Pagi ini, usai bangun tidur, berkemas sejenak
kemudian membuka pinta tempat tinggal. Hal yang terlihat pertama saat membuka
pintu adalah beberapa ekor anjing (Kiriq) yang berisik. Saling berdengus,
saling mengejar, saling mengejar dan mencoba saling melukai. Usut punya usut,
ternyata mereka sedang berebut. Mereka, si anjing-anjing itu, sedang berebut
tulang.
Demi tulang yang menjadi makanan mereka (diantara
makanan-makanan yang lain), anjing-anjing itu rela bertarung,rela bertengkar,
rela berkelahi dan saling melukai. Mereka tidak peduli, bahwa diantara ‘lawan
main’ itu ada kerabat,anak,adik atau siapa saja. Yang penting bagi
anjing-anjing itu adalah memperebutkan makanan mereka.
Terkadang ada yang terluka,tercakar,ada yang
tergigit dan kemudian sakit,sampai sakitnya dipenuhi dengan belatung karena
tidak ada yang merawat. Itulah akibat kesenangan mereka, REBUTAN.
Terkadang, manusiapun dalam hidupnya juga
memperebutkan sesuatu. Demi harta, harga diri, kenyamanan, kewibawaan,gengsi
dan juga (bagi mereka KEBENARAN), manusia saling melukai. Tidak selalu dengan
taring dan cakar seperti anjing-anjing itu, melainkan dengan perkataan,dengan
hasutan,dengan persengkokolan. Demi haga diri, demi harta,demi kekayaan,
manusia saling menusuk dan membunuh. Oiya, jangan-jangan anjing itu tidak
saling membunuh dalam perhelatan REBUTAN mereka ya?
Jika diperhatikan di sekitar kita, polah tingkah
manusia terkadang lebih menjijikan dibandingkan ciptaan yang lain, dalam hal
REBUTAN. Demi kekuasaan, manusia rela menipu, bermunafikria,mengorbankan yang
lain. Demi kekuasaan yang di dalamnya ada kekayaan, manusia rela menggadaikan
harkatnya sebagai manusia. Bertindak bak artis di panggung atau di depan kamera,
menangis dan meng-iba-kan diri. Manusia selalu rebutan apa saja. Rebutan pengaruh,
rebutan waktu, rebutan kesempatan, rebutan kebenaran,
Di dalam mereka, si manusia itu, berebut, mereka
lupa akan sahabat,sanak saudara, kerabat,rekan dan yang utama sesama ciptaan
yang Illahi. Bagi yang sedang berebut, tidak sudi mereka mengalah karena bagi
mereka, rebutan mengaku salah itu haram. Demi REBUTAN sesuatu itu akhirnya banyak
korban-korban. Ada korban perasaan,korban waktu, korban relasi, korban harta
juga, namun manusia tidak segera sadar. Manusia seperti kehilangan jati diri
sebagai manusia saat sedang bertarung demi REBUTAN sesuatu itu.
Oiya, sebentar...ternyata setelah tulang itu
dikuasai oleh salah seekor anjing itu, mereka usai berebutnya. Beberapa yang
ikut gelanggang rebutan tadi perlahan menyingkir,menjauh dan (mungkin) mencari
yang akan mereka jadikan Ajang Rebutan lagi. Namun apakah manusia juga bisa
diam setelah “tulang” yang diperebutkan itu dikuasai yang lain?TIDAK.
Manusia tidak mudah menerima kekalahan,meski
benar-benar kalah. Manusia akan mencari seribu satu macam cara untuk membalas
kekalahan itu. Tidak percaya?Lihat saja “Panggung Drama” bernama perpolitikan
Indonesia, setelah tulang kekuasaan itu dipegang sang pemenang, yang lain masih
sibuk saja mencari peluang merampas Tulang itu lagi.
Itu di ranah politik yang katanya boleh berbuat
salah, lha di institusi agama saja juga lebih parah. Beberapa tahun belakangan,
banyak sekali gereja berkonflik, atau dalam bahasa essei sederhana ini REBUTAN
TULANG. Dan ternyata lebih mengasikkan daripada yang benar-benar rebutan tulang
seperti pagi ini.
Mereka bertarung laksana babak final liga
champions eropa, bertarung sampai titik darah penghabisan. Semua cara
ditempuh,semua calan dilewati. Pembatas yang namanya pranata normatif tabrak,
kasih dibongkar, relasi dipendam di makam kehidupan. Semua ditinggalkan, demi
Tulang itu. Sampai kapan?sampai waktu yang tak termaklumi.
Saya jadi berpikir, jika saja kelak dikemudian
hari, para anjing itu tidak berebut tulang, lalu mereka berdialog,bermufakat
dan kemudian sepakat untuk berbagi waktu mendapatkan tulang, apakah manusia mau
meneladani?Mbuhhlah...Yang jelas, saya mau mengantar anak ke sekolah
dahulu...
Sampai nanti kawan..
Sampai nanti kawan..
SOLUSI SAKIT GIGI |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar