Pada
Sebuah Kuburan
Dalam seminggu ini ada tiga orang yang harus
menyelesaikan tugas dan tanggung jawab hidupnya di dunia, sehingga mesti “Pulang”
ke dalam keabadian. Kesedihan pastilah mewarnai keluarga dan handai taulan yang
ditinggalkan. Namun tulisan ini tidak hendak mengupas perihal kesedihan yang
teralami. Tulisan ini akan menyoroti sesuatu yang lain.
Pada peristiwa kematian pertama, yang meninggal
sore hari dan harus lanjut dimakamkan hari itu juga. Hari mendung dan malam
segera akan datang. Yang dirumah duka mencoba
mengontak yang bertugas menggali liang lahat di makam. Jawaban yang diberikan
adalah..”tunggu sebentar...sabar..tanahnya agak keras dan malah menemui batu
keras..”. yang dirumah menunggu dengan sabar. Suasana merambat padagelap dan
mendung juga ikut menghiasi keadaan.
Segera setelah itu, gelap menyelimuti. Liang lahat
belum juga usai digali. Saat dikonfirmasi, justru nada kesal yang terjawab dari
ujung telefon dari yang bertugas menggali liang lahat. Saat akhirnya usai dan
jenasah tiba di kuburan, suasana agak kaku, karena para penggali kuburan merasa
dikejar-kejar oleh pihak keluarga.
Kisah berikutnya, kematian sewaktu malam hari,
sehingga pemakaman akan dilaksanakan esok harinya. Ini membuat waktu para
penggali liat lahat lebih longgar. Dan benar saja, sampai sekitar jam 11
seiang, yang semestinya sudah siap untuk dimakamkan,justru jenasah belum juga
siap sewaktu para petugas penggali makam berkontak dengan rumah duka,dijawab
bahwa masih menungga acara ritual di mulai. Mereka sabar menunggu.
Kesabarab mereka,para penggali liang lahat itu
nampaknya hampir samai pada batasnya ketika sejam kemudian berkontak, jenasah
belum juga diberangkatkan. Hingga munculah celoteh-celoteh lucu nan kesal. “Mungkin
mau dibiarkan masak dulu baru dibawa ke makam ini..(dalam bahasa jawa, mayite
meh di imbu disik...)
Akhirnya,satu setengah jam dari waktu yang
direncanakan,jenasah tiba di kuburan. Salah seorang penggali makam berbisak
kepada saya. “dikejar segera selesai menggalinya marah, giliran menunggu
datangnya jenasah, juga ngomel-ngomel, apa sih keinginan manusia itu sih?”
Itulah manusia (termasuk yang membaca tulisan
ini), selalu meminta yang menjadi harap dan dambanya terpenuhi, namun bisakah
manusia mengendalikan seluruh kehidupan ini?Bukankah itu ada dalam
kebijaksanaan Illahi?
Semoga bermakna...
Doni Setyawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar