sosial. Akibat dari semuanya itu adalah jarak atau sekat-sekat khidupan. Dan uniknya, manusia jarang yang mau mencoba mendobrak batas atau garis demarkasi itu, justru senang dengan keberadaannya. Karena dengan adanya batas itu, manusia merasa aman dengan status dirinya.
-
Fenomena media sosial yang menggelora tanpa bisa dibendung, menjadikanbanyak orang menjadi was-was, kuatir dan bahkan sudah sampai k tah...
-
Setu Pahing 17 Desember 2022 BENINGE EMBUN ESUK II Samuel 7 : 23-29 Jabur 80 : 1-7, 17-19 Yokanan 3 : 31-36 “ Pramila sapunika P...
-
Selasa Legi 20 April 2021 BENINGE EMBUN ESUK Hosea 5 : 15- 6:6 Jabur 150 2 Yokanan 1 : 1-6 Mulane payo padha tetepungan lan mb...