Jumat, 02 Maret 2018

Yesus,Bait Allah dan Kita



Sangat jarang kita menemukan narasi Alkitab di mana di situ ternarasikan Yesus marah. Yang ada adalah sosok Yesus yang lemah lembut dan sangat baik hati. Maka manakala kita membaca dan menemukan narasi atau cerita tentang kemarahan Yesus, maka di situ kita mungkin kaget dan bahkan kecewa.

Kekecewaan yang bisa jadi berlatar belakang harapan yang berbeda tentang Yesus dalam bangunan iman yang hidup dan menghidupi kita sebagai warga gereja, khususnya Gereja Kristen Jawa.

Dan, manakala kita sampai ke narasi yang tertulis di Yohanes pasal 2 ayat 13 sampai 22, di mana di situ  ternarasikan kemarahan Yesus, maka tercenganglah kita semua. Yesus yang dalam angan serta harapan kita merupakan sosok lemah lembut dan baik hati, tiba-tiba “dihadirkan” oleh Yohanes sebagai sosok yang murka dengan menggenggam cambuk, demi menghamburkan kemarahanNya kepada orang-orang yang tidak memberlakukan sesuatu seperti semestinya. Apakah gerangan sesuatu yang tidak semestinya itu?

Menggunakan Bait Allah sebagai medan pencarian keuntungan demi kepuasan diri pribadi dan kelompoknya.

Yesus marah, bahkan dengan sangat geram memegang cambuk demi menghardik orang banyak yang sudah menyelewengkan fungsi Bait Allah. Yesus marah karena banyak orang memperlakukan Bait Allah hanya sebagai medan pelampiasan hasrat serta kepentingan pribadi.

Dalam pandangan Yesus, bolehlah melakukan transaksi dalam Bait Allah, namun semuanya hanya untuk menolong sesame sampai kepada Tuhan, menolong sesame mendapatkan “media” untuk sampai kepada diriNya. Dan semua itu dalam bingkai kekuasaan serta ambisi sudah dihempaskan oleh sebagian orang yang justru sebagai penghini Bait Allah.
Kemarahan Yesus, bukan ketika diriNya  terlukai, diriNya terhempaskan, namun saat Bait Allah sudah diselewengkan fungsinya.

Lalu pertanyaan sederhana untuk kita semua yang mengimani bahwa tubuh dan hidup kita ini adalah Bait Allah adalah, adakah kita sadar bahwa sejatinya kemarahan Yesus itu juga kemarahan kepada kita? Mengapa demikan? Karena sejujurnya kitapun sering memperlakukan “tubuh” kita dengan segala dinamikanya. Bukan untuk memuliakan Tuhan, namun hanya untuk kepuasan dan keuntungan pribadi dan kelompok kita.

Oleh karena itu, marilah kita masuk ke dalam situasi Yesus dalam kemarahanNya di Bait Allah dan segera sadar bahwa yang sedang dimarahi itu adalah kita. Dari situ kemudian kita memunculkan kesadaran bahwa sering kita mengabaikan hidup kita dengan hanya mencari kepyasan pribadi dan mencari keuntungan saja dalam setia gerak dan tindakan kita.
Mari menyadari bahwa kemarahan Yesus di Bait Allah itu adalah kemarahan kepada kita. Dengan kesadaran itu, kita akan segera bersujud dan bertobat, sembari menyadari bahwa Yesus adalah Bait Allah itu sendiri, maka biarlah Dia hidup  untuk menghidupi kita.

Mari menjaga karuniaNya yang dalam bentuk hidup, raga, waktu serta kekayaan hanya untuk kemuliaan Yesus.

Salam Kesucian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH