Jumat, 29 Januari 2016

BELAJAR DARI HEWAN YANG SEDANG BEREBUT

REBUTAN


SOLUSI INSOMNIA

Pagi ini, usai bangun tidur, berkemas sejenak kemudian membuka pinta tempat tinggal. Hal yang terlihat pertama saat membuka pintu adalah beberapa ekor anjing (Kiriq) yang berisik. Saling berdengus, saling mengejar, saling mengejar dan mencoba saling melukai. Usut punya usut, ternyata mereka sedang berebut. Mereka, si anjing-anjing itu, sedang berebut tulang.


Demi tulang yang menjadi makanan mereka (diantara makanan-makanan yang lain), anjing-anjing itu rela bertarung,rela bertengkar, rela berkelahi dan saling melukai. Mereka tidak peduli, bahwa diantara ‘lawan main’ itu ada kerabat,anak,adik atau siapa saja. Yang penting bagi anjing-anjing itu adalah memperebutkan makanan mereka.
Terkadang ada yang terluka,tercakar,ada yang tergigit dan kemudian sakit,sampai sakitnya dipenuhi dengan belatung karena tidak ada yang merawat. Itulah akibat kesenangan mereka, REBUTAN.
Terkadang, manusiapun dalam hidupnya juga memperebutkan sesuatu. Demi harta, harga diri, kenyamanan, kewibawaan,gengsi dan juga (bagi mereka KEBENARAN), manusia saling melukai. Tidak selalu dengan taring dan cakar seperti anjing-anjing itu, melainkan dengan perkataan,dengan hasutan,dengan persengkokolan. Demi haga diri, demi harta,demi kekayaan, manusia saling menusuk dan membunuh. Oiya, jangan-jangan anjing itu tidak saling membunuh dalam perhelatan REBUTAN mereka ya?
Jika diperhatikan di sekitar kita, polah tingkah manusia terkadang lebih menjijikan dibandingkan ciptaan yang lain, dalam hal REBUTAN. Demi kekuasaan, manusia rela menipu, bermunafikria,mengorbankan yang lain. Demi kekuasaan yang di dalamnya ada kekayaan, manusia rela menggadaikan harkatnya sebagai manusia. Bertindak bak artis di panggung atau di depan kamera, menangis dan meng-iba-kan diri. Manusia selalu rebutan apa saja. Rebutan pengaruh, rebutan waktu, rebutan kesempatan, rebutan kebenaran,
Di dalam mereka, si manusia itu, berebut, mereka lupa akan sahabat,sanak saudara, kerabat,rekan dan yang utama sesama ciptaan yang Illahi. Bagi yang sedang berebut, tidak sudi mereka mengalah karena bagi mereka, rebutan mengaku salah itu haram. Demi  REBUTAN sesuatu itu akhirnya banyak korban-korban. Ada korban perasaan,korban waktu, korban relasi, korban harta juga, namun manusia tidak segera sadar. Manusia seperti kehilangan jati diri sebagai manusia saat sedang bertarung demi REBUTAN sesuatu itu.






Oiya, sebentar...ternyata setelah tulang itu dikuasai oleh salah seekor anjing itu, mereka usai berebutnya. Beberapa yang ikut gelanggang rebutan tadi perlahan menyingkir,menjauh dan (mungkin) mencari yang akan mereka jadikan Ajang Rebutan lagi. Namun apakah manusia juga bisa diam setelah “tulang” yang diperebutkan itu dikuasai yang lain?TIDAK.
Manusia tidak mudah menerima kekalahan,meski benar-benar kalah. Manusia akan mencari seribu satu macam cara untuk membalas kekalahan itu. Tidak percaya?Lihat saja “Panggung Drama” bernama perpolitikan Indonesia, setelah tulang kekuasaan itu dipegang sang pemenang, yang lain masih sibuk saja mencari peluang merampas Tulang itu lagi.
Itu di ranah politik yang katanya boleh berbuat salah, lha di institusi agama saja juga lebih parah. Beberapa tahun belakangan, banyak sekali gereja berkonflik, atau dalam bahasa essei sederhana ini REBUTAN TULANG. Dan ternyata lebih mengasikkan daripada yang benar-benar rebutan tulang seperti pagi ini.
Mereka bertarung laksana babak final liga champions eropa, bertarung sampai titik darah penghabisan. Semua cara ditempuh,semua calan dilewati. Pembatas yang namanya pranata normatif tabrak, kasih dibongkar, relasi dipendam di makam kehidupan. Semua ditinggalkan, demi Tulang itu. Sampai kapan?sampai waktu yang tak termaklumi.

Saya jadi berpikir, jika saja kelak dikemudian hari, para anjing itu tidak berebut tulang, lalu mereka berdialog,bermufakat dan kemudian sepakat untuk berbagi waktu mendapatkan tulang, apakah manusia mau meneladani?Mbuhhlah...Yang jelas, saya mau mengantar anak ke sekolah dahulu...

Sampai nanti kawan..


SOLUSI SAKIT GIGI




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH